mari berbagi ilmu
blog ini ditujukan untuk memperkaya dunia keilmuan dan khususnya untuk mempermudah para tholib ilm d tempat saya mengajar dalam mengakses makalah yang pernah ditulis oleh sesama tholib ilm
Wednesday, November 15, 2017
google-site-verification: google9d80169c8d8992b0.html
google-site-verification: google9d80169c8d8992b0.html
Monday, October 2, 2017
khiyar
Khiyar
I.
Matan Hadits
Tentang Al-Khiyar
عَنِ ابن عُمَر رَضيَ اللهُ عَنْهُمَا
عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلىّ اللهُ عَليْه وَسَلَّمَ أَنَّه قَالَ إِذَا تَبَايَعَ
الرَّجُلاَنِ فَكُلُ وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِالْخِيَارِ
مَالَمْ يَتَفَرَّقَا وَكَانَا جَمِيْعًا أَو يُخَيِّرُ أَحَدُهُمَا الآخَرَ
فَتَبَايَعَا عَلَى ذَلِكَ فَقَدْ وَجَبَ الْبَيْع وَإِنْ تَفَرَّقَا بَعْد أَنْ
يَتَبَايَعَ اوَلَمْ يَتْرُك وَاحِدٌ مِنْهُمَا الْبَيْعَ فَقَدْ وَجَبَ الْبَيْعُ
رواه البخاري
“Dari Abdullah
bin Umar Radhiyallahu Anhuma, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, “Apabila
ada dua orang mengadakan akad jual beli, maka masing-masing boleh khiyar selagi
belum berpisah, sedangkan mereka berkumpul; atau salah seorang dari mereka
mempersilahkan yang lain untuk khiyar, kalau salah seorang sudah mempersilahkan
yang lain untuk khiyar kemudian mereka mengadakan akad sesuai dengan khiyar
tersebut, maka jual beli jadi; dan apabila mereka berpisah sementara tidak ada
seorangpun yang meninggalkan jual beli (tetap memilih(. Khiyar, maka harus
jadi.” (HR. Bukhori)[1]
عَنْ حَكِيْمِ بْنِ حِزَامٍ رَاضِيَ اللهُ
عَنْهُ قَالَ رَسُوْل الله صلى الله عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ الْبَيِّعَانِ بِالخِيَارِ
مَا لمْ يَتفَرَّقَا أَو قَالَ
حَتّى
يَتَفَرّقَا فَاِنْ صَدَقَ وَبَيّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَتَمَا
و كَذَبَا مُحِقَتْ بَرَكَةُبيْعِهِمَا
(رواهالبخاري)
“Dari Hakim bin Hizam, dia berkata, Rasullullah Shalllalahu Alaihi
wa Sallam bersabda, ‘Dua orang yang jual beli mempunyai hak pilih selagi belum
saling berpisah’, atau beliau bersabda, ‘Hingga keduanya saling berpisah, jika
keduanya saling jujur dan menjelaskan, maka keduanya diberkahi dalam jual-beli
itu, namun jika keduanya saling menyembunyikan dan berdusta, maka barakah
jual-beli itu akan dihapuskan’. (HR.. Bukhori)[2]
II. Analisa Sanad
a. Hadits I
Dari Syu‘bah, dari Qatadah, dari Abu
al-Khalil, dari ‘Abdullah bin al-Harith, dan Hakim bin Hizam dari Rasullah SAW.
Menengenai hadits I, Imam al-Bukhari meriwayatkannya melalui tariq Shu‘bah dari
Qatadah, Menurut al-Bayhaqi, Imam al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadits ini
dari Shu‘bah bin al-Hajjaj menerusi berbagai tariq. (Lihat Abu Bakr Ahmad Bin
al-Husayn Bin ‘Ali al-Bayhaqi (1344 H), al-Sunan al-Kubra Wa Fi Dhaylihi
al-Jawhar al-Naqi, Kitab al-Buyu‘, Bab al-Mutabayi‘an Bi al-Khiyar Ma Lam
Yatafarraqa Illa Bay‘ al-Khiyar, no. hadith 10741). [3]
Adapun perawinya sebagai berikut:
Syu’bah bin al Hajjaj, Ia menerima hadits dari Ibnu Sirin, Amr bin Dinar,
Qatadah bin Di’amah, asy Sya’by, dan dari sejumlah tabi’in lainnya. [4]
Kemudian Qatadah bin Di’amah, hadits-hadits beliau di riwayatkan oleh Sulaiman
at Tamimiy, Jarir ibn Hazim, Syu’bah, Abu Hilal, Ar Rasiby, Humam ibn Yahya,
Ammr ibn Al Harits Al Misry, Sa’id ibn Al Arubah, Al Laits ibn Sa’ad, Awanah
dan lain-lain. Beliau lahir pada tahun 61 H. dan wafat pada tahun 118 H. dalam
usia 56 tahun.[5]
Kemudian Shalih abu al-Khalil, kemudian ‘Abdullah bin al-Harits Beliau wafat
pada tahun 86 H, atau sekitar tahun 85 atau 87 H. dan telah mengambil beberapa
hadist langsung dari Nabi saw. Oleh karena beliau lama tinggal di Mesir, maka
yang terbanyak mengambil hadist dari beliau ialah para ulama tabi’ien dari
Mesir dan terakhir ialah Yazied bin Abi Hubaib. Demikian disebutkan dalam
Al-Ishaabah dan Al-Isti’aab, jilid II, halaman 291 dan 281.Ibnu Illaan dalam
syarahnya “Dalilul-Falihien”, jilid IV halaman 582 menerangkan bahwa Abdullah
bin Al-Harits bin As-Shimmah, menurut Usdul ghaabah adalah anak kakak wanita
dari Ubai bin Ka’ab Al-Anshari. Beliau hanya meriwayatkan dua hadist saja dari
Nabi saw. Kedua-duanya tersebut dalam Bukhori dan Muslim di mana satu
diantaranya disebutkan dalam Riadhus-shalihien.[6]
Dan terakhir Hakim bin Hizam, nama lengkapnya adalah Hakim bin Hizam bin Asad
bin Abdul Ghazi, ponakan Khadijah istri Rasulullah . Sebelum dan setelah
kenabian, beliau ini adalah teman akrab Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam,
sewaktu kaum Quraisy memboikot Rasulullah, beliau tidak termasuk, karena
menghormati Nabi.[7]
b. Hadits II
Hadist kedua dikeluarkan oleh
Bukhari dan Muslim dengan sanad: dari Qutaibah bin Sa'id bin Jamil bin Tharif
bin 'Abdullah, dari Laits bin Sa'ad bin 'Abdur Rahman , dari Nafi' maula Ibnu
'Umar , dari Abdullah bin 'Umar bin Al Khaththab . [8]
Adapun perawinya sebagai berikut:
Abdullah bin 'Umar bin Al Khaththab adalah putra khalifah ke dua Umar bin al-Khaththab
saudarah kandung Sayiyidah Hafshah Ummul Mukminin. Sanad paling shahih yang
bersumber dari ibnu Umar adalah yang disebut Silsilah adz- Dzahab (silsilah
emas), yaitu Malik, dari Nafi’, dari Abdullah bin Umar. Sedang yang paling
Dlaif : Muhammad bin Abdullah bin al-Qasim dari bapaknya, dari kakeknya, dari
ibnu Umar. Ia wafat pada tahun 73 H.[9]kemudian
Nafi', maula Ibnu 'Umar Nafi Maulana Abdullah bin Umar adalah salah seorang
ahli hadits yang berada di Madinah, Nafi’ benar benar ikhlas dalam berkhidmat
kepada Ibnu Umar majikannya selama 30 tahun. Nafi’ tidak hanya meriwayatkan
hadits dari Ibnu Umar tetapi juga mempunyai riwayat-riwayat yang bersumber dari
Abu Sa’id al-Khudri, Sayyidah Aisyah dan Sayyidah Hafshah secara Mursal. Ia
wafat pada tahun 117 H.
Kemudian Laits bin Sa'ad bin 'Abdur Rahman, Nama
sebenarnya adalah Al-Laits bin Sa’ad bin Abdurahman al-Fahmi yang mendapat
julukan Abu al_Harits adalah guru besar di negeri Mesir, ia dilahirkan di
Qarqasyand pada tahun 94 H, ia orang kaya dan dermawan. Imam Bukhari dan Mulim
banyak meriwayatkan hadist darinya. Para Ulama telah menetapkan bahwa sanad
paling shahih di Mesir adalah yang diriwayatkan oleh Al-Laits bin Sa’ad, dari
Yazid bin Abi Habib. Dan yang meriwayatkan darinya antara lain: Abdullah bin al-Mubarak
dan Abdullah bin Wahab. Ia wafat pada tahun 175 H. [10]Kemudian
Qutaibah bin Sa'id bin Jamil bin Tharif bin 'Abdullah . Qutaibah bin
Sa’id, Nama lengkap beliau adalah
Qutaibah bin Sa’id bin Jamil binTharif bin Abdullah Ats-Tsaqafy. Ibnu Adi
mengatakan: nama beliau adalah Yahya,sedangkan Qutaibah adalah gelar. Guru-guru
beliau adalah : Malik, Al-Laits, Rasyidin bin Sa’ad. Beliau wafat tahun 240 H.[11]
III. Analisa Matan
a. Hadits I
الْبَيِّعَانِ بِالخِيَار ِمَا
لمْ يَتفَرَّقَا أَو ْقَالَ حَتتّى يَتَفَرّقَا فَاِن
ْصَدَقَ وَبَيّنَا بُورِك َلَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَتَمَاوَكَذَبَا
مُحِقَتْبَرَكَةُبَيْعِهِمَا
Ø
Makna mufradat
1. الْبَيِّعَانِ, artinya penjual dan pembeli. Makna ini
diberikan kepada keduanya, yang termasuk masalah kebiasaan. Seperti yang sudah
dijelaskan, masing masing dari dua lafazh inni dapat diartikan pula bagi yang
lainnya.
2. بِالخِيَارِ
merupakan mashdar dari ikhtara, dari al-ikhtiar, berarti meminta yang
terbaik dari dua hal, entah berupa pengesahan atau penolakan.
3. وإنكتما : Penjual menyembunyikan kecatatan barang dan
pembeli menyembunyikan kecatatan harga, yang dimaksud dengan menyembunyikan
yaitu menyamarkan kecatatannya dan menampakan yang tidak ada.
4. مُحِقَتْبَرَكَةُبَيْعِهِمَا : Barokah dalam harga dan barangnya akan
hilang diakibatkan karena sikap dusta dan saling menyembunyikan. Artinya: Allah
menghilangkan kebaikannya dan kaidahnya.
Ø
Makna Umum Hadits
Jika kedua belah pihak (penjual dan
pembeli) masih berada di tempat pelaksanaan jual-beli, maka masing masing
mempunyai hak pilih untuk mengesahkan atau membatalkan jual beli. Jika
keduannya saling berpisah, sesuai dengan perpisahan yang dikenal manusia, atau
jual-beli disepakati tanpa ketetapan terpilih dari kedua belah pihak, maka akad
jual-beli dianggap sah, sehingga salah seorang di antara keduanya tidak boleh
membatalkannya secara sepihak, kecuali dengan cara pembatalan perjanjianyang
disepakati.
Kemudian Rasullullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam menyebutkan sebagian dari sebab sebab keberkahan dan
pertumbuhan, sebagian dari sebab-sebab kerugian dan kerusakan. Sebab sebab
barakah, keuntungan dan pertumbuhan adalah kejujuran dalam muamalah,
menjelaskan aib, cacat dan kekurangan atau sejenisnya dalam barang yang djual.
Adapun sebab sebab kerugian dan ketiadaan barakah ialah menyembunyikan cacat,
dusta dan memalsukan barang dagangan.[12]
Yang demikian itu merupakan sebab
sebab yang hakiki tentang keberkahan di dunia, yang memberikan nilai tambah dan
ketenaran bagi dirinya, karena dia bermuamalah dengan cara yang baik, sedangkan
di akhirat dia mendapatkan pahala dan balasan yang baik. Sementara sifat kedua
, merupakan hakikat hilangnya mata pencaharian , karena pelakunya bermuamalah dengan
cara yang buruk, sehingga orang lain menghindar darinya dan mencari orang yang lebih dapat dipercaya,
sedangkan di akhirat dia mendapatkan
kerugian yang lebih besar, karena dia telah menipu manusia.
b. Hadits II
إِذَاتَبَايَعَالرَّجُلاَنِفَكُلُمِنْهُمَابِالْخِيَارِمَالَمْيَتَفَرَّقَاوَكَانَاجَمِيْعًاأَوْيُخَيِّرُأَحَدُهُمَاالآخَرَفَتَبَايَعَاعَلَىذَلِكَفَقَدْوَجَبَالْبَيْعُوَإِنْتَفَرَّقَابَعْدَأَنْيَتَبَايَعَاوَلَمْيَتْرُكْوَاحِدٌمِنْهُمَاالْبَيْعَفَقَدْوَجَبَالْبَيْعُ
Ø
Makna mufradat
1. بِالْخِيَارِ : Adalah meminta yang terbaik dan dua hal,
adakalanya melanjutkan akad atau membatalkannya.
2. إِذَاتَبَايَعَ: Dengan arti saling melakukan jual beli.
3. مَالَمْيَتَفَرَّقَا : Sebagian ahli bahasa membedakan di antara
keduanya, yaitu keduanya berpisah dengan pembicaraan dan berpisah secara fisik.
Yang dimaksud hadits ini adalah berpisah secara fisik.
4. أَوْيُخَيِّرُأَحَدُهُمَاالآخَرَ : Hak
khiyar dari salah seorang diantara dua belah pihak An-Nawawi berkata,
“Artinya hendaklah seseorang berkata: Pilihlah untuk melanjutkan akad jual
beli, apabila ia melakukan khiyar, maka jual beli wajib baginya.”[13]
Ø
Makna Umum Hadits
Apabila dua orang melakukan
transaksi jual beli, dan keduanya telah menyepakati atas harga barang yang akan
dijual belikan. Maka masing-masing dari keduanya memiliki hak khiyar (memilih antara
membatalkan atau meneruskan jual beli) selama mereka belum berpisah atau masih
bersama di tempat jual beli tersebut. Adapun makna يتفرّق yakni
berpisah badan antara si penjual dan si pembeli, meskipun Ulama’ banyak
berpendapat lain tentang memaknai kalimat ini.
Jika salah seorang diantara penjual ataupun
pembeli memberikan hak khiyar mereka, dan mereka melakukan transaksi atas dasar
itu maka terjadilah jual beli tersebut. (setelah mereka berpisah badan) Dan
jika mereka berpisah (Berpisah Badan), setelah melakukan akad jual beli, dan
kedua belah pihak (penjual dan pembeli) tidak mengurungkan jual beli, maka jual
beli tersebut juga akan tetap terjadi (sah).[14]
Matan serupa juga diriwayatkan oleh
Al-Khamzah yang dapat memperkuat kedua matan di atas bahwa hak khiyar dilakukan
pada saat penjual dan pembeli belum berpisah badan atau masih berada di tempat
akad. Matan tersebut yaitu:
* وعنعمروبنشعيبعنأبيهعنجدهأنالنبيصعلمقال
:
البائعوالمبتاعبالخيارمالميفترقا،إلاأنتكونصفقةخيار،ولايحللهأنيفارقهخشيةأنيستقيله.
رواهالخمسة – إلاابنماجه – والدارقطعيوابنخزيمةوابنالجارود. وفيرواية :
حتىيتفرقامنمكانهما.
Artinya:”Dari Amir bin Syu’aib, dari
ayahnya, dari kakeknya RA bahwa Nabi Saw bersabda, “Penjual dan pembeli
mempunyai hak khiyar sebelum keduanya berpisah, kecuali telah ditetapkan khiyar
dan masing-masing pihak tidak diperbolehkan pergi karena takut jual beli
dibatalkan.” (H.R Al-Khamsah kecuali ibnu Majah, Ad-Daruquthni, Ibnu Huzaimah,
dan Ibnu Al-Jarud. Dalam suatu riwayat, “Hingga keduanya meninggalkan tempat
mereka.”)[15]
Penjelasan Kalimat
“Dari Amir bin Syu’aib, dari
ayahnya, dari kakeknya RA bahwa Nabi Saw bersabda, “Penjual dan pembeli mempunyai
hak khiyar sebelum keduanya berpisah, kecuali telah ditetapkan khiyar dan
masing-masing pihak tidak diperbolehkan pergi karena takut jual beli
dibatalkan.” Riwayat Al-Khamsah kecuali ibnu Majah, Ad-Daruquthni, Ibnu
Huzaimah, dan Ibnu Al-Jarud. Dalam suatu riwayat, “Hingga keduanya meninggalkan
tempat mereka.” (Dan hadis Abu Dawud dari Ibnu Amr dengan lafadz: “Kedua pelaku
jual beli (penjual dan pembeli) mempunyai hak khiyar sebelum keduanya berpisah,
kecuali telah ditetapkan khiyar dan masing-masing pihak tidak diperbolehkan
pergi karena takut jual beli dibatalkan,” Mereka mengatakan: sabda beliau:
“takut jual beli dibatalkan” menunjukkan sah terjadinya jual beli.[16]
Hadis ini menunjukkan adanya khiyar
majlis. Juga karena sabdanya: “mempunyai hak khiyar sebelum keduanya berpisah”.
Adapun ‘An-Yastaqillahu’ (membatalkannya) maksudnya membatalkan jual beli,
karena kalau maksud sebenarnya adalah membebaskan niscaya makna berpisah tidak
mempunyai arti sehingga perlu diartikan membatalkan. Itulah yang diartikan oleh
At-Tirmidzi dan ulama lainnya dengan mengatakan, tidak boleh meninggalkannya
setelah jual beli khawatir memilih untuk membatalkannya. Adapun maksud
Istiqalah disini berupa pembatalan jual beli orang yang menyesal. Dan mereka
mengartikan makna tidak halal dengan suatu kebencian, karena tidak sesuai
dengan akhlak baik dan perilaku seorang muslim dalam bersosialisasi bukan
karena khawatir memilih yang dibatalkan diharamkan.[17]
IV. penjelasan dan fiqh alhadis
A. Pengertian al-Khiyar
Kata al-khiyar dalam bahasa arab
berarti pilihan. Pembahasan al-khiyar dikemukakan para ulama fiqh dalam
permasalahan yang menyangkut transaksi dalam bidang perdata khususnya transaksi
ekonomi, sebagai salah satu hak bagi kedua belah pihak yang melakukan transaksi
(akad) ketika terjadi beberapa persoalan dalam transaksi.[18]
Secara terminologis para ulama fiqh mendefinisikan al-khiyar dengan:
أَنْيَكُوْنَلِلْمُتَعَاقِدِالْخِيَارُبَيْنَإِمْضَاءِالْعَقْدِوَعَدَمِإِمْضَائِهِبِفَسْخِهِرفقالِلْمُتَعَاقِدَيْنِ.
Hak pilih bagi salah satu atau kedua belah pihak yang melaksanakan
transaksi untuk melangsungkan atau membatalkan transaksi yang disepakati sesuai
dengan kondisi masing-masing pihak yang melakukan transaksi.[19]
Hak khiyar ditetapkan syariat islam
bagi orang-orang yang melakukan transaksi perdata agar tidak dirugikan dalam
transaksi yang mereka lakukan, sehingga kemaslahatan yang dituju dalam suatu
transaksi tercapai dengan sebaik-baiknnya. Tujuan diadakan khiyar oleh syara’
berfungsi agar kedua orang yang berjual beli dapat memikirkan kemaslahatan
masing-masing lebih jauh, supaya tidak akan terjadi penyesalan di kemudian hari
karena merasa tertipu.[20]
Jadi, hak khiyar itu ditetapkan
untuk menjamin kerelaan dan kepuasan timbal balik pihak-pihak yang melakukan
jual beli. Meskipun dari satu segi memang khiyar ini tidak praktis karena mengandung arti
ketidakpastian suatu transaksi, namun dari segi kepuasan pihak yang melakukan
transaksi, khiyar menjadi jalan yang terbaik.
B. Macam-macam al-Khiyar
a.
Khiyar Majlis
Khiyar Majlis merupakanhak pilih
bagi kedua belah pihak yang berakad untuk membatalkan akad, selama keduanya
masih berada dalam majelis (tempat) akad dan belum berpisah badan. Artinya,
suatu transaksi baru dianggap sah apabila kedua belah pihak yang melaksanakan
akad telah berpisah badan atau salah seorang di antara mereka telah melakukan
pilihan untuk menjual dan atau membeli.[21]
b.
Khiyar Syarat
Yaitu hak pilih yang ditetapkan bagi salah satu pihak yang berakad atau
keduanya atau bagi orang lain untuk meneruskan atau membatalkan jual beli,
selama masih dalam tenggangan waktu yang ditentukan. Misalnya, pembeli
mengatakan “saya beli barang ini dari engkau dengan syarat saya berhak memilih
antara meneruskan atau membatalkan akad selama satu minggu.” [22]
c. Khiyar Aib
Khiyar aib merupakan suatu keadaan
yang membolehkan salah seorang yang berakad memiliki hak untuk membatalkan akad
atau menjadikannya ketika ditemukan aib (kecatatan) dari salah satu yang
dijadikan alat tukar-menukar yang tidak diketahui pemiliknya waktu akad, atau
sesuatu yang mengurangi nilai yang dijual.[23]
C.
Fiqih Hadits
1. Penetapan hak pilih di tempat bagi
penjual dan pembeli, untuk dilakukan pengesahan jual-beli atau pembatalannya.
2. Jika penjual dan pembeli sepakat untuk
membatalkan akad setelah akad disepakatai dan sebelum berpisah, atau keduanya
saling melakukan jual-beli tanpa menetapkan hak pilih bagi keduanya, maka akad
itu dianggap sah, karena hak itu mennjadi milik merka berdua, bagaimana
keduanya membuat kesepakatan, terserah kepada keduanya.
3. (Keutamaan dan anjuran bersikap jujur)
Jujur dalam muamalah dan menjelaskan keadaan barang dagangan merupakan sebab
barakah di dunia dan di akhirat, sebagaimana dusta, bohong dan menutup nutupi
cacat merupakan sebab hilangnya barakah. Hal ini dapat dirasakan secara nyata
di dunia. Orang orang yang sukses dalam bisnisnya dan yang laku barang dagangannya
ialah mereka yang jujur dalam muamalah yang baik.
4. Jual beli dapat terjadi (sah) selama
salah satu dari keduanya (baik pembeli maupun penjual) memberikan hak khiyarnya
dan melakukan transaksi atas dasar pemberian hak khiyar tersebut.
5.
Jual beli juga dapat terjadi
(sah) meskipun penjual dan pembeli berpisah asalkan kedua belah pihak (penjual
dan pembeli) tidak mengurungkan jual beli. Khiyar di anggap telah terjadi.
Para ulama saling berbeda pendapat tentang
penetapan hak pilih di tempat. Jumhur
ulama dari kalangan sahabat dan tabi’in serta imam menetapkan hak pilih di
tempat. Dia antara mereka adalah Ali bin
Abu Thalib, Ibnu Abas, Abu Hurairah, Abu Barzah, thawus, Sa’id bin Al-Musayyab,
Atha’, Al-Hasan Al Bashry, Asy-Sya’by, Az-Zuhry, Al-Auza’y, Al-Laits, sufyan
bin Uyainah, Asy-Syafi’y, Ahmad bin hambal, Ishaq, Abu Tsaur, Al-Bukhary dan
para muhaqqiq lainnya. Dalil mereka
adalah hadist-hadist shahih dan jelas maknanya.
Menurut Ibnu Abdil-Barr, hadist Abdullah bin Umar merupakan hadist yang
paling kuat dari hadist-hadist ahad.
Sedangkan Abu Hanifah, Malik dan mayoritas rekan mereka berdua tidak
menetapkan hak pilih di tempat. Mereka beralasan dengan beberapa hujjah yang
bertentangan dengan pengalaman hadist-hadist ini, namun hujjah-hujjah itu
lemah, yang kemudian di sanggah jumhur.
Di antara hujjah-hujjah yang lemah itu sebagai berikut:
1. Hadist ini bertentangan dengan pengalaman
penduduk Madinah, dan amal mereka dapat di jadikan hujjah.
2. Yang dimaksudkan al-mutabayi’any dalam
hadist di atas ialah dua orang (penjual dan pembeli) yang saling tawar-menawar.
3. Yang dimaksudkan perpisahan itu ialah
perpisahan perkataan antara penjual dan pembeli ketika dilakukan serah terima.[24]
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian hadits-hadits tentang
khiyar yang telah dibahas pada bab sebelumnya, penulis dapat menyimpulkan bahwa
di dalam transaksi jual beli yang sah penetapan hak pilih dilakukan di tempat
sebelum keduanya berpisah, penjual dan pembeli sama-sama memiliki hak khiyar
dan salah satu dari keduanya dapat memberikan hak khiyarnya untuk melakukan
transaksi atas dasar pemberian hak khiyar tersebut, serta transaksi jual beli
yang jujur (tidak menyembunyikan aib barang bagi penjual dan menyembunyikan
harga bagi pembeli) mengandung keberkahan bagi keduanya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul
Rahman. Fiqh Muamalah. Jakarta: Kencana. 2010.
Abdullah
bin Abdurrahman Al Bassam. Syarah Bulughul Maram, Vol. 4.Jakarta:
Pustaka
Azzam. 2006.
Ahmad
Mujahidin. Kewenangan dan Prosedur Penyelesaian Sengketa Ekonomi
Syariah
di Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia. 2010.
Faishal
bin Abdul Aziz al Mubarak. Terjemah Nailul Authar. Surabaya: Bina
Ilmu.
1993.
Kathur
Suhardi. Syarah Hadist Pilihan Bukhari Muslim Edisi Indonesia. Jakarta:
Darul
Falah. 2002.
Moh.
Mursyidi. “Analisis Hadits Al-Khiyar Menurut Perspektif Fiqh Al-Syafi’i
dan
Fiqh Al-Bhukari”. Tesis Doktor Falsafah. Universiti Malaya Kuala Lumpur. 2012.
Muhammad
bin Islmail Al-Amir Ash-Shan’ani. Subul As-Salam Syarah Bulughul
Maram.
Jakarta: Darus Sunnah Press. 2009.
Muhammad
bin Ismail al Ami. Subulu Salam Syarhu Bulughul Maram. Al-Azhar:
Darul
Bayan al Arabi. 2006.
Nasrun
Haroen. Fiqh Muamalah. Jakarta: Gaya Media Pratama. 2007.
Syekh
Abdulloh bin Abdurrahman Al Bassam.
Taudhihul Ahkam. Jakarta :
Pustaka
Azzam. 2006.
Sumber
lain:
http://ahlulhadist.wordpress.com/2007/09/05/al-laits-bin-sa%E2%80%99ad-wafat-175-h/,
diakses pada tanggal 20 maret 2014.
http://ahlulhadist.wordpress.com/2007/09/10/syubah-bin-al-hajjaj-wafat-160-h/diakses
tanggal 19 maret 2014.
http://ahlulhadist.wordpress.com/2007/10/01/ibnu-umar-abdullah-bin-umar-wafat-72-h/,
diakses pada tanggal 20 maret 2014.
http://faqihregas.blogspot.com/2010/05/blog-post_7015.html,
diakses pada tanggal 20 maret 2014.
http://gazahilmi.blogspot.com/2011/03/biografi-para-mufasir-kalanagn-tabiin.html,
diakses pada tanggal 19 maret 2014.
http://jalanparasahabat.blogspot.com/2011/03/abdullah-bin-al-harits.html,
diakses pada tanggal 19 maret 2014.
http://www.scribd.com/doc/47882970/Contoh-kritik-sanad,
diakses pada tanggal 20 maret 2014
[1] Kathur
Suhardi, Edisi Indonesia: Syarah Hadist Pilihan Bukhari Muslim, (Jakarta: Darul
Falah, 2002), hlm. 580.
[3] Moh. Mursyidi, “Analisis Hadits Al-Khiyar Menurut Perspektif Fiqh
Al-Syafi’i dan Fiqh Al-Bhukari”, (Tesis Doktor Falsafah, Universiti Malaya
Kuala Lumpur, 2012), hlm. 199.
[4] http://ahlulhadist.wordpress.com/2007/09/10/syubah-bin-al-hajjaj-wafat-160-h/diakses
tanggal 19 maret 2014.
[5] http://gazahilmi.blogspot.com/2011/03/biografi-para-mufasir-kalanagn-tabiin.html,
diakses pada tanggal 19 maret 2014
[6] http://jalanparasahabat.blogspot.com/2011/03/abdullah-bin-al-harits.html,
diakses pada tanggal 19 maret 2014
[8] Faishal bin Abdul Aziz al Mubarak, Terjemah Nailul Authar, (
Surabaya: Bina Ilmu, 1993), hlm. 1718.
[9] http://ahlulhadist.wordpress.com/2007/10/01/ibnu-umar-abdullah-bin-umar-wafat-72-h/,
diakses pada tanggal 20 maret 2014
[10] http://ahlulhadist.wordpress.com/2007/09/05/al-laits-bin-sa%E2%80%99ad-wafat-175-h/,
diakses pada tanggal 20 maret 2014
[13] ] Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam, Syarah Bulughul Maram, Vol. 4
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2006), hlm. 378.
[14] Muhammad bin Ismail al Amir, Subulu Salam Syarhu Bulughul Maram,(
Al-Azhar:Darul Bayan al Arabi,
2006),Hlm. 807
[15] Muhammad bin Islmail Al-Amir Ash-Shan’ani, “Subul As-Salam Syarah
Bulughul Maram” Alih Bahasa oleh Muhammad Isnan, dkk (Jakarta: Darus Sunnah
Press, 2009), hlm. 388
[24] Syekh Abdulloh bin Abdurrahman Al Bassam, Taudhihul Ahkam (Jakarta : Pustaka Azzam,
2006) hlm. 584.
Subscribe to:
Posts (Atom)