Blog Archive

Thursday, April 27, 2017

Silaturrahim Nama : Nurkholis Nim : 933802715



Nama              : Nurkholis
Nim                 : 933802715
Matkul            : Hadits 3

Silaturrahim
Marilah kita bertakwa kepada Allah Ta’ala. Takwa yang juga dapat mengantarkan kita pada kebaikan hubungan dengan sesama manusia, terutama  sesama muslim agar semakin kokoh kekuatan agama kita. Silaturrahim sendiri dibagi menjadi beberapa tingkatan, yang berhubungan dengan nasab, dengan tetangga, dan sesama muslim.
Terkait hubungan nasab, ada hak-hak yang harus kita penuhi berdasarkan tingkatannya. Menjaga hubungan baik dengan kerabat ada haknya, akan tetapi haknya saudara mahram lebih kuat dibandingkan haknya kerabat atau handa taulan. Dan haknya orangtua lebih kuat dari pada haknya saudara mahram.
Menurut rukun bertetangga ada haknya juga bergantung jarak dekat atau jauhnya, tetangga yang dekat haknya lebih kuat dibandingkan yang jauh. Akan tetapi tetangga yang masih ada nasab lebih diutamakan haknya dibandingkan tetangga yang tidak ada nasabnya.
Untuk hak sesama muslim, kita perlu juga untuk menjaganya bukan malah mencari dalih lain untuk menghindarnya dengan berpedoman tak kenal maka tak sayang.
Silaturrahim adalah menyambung kembali tali hubungan yang sempat terputus antar keluarga, saudara, atau kerabat karena ada sebab-sebab tertentu yang membuat jarak diantara keduanya. Bisa dikarenakan karena jarak tempat  yang menyebabkan kita jarang berjumpa sehingga perlu ada kunjungan untuk merekatkannya atau bisa dikarenakan ada suatu problem perpecahan atau pertengkaran.
Banyak cara untuk menyambung tali silaturahim. Misalnya dengan cara saling berziarah (berkunjung), saling memberi hadiah, atau dengan pemberian yang lain. Sambunglah silaturahim itu dengan berlemah lembut, berkasih sayang, wajah berseri, memuliakan, dan dengan segala hal yang sudah dikenal manusia dalam membangun silaturahim. Dengan silaturahim, pahala yang besar akan diproleh dari Allah Azza wa Jalla. Silaturahim menyebabkan seseorang bisa masuk ke dalam surga. Silaturahim juga menyebabkan seorang hamba tidak akan putus hubungan dengan Allah di dunia dan akhirat.
Disebutkan dalam Shahîh al-Bukhâri dan Shahîh Muslim, dari Abu Ayyûb al-Anshârî:
أَنَّ رَجُلًا قَالَ : يا رَسُولَ اللَّهِ أَخْبِرْنِي بِمَا يُدْخِلُنِي الْجَنَّةَ وَيُبَاعِدُنِي مِنَ النَّارِ فَقَالَ النَّبِيُّ : لَقَدْ وُفِّقَ أَوْ قَالَ لَقَدْ هُدِيَ كَيْفَ قُلْتَ ؟ فَأَعَادَ الرَّجُلُ فَقَالَ النَّبِيُّ : تَعْبُدُ اللَّهَ لَا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ وَتَصِلُ ذَا رَحِمِكَ فَلَمَّا أَدْبَرَ قَالَ النَّبِيُّ : إِنْ تَمَسَّكَ بِمَا أَمَرْتُ بِهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Bahwasanya ada seseorang berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Wahai Rasulullah, beritahukan kepadaku tentang sesuatu yang bisa memasukkan aku ke dalam surga dan menjauhkanku dari neraka,” maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh dia telah diberi taufik,” atau “Sungguh telah diberi hidayah, apa tadi yang engkau katakan?” Lalu orang itupun mengulangi perkataannya. Setelah itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Engkau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu pun, menegakkan shalat, membayar zakat, dan engkau menyambung silaturahmi”. Setelah orang itu pergi, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika dia melaksanakan apa yang aku perintahkan tadi, pastilah dia masuk surga”.
Silaturahmi juga merupakan faktor yang dapat menjadi penyebab umur panjang dan banyak rizki. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ أَوْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Barang siapa yang ingin dilapangkan rizqinya dan dipanjangkan umurnya maka hendaklah ia menyambung tali silaturrahim.”(Muttafaqun ‘Alaih)
Nabi saw. Juga bersabda:

الرَّحِمُ مُعَلَّقَةٌ بِالْعَرْشِ تَقُولُ مَنْ وَصَلَنِي وَصَلَهُ اللَّهُ وَمَنْ قَطَعَنِي قَطَعَهُ اللَّهُ
Ar-Rahim itu tergantung di ‘arsy, ia berkata: “Barang siapa yang menyambungku, maka Allah akan menyambungnya. Dan barang siapa yang memutusku, maka Allah akan memutus hubungan dengannya.”(Muttafaqun ‘Alaih)
Nabi saw.juga bersabda:
لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ وَلَكِنْ الْوَاصِلُ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا
“Orang yang menyambung silaturrahim itu bukanlah yang menyambung hubungan yang sudah terjalin, akan tetapi orang yang menyambung silaturrahim ialah orang yang menjalin kembali hubungan kekerabatan yang sudah terputus.”(muttafaqun ‘alaih)
Begitu pula firman Alloh:
وَالَّذِينَ يَنْقُضُونَ عَهْدَ اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مِيثَاقِهِ وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ ۙ أُولَٰئِكَ لَهُمُ اللَّعْنَةُ وَلَهُمْ سُوءُ الدَّار
“Orang-orang yang merusak janji Alloh setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Alloh perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan dibumi, Orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (jahannam). (Ar-ra’d /13:25)
Oleh karena itu, tetap sambungkanlah tali silaturahim. Berhati-hatilah dari memutuskannya. Masing-masing kita akan datang menghadap Allah dengan membawa pahala bagi orang yang menyambung tali silaturahim. Atau ia menghadap dengan membawa dosa bagi orang yang memutus tali silaturahim. Marilah kita memohon ampun kepada Allah Ta’ala, karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Amal Ma'ruf Nahi Mungkar Nama : Ahmad syauqi kafabih NIM : 933804115



Nama : Ahmad syauqi kafabih
NIM : 933804115
Prodi : Ilmu Al- Qur'an dan Tafsir

Amal Ma'ruf Nahi Mungkar
عَنْ اَبِيْ سَعِيْدِ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ قَالَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإيْمَانِ (روه المسلم
Artinya : Dari Abu Sa’id Al Khudri ra, ia berkata saya telah mendengar Rasulullah saw berabda: Barang siapa diantara kalian yang melihat kemungkaran maka ubahlah kemungkaran tersebut dengan tangannya jika tidak mampu maka dengan lisanni, jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan itulah selemah selamahnya iman.  )HR.muslim)
مِنْكُمْ : di antara kamu
لَمْ يَسْتَطِع : tidak mampu
مُنْكَرً : kejahatan
بِلِسَانِهِ : maka dengan lidahnya

 Syarah Hadist
1.      Nabi Muhammad SAW menyuruh kita untuk mengubah kemungkaran. kemungkaran tersebut harus di ubah agar berganti menjadi kebaikan sesuai dengan kadar kemampuan kita .
2.      Mencegah kemungkaran bisa dilakukan dengan tiga hal, yaitu menggunakan kekuasaan(tangan) secara lisan dan lewat hati.
3.      Mencegah kemungkaran adalah bagian dari cabang iman sedang iman bisa bertambah dan berkurang sesuai dengan kondisi seseorang dalam melaksanakan perintah syariat. Semakin banyak melakukan kebijakan maka iman pun semakin kuat, sebaliknya semakin banyak melakukan maksiat maka iman pun semakin rapuh.
Hadis di atas menjelaskan tentang perintah untuk mencegah kemungkaran. Kemungkaran-kemungkaran yang biasa kita saksikan dalam masyarakat hendaknya dirubah menjadi kebaikan yang bermanfaat sesuai dengan kemampuan kita, karena semua orang memiliki tugas untuk melakukan hal tersebut. Jika kita melihat kemungkaran kita bisa mengubahnya dengan menggunakan kekuasaan yang kita miliki atau memberikan nasihat lisan. Namun jika ternyata tidak mampu mengubahnya dengan dua hal tersebut, maka kita harus membetengi diri kita agar tidak terlibat dalam kemungkaran tersebut. Artinya hati kita harus senantiasa berharap untuk dapat mengubah kemungkaran itu menjadi kebajikan dan jangan samapi membenarkan kemungkaran tersebut. Siap saja orang yang dapat memerangi kemungkaran adalah orang yang beriman. Oleh  sebab itu manusia diharuskan selalu menyuru kepada kebaikan dan mencegah yang mungkar agar dapat mempertebal keimanannya.

 Keutamaan mengajak kebaikan

عَنْ أًبى هُرَيْرَةَ رَضيَ اللهُ عَنْهُ قَال: قاَلَ رَسُوْلُ الله ص.م :مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنْ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا. (رواه مسلم ومالك وأبو داود والترمذى)
Artinya“ Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah saw. Bersabda, “ Barang siapa yang mengajak kepada kebaikan, maka baginya pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya tanpa dikurangi dari mereka sedikit pun dan barang siapa yang mengajak kepada kesesatan, maka baginya dosa sebagaimana dosanya orang yang mengikutinya tanpa dikurangi dari mereka sedikitpun.”(HR. Muslim, Malik, Abu Dawud dan Tirmidzi)
الأَجُوْرُ : pahala
دَعَا : mengajak
هُدَى إِلىَ : kepada petunjuk kebaikan
اِتَّبَعَ : mengikuti
Syarah Hadist
Hadis di atas menjelaskan bahwa orang yang mengajak kepada kebaikan akan mendapat pahala orang yang mengerjakan ajakannya tanpa dikurangi sedikitpun. Begitu pula orang yang mengajak kepada kesesatan akan mendapat dosa besar dosa orang yang mengerjakan ajakannya tanpa dikurangi sedikitpun. Tidak diragukan lagi bahwa hadis tersebut merupakan berita gembira bagi mereka yang suka mengajak orang lain untuk mengerjakan kebaikan Allah Swt. Memberikan penghargaan tinggi bagi mereka yang suka mengajak kepada kebaikan. Tentu saja bila ajakan tersebut didasari keikhlasan, bukan untuk mencari materi atau kekuasaan dunia.
Adapun bagi mereka yang suka mengajak kepada kejelekan dan kesesatan, mereka akan mendapatkan dosa sebesar dosa orang-orang yang mengerjakan ajakannya walaupun dia sendiri tidak berbuat. Kalau dia mengajak orang lain untuk membunuh atau mencuri, misalnya, dia pun akan mendapat dosa sama dengan orang yang membunuh atau mencuri meskipun dia sendiri tidak melakukannya.

BERPIKIR DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN



BERPIKIR DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Tafsir Psikologi
Dosen Pengampu :Qoidatul Marhummah M.Th.I.
Stain Kediri Warna

KELOMPOK 11:
1.     FERINE ARTAMEFITRIA ADHITAMA     (933411916)
2.     DWI INTAN PRAMESTI ROSA                          (933410216)
3.     NANING SANIYATUL HANIYAH           (933411816)
4.     ULFATUL AZIZAH                                             (933411316)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI ISLAM
JURUSAN USHULUDDIN
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KEDIRI
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun pokok bahasan yang dikaji dalam makalah ini adalah tentang ”BERFIKIR” yang bertujuan untuk melengkapi tugas mata kuliah Tafsir Psikologi.Dalam penyusunan makalah ini penulis mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak yang turut berpartisipasi langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian makalah ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu Qoidatul Marhummah. M.Th.I.
Selaku Dosen Pembimbing yang telah setia memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan dan selama penyusunan makalah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan mahasiswa/i teman sejawat yang turut memberikan dukungan baik berupa materil maupun moril.Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih terdapat berbagai kekurangan dan kesilapan baik dalam hal penulisan maupun isi. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca sekalian yang bersifat membangun yang bisa menjadi bahan acuan dan pertimbangan bagi penulis untuk kesempurnaan makalah ini dikemudian harinya.
Harapan penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian umumnya dan bagi penulis khususnya.


Kediri, Maret 2017


Penulis,
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................... 1
DAFTAR ISI        ................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang ......................................................................... 3
B.     Rumusan Masalah .................................................................... 3
C.     Tujuan Penulisan....................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Berpikir.................................................................... 5
B.     Macam-macam Berpikir............................................................ 5
C.     Bagaimana berpikir dalam perspektif dalam Al-Quran............. 6
D.    Langkah-langkah berpikir dalam mengatasi masalah................ 7
E.     penelitian eksperimental.......................................................... 10
F.      beberapa kekeliruan berpikir ................................................... 12
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan ............................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 18




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Manusia dan hewan sama-sama mempunyai kemampuan persepsi indrawi.Akan tetapi, manusia berbeda dengan hewan berkat akal yang dianugerahkan Allah SWT.Kepadanya serta kemampuan berpikir yang membuat manusia dapat mengkaji dan meneliti berbagai perkara dan peristiwa, menarik kesimpulan secara induktif, serta membuat kesimpulan secara deduktif.Kemampuan manusia untuk berpikir inilah yang menjadikannya pantas melaksanakan tugas ibadah serta memikul tanggung jawab ikhtiar dan kehendak.Itulah yang membuat manusia layak mengemban kekhalifanan di bumi.
Informasi-informasi yang diperoleh anak melalui persepsi indrawi pada fase pertama kehidupannya membentuk bahan yang selanjutnya ia pergunakan dalam berpikir. Ia akan mendapatkan informasi-informasi itu dalam memorinya, membayangkan informasi-informasi itu, memperbandingkan satu sama lain, menyusunnya dengan cara baru yang akan membantunya dalam menyikap informasi-informasi baru. Informasi-informasi baru yang dapat dicapai manusia melalui proses berpikir itu akan dipadukan dengan simpanan informasi-informasi terdahulu.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian berpikir?
2.      Sebutkan dan jelaskan  macam-macam berpikir?
3.      Bagaimana berpikir dalam perspektif Al-Quran?
4.      Bagaimana langkah-langkah berpikir dalam mengatasi masalah?
5.      Bagaimana penelitian eksperimental?
6.      Sebutkan beberapa kekeliruan berpikir?


C.    Tujuan
1.      Mengetahui pengertian berpikir.
2.      Mengetahui macam-macam berpikir.
3.      Mengetahui bagaimana berpikir dalam perspektif dalam Al-Quran/
4.      Mengetahui langkah-langkah berpikir dalam mengatasi masalah.
5.      Mengetahui penelitian eksperimental.
6.      Mengetahui kekeliruan berpikir.














BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Berpikir
Suatu kegiatan mental yang melibatkan kerja otak. Akan tetapi fikiran manusia, walaupun tidak bisa dipisahkan dari aktifitas kerja otak lebih dari sekedar  kerja organ tubuh yang disebut otak. Kegiatan berpikir juga melibatkan seluruh pribadi manusia dan juga melibatkan diri pada objek tertentu, menyadari kehadirannya seraya secara aktif menghadirkannya dalam fikiran kemudian mempunyai gagasan atau wawasan tentang objek tersebut.Berpikir juga berarti berjerih payah secara mental untuk memahami atau mencari jalan keluar dari persoalan yang dihadapi. Dalam berpikir juga termuat kegiatan meragukan dan memastikan, merancang, menghitung, mengukur, mengevaluasi,  membandingkan, menggolongkan, memilah-milah atau membedakan, menghubungkan, menafsirkan melihat kemungkinan-kemungkinan yang ada. Membuat analisis dan sintesis menalar atau menarik kesimpulan dan premis-premis yang ada, menimbang dan memutuskan.

B.     Macam-macam Berpikir
1.      Berpikir Deduktif
Merupakan sifat deduksi. Sebagai suatu istilah dalam penalaran, deduksi merupakan proses berfikir (penalar) yang bertolak dari proposisi yang sudah ada , menuju proposisi baru yang berbentuk suatu kesimpulan. Contoh:
semua manusia akan mati (kesimpulan umum),
Socrates adalah manusia (kesimpulan khusus)
Jadi, Socrates akan mati ( kesimpulan deduksi)
2.      Berpikir Induktif
Artinya bersifat induksi. Merupakan proses berpikir yang bertolak dari satu atau sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu kesimpulan .berpikir induktif ialah menarik suatu kesimpulan umum dari berbagai kejadian (data) yang ada di sekitarnya. Contoh:
Seorang guru mengadakan eksperimen-eksperimen menanam biji-bijian bersama murid-muridnya; jagung ditaman tumbuh keatas; kacang tanah ditanam, tumbuhnya keatas pula; kacang merah ditanam dengan mata lembaganya disebelah bawah tumbuhnya keatas pula; biji-biji yang lain demikian pula. Kesimpulannya: semua batang tanaman, tumbuhnya keatas mencari sinar matahari.

3.      Berpikir Evaluatif
Ialah berpikir kritis, menilai baik buruknya,tepat atau tidaknya suatu gagasan. Dalam berpikir evaluatif, kita tidak menambah atau mengurangi gagasan.Kita menilainya menurut kriteria tertentu. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi jalannya berfikir itu antara lain yaitu bagaimana seseorang melihat atau memahami masalah tersebut, situasi yang tengah dialami seseorang dan situasi luar yang dihadapi, pengalamn-pengalaman orang tersebut serta bagaimana intelegensi orang itu.

C.    Berpikir Dalam Perspektif Al-Qur’an
Secara terus-menerus, manusia akan melakukan proses penyusunan informasi-informasi lama serta menyingkap informasi-informasi dan hakikat-hakikat yang baru. Hal ini merupakan dasar perkembangan penelitian ilmiah sepanjang masa sejarah yang berbeda.Hal ini juga merupakan sebab terjadinya kemajuan yang berkesinambungan dalam ilmu-ilmu murni dan terapan.Secara jelas, al-qur’an mengajak manusia untuk berpikir. Allah swt berfirman:
قُلْ إِنَّمَا أَعِظُكُم بِوَاحِدَةٍ أَن تَقُومُوا لِلَّهِ مَثْنَى وَفُرَادَى ثُمَّ تَتَفَكَّرُوا مَا بِصَاحِبِكُم مِّن جِنَّةٍ إِنْ هُوَ إِلَّا نَذِيرٌ لَّكُم بَيْنَ يَدَيْ عَذَابٍ شَدِيدٍ -٤٦
Artinya: “ katakanlah sesungguhnya aku hendak memperingatkan kalian dengan suatu hal saja, yaitu supaya kalian menghadap allah (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri, kemudian kalian menerungkan. (QS.Saba’ 34:46).”
            Allah swt mendorong manusia untuk memikirkan alam, memperhatikan fenomena-fenomena alam yang beragam serta merenenungkan keindahan ciptaan-ciptaan-Nya dan keterpaduan sistem-Nya.Allah swt juga mendorong manusia untuk memperoleh ilmu pengetahuan tentang hukum-hukum Allah disemua bidang ilmu pengetahuan yang beragam.Dorongan untuk mengadakan observasi, berpikir, meneliti, dan memperoleh ilmu tersebut, kita temukan itu pada banyak tempat pada al-qur’an. Allah berfirman:
قُلْ سِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانظُرُوا كَيْفَ بَدَأَ الْخَلْقَ ثُمَّ اللَّهُ يُنشِئُ النَّشْأَةَ الْآخِرَةَ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ -٢٠
Artinya; “ katakanlah, berjalanlah kalian di bumi, lalu perhatikanlah bagaimana Dia memulai penciptaan kemudian allah menjadikannya sekali lagi.sesungguhnya allah maha kuasa atas segala sesuatu. (QS.Al-Ankabut 29:20).” 

D.    Langkah-langkah Berpikir dalam Mengatasi Masalah
Dalam kehidupan manusia akan ditemui banyak masalah yang perlu diatasi. Setiap pertanyaan yang ditujukan manusia kepada dirinya dan ia tidak mengetahui jawabannya dipandang sebagai masalah. Manusia dituntut untuk menjawab banyak situasi yang dianggap sebagai masalah. Masalah itu timbul manakala manausia mempunyai tujuan tertentu yang ingin diwujudkannya, tetapi ia tidak mengetahui cara yang dapat ditempuh untuk menggapai tujuan itu. Kita dapat meringkas langkah-langkah berfikir dalam mengatasi masalah sebagai berikut:
1.      Merasakan adanya masalah
Berpikir dimulai ketika manusia merasa ada masalah yang berkaitan dengan dirinya. Manusia akan merasakan sebuah motivasi kuat yang mendorongya untuk mengatasi masalah tersebut untuk mencapai tujuan yang ingin direalisasikannya. Merasakan adanya masalah adalah langkah awal dalam proses berfikir.

2.      Mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan objek masalah
Ketika merasakan ada masalah, seseorang akan memeriksa objek masalah dari berbagai aspek supaya bisa dipahami dengan baik. Ia akan mengumpulkan semua informasi dan data yang berkaitan dengan masalah itu. Ia juga akan memeriksa semua informasi dan data itu untuk mengetahui tingkat kesesuaiannya atau ketidaksesuaiannya dengan objek masalah. Informasi dan data yang sesuai akan di pakai, sedangkan yang tidak sesuai akan dijauhkan. Semua informasi dan data yang sesuai dengan objek masalah itu akan membantu memperjelas, memahami, dan membatasi masalah dengan akurat. Hal ini dipersiapkan untuk membuat hipotesis-hipotesis dalam memecahkan masalah itu.

3.      Membuat hipotesis
Pada saat mengumpulkan berbagai informasi dan data yang berhubungan dengan objek permasalahan, terbetiklah didalam benak seseorang beberapa kemungkinan pemecahan masalah atau beberapa hipotesis.Hipotesis adalah pemecahan yang di usulkan untuk mengatasi masalah.

4.      Menguji hipotesis
Tatkala seseorang menyusun hipotesis untuk mengatasi suatu masalah, ia akan menguji dan mempertanyakan hipotesis tersebut sesuai dengan informasi dan data yang ada. Ini di maksudkan untuk mempertegas kesesuaiaan dan kecocokan dalam penyelesaian masalah.Adakalanya hipotesis yang di buat tidak cocok dan tidak sesuai dengan beberapa informasi dan kenyataan tentang objek masalah. Jika demikian, ia akan menyingkirkan hipotesis tersebut. Sesudah itu, ia akan menyusun hipotesis baru seraya menguji dan mempertanyakan, sebagaimana yang di lakukan pada hipotesis pertama. Terkadang hipotesis tersebut juga di singkirkan. Proses ini terus berlanjut sampai ia menemukan hipotesis yang dapat diterima serta sesuai dengan informasi dan kenyataan objek masalah. Selain itu, tentunya sesuai juga untuk memecahkan masalah tersebut.

5.      Memverifikasikan kebenaran hipotesis
Setelah menyingkirkan hipotesis yang tidak sesuai dan memperoleh hipotesis yang sesuai untuk memecahkan masalah, seseorang akan menghimpun data-data lainnya dan mengadakan observasi atau eksperimen untuk meyakinkan hipotesis tersebut.
Al-quran membantu kita dengan memberikan contoh yang jelas prihal langkah-langkah yang mesti dijalani dalam proses berfikir untuk memecahkan berbagai masalah. Contoh tersebut dapat kita temukan pada kisah Ibrahim a.s. dan metode yang ditempuhnya dalam berfikir untuk sampai pada pengetahuan tentang tuhan yang maha agung lagi maha kuasa yang telah menciptakan alam semesta.
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لأَبِيهِ آزَرَ أَتَتَّخِذُ أَصْنَاماً آلِهَةً إِنِّي أَرَاكَ وَقَوْمَكَ فِي ضَلاَلٍ مُّبِينٍ -٧٤- وَكَذَلِكَ نُرِي إِبْرَاهِيمَ مَلَكُوتَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَلِيَكُونَ مِنَ الْمُوقِنِينَ -٧٥- فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ اللَّيْلُ رَأَى كَوْكَباً قَالَ هَـذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لا أُحِبُّ الآفِلِينَ -٧٦- فَلَمَّا رَأَى الْقَمَرَ بَازِغاً قَالَ هَـذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَئِن لَّمْ يَهْدِنِي رَبِّي لأكُونَنَّ مِنَ الْقَوْمِ الضَّالِّينَ -٧٧- فَلَمَّا رَأَى الشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هَـذَا رَبِّي هَـذَا أَكْبَرُ فَلَمَّا أَفَلَتْ قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي بَرِيءٌ مِّمَّا تُشْرِكُونَ -٧٨- إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ حَنِيفاً وَمَا أَنَاْ مِنَ الْمُشْرِكِينَ -٧٩-
Artinya : “ Dan (ingatlah) ketika ibrahim berkata kepada bapaknya, azar, ‘apakah engkau menjadikan berbala-bala sebagai tuban-tuban? sesungguhnya aku melihat engkau dan kaummu dalam kesesatan yang nyata. ‘dan demikianlah kami memperlihatkan kepada Ibrahim kerajaan langit dan bumi, dan (Kami memperlihatkannya) subaya Ibrahim termasuk orang-orang yang yakin. Ketika malam telah menjadi gelap, dilihatnya bintang, dia berkata, ‘ inilah tuhanku’ namun tatkala bintang itu tenggelam, dia berkata, ‘ Aku tidak menyukai yang tenggelam.’ Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit, dia berkata, ‘inilah tuhanku.’Namun, tatkala bulan itu terbenam, dia berkata, ‘sungguh jika Rabb-ku tidak memberi aku pentunjuk pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.’Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata, ‘inilah tuhanku.ini lebih besar.Namun, tatkala matahari itu terbenam, dia berkata, ‘hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian persekutukan.’Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku kepada (Tuhan) yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar dan tidaklah aku termasuk orang-orang musyrik.
E.     Penelitian Eksperimental
Kita temukan juga dalam Al-Quran dasar-daar metodelogi penelitian eksperimen untuk memverifikasikan keshahihan informasi serta untuk mencapai pengetahuan yang pasti berkenaan dengan permasalahan yang sedang diteliti.Al-Quran tak hanya mengajak kita untuk mengadakan observasi, kontemplasi, dan penelitian tentang berbagai fenomena alam, tetapi juga memberi kita dua contoh nyata berhubungan dengan penelitian eskperimental.
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ أَرِنِي كَيْفَ تُحْيِـي الْمَوْتَى قَالَ أَوَلَمْ تُؤْمِن قَالَ بَلَى وَلَـكِن لِّيَطْمَئِنَّ قَلْبِي قَالَ فَخُذْ أَرْبَعَةً مِّنَ الطَّيْرِ فَصُرْهُنَّ إِلَيْكَ ثُمَّ اجْعَلْ عَلَى كُلِّ جَبَلٍ مِّنْهُنَّ جُزْءاً ثُمَّ ادْعُهُنَّ يَأْتِينَكَ سَعْياً وَاعْلَمْ أَنَّ اللّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ -٢٦٠
Artinya: Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, ‘Rabbi, perlihatkanlah kepadaku, bagaimana engkau menghidupkan orang-orang mati. ‘ allah berfirman, ‘apakah kamu belum yakin?’ Ibrahim menjawab, ‘benar saya menyakininya, akan tetapi supaya hatiku tetap mantap (dalam keimanan). (QS.Al-baqarah:260).
Allah SWT tak menolak permohonan Ibrahim a.s yang ingin melihat eksperimen nyata mengenai bagaiman dia menghidupkan orang mati.Oleh karena itu, Allah mengabulkan permohonannya. Al-Quran mengemukakan pula peristiwa lain yang menepis keraguan qalbu seseorang bani Israil berkenaan dengan kebangkitan. Hal itu terjadi melalui penyaksian secara nyata dan actual yang menunjukkan proses kebangkitan. Al-Quran juga mengisyaratkan keharusan pembuktian dengan dalil dan bukti dalam setiap klaim rasional yang di buat manusia.
            Demikian pula Al-Quran mengisyaratkan keharusan pembuktian dengan dalil indrawi melalui observasi atau ekperimen.Al-Quran telah mengkritik orang-orang yang mengatakan bahwa malaikat adalah perempuan.Al-Quran meminta bukti indrawi yang mendukung kebenaran ucapan mereka. Bimbingan illahiah akan perlunya pembuktian dan pentingnya keyakinan melalui observasi ini telah meletakan dasar yang dipergunakan dalam penelitian eksperimental dikalangan para cendekiawan. Hal ini kemudian ditiru oleh para sarjana barat pada saat munculnya kebangkitan ilmu pengetahuan modern di Eropa.

F.     Beberapa Kekeliruan Berfikir
Sesunguhnya pemikiran itu memiliki peluang untuk salah.Kadang-kadang pemikiran itu menghaapi beberapa kendala yang dapat membuat pemikiran itu menyimpang dari jalan lurus serta meghalanginya sampai pada kebenaran. Apabila manusia tertimbun oleh banyak kendala berfikir, pikirannya akan mengalami staknasi. Akibatnya, ia pun tidak sanggup untuk menerima ide-ide dan pemikiran baru.
            Jika manusia sampai pada kondisi tersebut, cara berfikirnya pun menjadi kehilangan nilai dalam kehidupannya. Manusia tak lagi di pandang menunaikan tugas alamiahnya, yaitu membedakan antara yang hak dan batil dan antara yang baik dan buruk, menyingkap berbagai hakikat, meraih ilmu pengetahuan, memajukan manusia ke berbagai tingkatan kemajuan dan kesempurnaan.Jika pemikiran manusia tidak berfungsi dan mengalami staknasi, manusiapun menjadi kehilangan keunggulan mendasar dan membedakannya dari binatang, bahkan manusia dapat menjadi seperti binatang atau lebih sesat lagi.
أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلاً -٤٤
Artinya; “Ataukah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka mendengar atau memahami? Tiadalah mereka itu melainkan seperti hewan ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya,’’ (QS Al-Furqon:44).
Al-Quran menggambarkan kejumudan (stagnasi) berfikir itu dengan ungkapan penguncian, penyegelan, dan penutupan hati. Beberapa faktor-faktor yang menghalangi berfikir dan menyebabkan kejumudan berfikir adalah:


1.      Berpegang pada pemikiran-pemikiran lama
Berpegang pada pemikiran-pemikiran lama serta pada tradisi dan kebiasaan merupakan fase terpenting yang menyebabkan kejumudan berfikir serta keengganan menerima pemikiran-pemikiran baru yang ada di hadapannya.Biasanya, manusia cenderung berpegang pada pemikiran-pemikiran yang sudah akrab dengannya, dan juga pada kebiasaan-kebiasaan yang sudah berlaku dan diterima.
Menghilangankan kebiasaan dan pemikiran pemikiran lama pada manusia memerlukan tingkat kegigihan, dan tekat yang kuat.Demikian pula kemampuan merenungkan berbagai persoalan dalam kerangka berfikir analitis dan bebeas menilai yang memungkinkan manusia dapat membedakan kebeneran dan kebatilan, bukanlah persoalan yang mudah bagi kebanyakan manusia. Al- qur’an telah menerangkan banyak manusia semua (sejarah yang berpegang pada keyakinan dan peribadahan luhur mereka. Akibat nya mereka tidak dapat merenungkan keyakinan tauhid yang diserukan pada nabi dan rosul dengan pikiran yang bebas dari segala ikatan kebiasaan, tradisi kebiasaan dan pemikiran lama.Taklid kepada leluhur dan serta berpegang pada pemikiran, kebiasaan, dan tradisi mereka merupakan beberapa faktor penting yang menyebabkan kejumudan berfikir.Hal itu menyebabkan mereka untuk menanggalkan semua itu serta menerima agama tauhid yang didakwakan pada nabi dan rosul kepada mereka.
قَالُواْ أَجِئْتَنَا لِتَلْفِتَنَا عَمَّا وَجَدْنَا عَلَيْهِ آبَاءنَا وَتَكُونَ لَكُمَا الْكِبْرِيَاء فِي الأَرْضِ وَمَا نَحْنُ لَكُمَا بِمُؤْمِنِينَ -٧٨-
Artinya; “ mereka berkata, ‘ Apakah kamu dating kepada kami untuk memalingkan kami dari apa yang kami dapati dilakukan oleh para leluhur kami. (QS. Yunus:78).
2.      Ketakcukupan data
Tidaklah mudah bagi manusia untuk berfikir secara valid tentang suatu permasalahan tanpa memiliki data yang cukup dan informasi penting yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang difikirkan pemikirannya tidak akan sampai pada konklusi yang benar.
Manusia berbeda-beda dalam hal mengikuti kaida-kaidah logika yang benar dalam berfikir, berdebat, serta dalam mengeluarkan berbagai pemikiran dan keputusan. Dalam mengemukakan pikiran atau mengeluarkan keputusan, para ulama, filosof, dan orang-orang yang memiliki kecerdasan akan berupaya keras menghindari kesalahan yang timbul karena tak memiliki dali-dalil yang jelas yang dapat dijadikan sandaran dalam mengeluarkan pemikiran dan keputusan. Sebaliknya kebanyakan orang tidak terbiasa mengikuti kaidah-kaidah logika yang benar dalam berpikir.Akibatnya, mereka seringkali tergesa-gesa dalam mengemukakan pemikiran tentang berbagai persoalan tanpa memiliki data-data yang cukup.Mereka juga acapkali mengeluarkan berbagai keputusan sebelum terhimpun fakta-fakta yang jelas, yang dapat memperkuat validitas keputusan yang mereka keluarkan.
Tidak ditemukamnya data, informasi, dan fakta yang mencukupi merupakan faktor yang menyebabkan banyaknya kesalahan berfikir dikalangan manusia.Al-quran telah mengisyaratkan pentingnya mengetahui permasalahan supaya dapat sampai pada kebenaran tentang permasalahan tersebut.Al-quran melarang kita berbicara dan mengemukakan pemikiran tentang perkara-perkara yang tak kita miliki ilmunya.Sama halnya, Al-quran melarang kita mengikuti pendapat dan pemikiran yang kita dengar tanpa memiliki pengetahuan tentangnya serta tanpa dalil dan bukti yang kebenarannya jelas.
وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولـئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً -٣٦
            Artinya; “ Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak memiliki pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, pengelihatan, dan hati, semua itu akna dimintai pertanggung jawaban”. (QS Al-Isra’ :36).
3.      Bias emosi dan perasaan
Segala kecenderungan, motivasi, emosi, dan perasaan manusia akan memberikan pengaruh kepada pemikirannya dan membuatnya terjebak pada kesalahan-kesalahan parsialistik. Beberapa studi eksperimen modern dalam bidang psikologi telah mengungkapkan terjadinya kesalahn berpikir sebagai akibat bias emosi dan perasaan.
Salah satu eksperimen tersebut menyodorkan beberapa bukti silogistik pada sejumlah mahasiswa.Mereka diminta untuk menjelaskan suatu konklusi yang dianggap logis dari dua buah premis dalam silogisme.Separuh bukti silogistik ini berhubungan dengan berbagai persoalan hidup yang biasa, sedangkan separuhnya lagi berhubungan dengan persoalan-persoalan yang biasanya memengaruhi emosi. Kesimpulan eksperimen tersebut antara lain membuktikan bahwa semua mahasiswa terjebak dalam sejumlah kesalahan berkaitan dengan bukti-bukti memengaruhi emosi. Kesalahan itu lebih banyak daripada kesalahan yang mereka buat pada bukti-bukti lain yang biasa dan tidak memengaruhi emosi. Kesimpulan eksperimen tersebut menjelaskan bahwa kondisi emosional dan persaan kita berpengaruh terhadap pemikiran kita serta cenderung menimbulkan bias dan jebakan kesalahan dalam membuat keputusan.
Al-Quran telah mengisyaratkan pengaruh hawa nafsu terhadap manusia serat penyimpangan berfikir yang ditimbulkan dalam menentukan sikap yang benar.Akibatnya, ia menjadi tersesat dan tidak dapat membedakan antara kebenaran dan kebatilan, kebaikan dan keburukan, serta petunjuk dan kesesatan.
فَإِن لَّمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَاءهُمْ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِّنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ -٥٠
Artinya: “akan tetapi, jika mereka tidak memberiksn jawaban kepada kamu, maka ketahuilah, sesungguhnya mereka hanya memperturutkan hawa nafsu mereka. Dan siapakah yang lebih sesat ketimbang orang yang memperturutkan hawa nafsunya tanpa dasar petunjuk dari Allah.Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang dzalim.” (Q.S Al-Qashas: 50).













BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pengertian Berpikir yaitu suatu kegiatan mental yang melibatkan kerja otak.Berpikir juga berarti berjerih payah secara mental untuk memahami atau mencari jalan keluar dari persoalan yang dihadapi.Membuat analisis dan sintesis menalar atau menarik kesimpulan dan premis-premis yang ada, menimbang dan memutuskan.Macam-macam Berpikir :Berpikir Deduktif, Berpikir Induktif, Berpikir Evaluatif. Adapun langkah-langkah berfikir dalam mengatasi masalah sebagai berikut:Merasakan adanya masalah, Mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan objek masalah, Membuat hipotesis. Hipotesis adalah pemecahan yang di usulkan untuk mengatasi masalah.,Menguji hipotesis, Memverifikasikan kebenaran hipotesis.













DAFTAR PUSTAKA
Najati, Muhammad Usman. 2005. Psikologi dalam Al-Qur’an. Bandung: Pustaka Setia.