Blog Archive

Monday, November 21, 2016

IAT3 HADIS RIWAYAH DAN DIRAYAH Krisna Bayuaji Syahputra (933800815)



HADIS RIWAYAH DAN DIRAYAH
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Ulumul Hadis 2”
Dosen pengampu:
Qoidatul Marhumah. M.Th.I.




 

                                                                                                                  


Disusun Oleh:
Krisna Bayuaji Syahputra (933800815)

JURUSAN USHULUDDIN
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI
2016




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Mempelajari proses belajar mengajar hadis merupakan ilmu pengetahuan yang penting dalam kehidupan kita, karena hadis merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an. Hadis merupakan ilmu pengetahuan yang membicarakan cara-cara persambungan hadis sampai kepada Rasulullah SAW. dari segi hal ihwal para perawinya, yang menyangkut kedhabitan dan keadilannya dan dari segi bersambung dan terputusnya sanad dan sebagainya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengertian ilmu hadis riwayah?
2.      Bagaimana pengertian ilmu hadis dirayah?
3.      Apa saja manfaat mempelajari ilmu hadis riwayah?
4.      Apa saja manfaat mempelajari ilmu hadis dirayah?

C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian ilmu hadis riwayah !
2.      Untuk mengetahui pengertian ilmu hadis dirayah !
3.      Untuk mengetahui manfaat mempelajari ilmu hadis riwayah !
4.      Untuk mengetahui manfaat mempelajari ilmu hadis dirayah !






BAB II
PEMBAHASAN
1.      Ilmu Hadis Riwayah
a.       Pengertian
Jumhur Ulama’ memberikan batasan tentang definisi hadis riwayah, ialah : suatu ilmu yang digunakan untuk mengetahui sabda-sabda Nabi perbuatan Nabi taqrir-taqrir Nabi dan sifat-sifat beliau.[1]
Ibn al-Akfani, sebagaimana dikutip oleh Al-Suyuti, mengatakan bahwa yang dimakhsud ilmu hadis riwayah adalah : “ilmu pengetahuan yang mencakup perkataan dan perbuatan Nabi SAW. baik peeriwayatannya, maupun penulisannya, meupun penulisan atau pembukuan lafadz-lafadznya”.
b.    Objek kajian
 Ilmu Hadits Riwayah adalah diri Nabi saw. baik dari segi perkataan, perbuatan, maupun persetujuan beliau yang diriwayatkan secara teliti dan berhati-hati, tanpa membicarakan shahih atau tidaknya. Dengan demikian ilmu hadits riwayah mempelajari periwayatan yang mengakumulasi apa, siapa dan dari siapa berita itu diriwayatkan tanpa mempersyaratkan shahih atau tidaknya suatu periwayatan.[2] Sedangkan menurut Al-Suyuti objek kajian ilmu hadis riwayah adalah bagaimana cara menerima, menyampaikan kepada orang lain, dan memindahkan atau mendewakan. Dalam menyampaikan dan membukukan hadis hanya disebutkan apa adanya, baik yang berkaitan dengan matan maupun sanadnya. Ilmu ini tidak membicarakan tentang syadz (kejanggalan) dan Illat (kecacatan) matan hadis. Demikian ilmu ini tidak membahas tentang kualitas para perawi, baik keadilan, kedabitan, atau fasikannya.
Adapun faedah mempelajari ilmu hadis riwayah adalah untuk menghindari adanya penukilan yang salah dari sumbernya yang pertama, yaitu Nabi SAW.
Adapun pendiri ilmu hadis Riwayah adalah Muhammadbi Syihab Az-Zuhry, yakni orang pertama yang melakukan penghimpunan ilmu hadis riwayah secara formalberdasarkan instruksi khalifah Umar bin A bdul Aziz. Kemudian jejak-jejak az-zuhry dilanjutkan ulama’-ulama’ hadis yang lain, seperti al-Bukhari, At-Tirmizi, dll.

2.      Ilmu Hadis Dirayah
Dirayah secara etimologi bermakna ilmu atau ma’rifah yang diperoleh dari usaha manusia[3]. Dalam kitab Faidhu al-Qadir disebutkan ada lima belas kosa kata yang dianggap sinonim atau paling tidak memiliki unsur kesamaan dengan ilmu, dan yang kesembilan diantaranya adalah ad-dirayah. Dalam kitab tersebut penulis mendefinisikan ad-dirayah dengan ma’rifah yang diperoleh melalui analisis terhadap riwayat dengan menggunakan premis-premis yang jelas[4]. Sementara itu, penulis Fathu al-Bari menyfati ad-dirayah ini dengan iktisab, atau uppaya manusia mengetahui sesuatu dengan nalarnya sendiri[5].
Ilmu hadis dirayah biasa juga disebut sebagai Ilmu Musthalah Al-Hadis, Ilmu Ushul Hadis, ulum al-hadis, dan Qawa’id Al-Tahdits. Al-Tirmizi mendefinisikan ilmu ini dengan: undang-undang atau kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan sanad dan matan, cara menerima dan meriwayatkan, sifat-sifat perawi dan lain-lain”.
Ibnu al-Akfani mendefinisikan ilmu ini sebagai berikut: “ilmu pengetahuan untuk mengetahui hakikat periwayatan, syarat-syarat, macam-macam dan hukum-hukumnya serta untuk mengetahui keadaan para perawi, baik syarat-syaratnya, macam-macam Hadis yang diriwayatkan dan segala yang berkaitan dengannya”.
Yang dimakhsud dengan:
ü  Hakikat periwayatan adalah penukilan hadis dan penyandarannya kepada sumber hadis atau sumber berita.
ü  Syarat-syarat periwayatan ialah penerimaan perawi terhadap hadis yang akan diriwayatkan dengan macam-macam cara penerimaan, seperti melalui Al-Sama’, Al-Qira’ah, Al-Washiah, Al-Ijazah.
ü  Macam-macam periwayatan adalah membicarakan sekitarbersambung dan terputusnya periwayatan dan lain-lain.
ü  Hukum-hukum periwayatan ialah pembicaraan sekitar diterima atau ditolaknya suatu hadis.
ü  Keadaan para perawi ialah pembicaraan sekitar keadilan, kecacatan para perawi dan syarat-syarat mereka dalam menerima da meriwayatkan hadis.
ü  Macam-macam hadis yang diriwayatkan meliputi hadis-hadis yang dapat dihimpun pada kitab-kitab tashrif, kitab tasnid, dan kitab mu’jam.
Ada pula ulama’ yang menjelaskan, bahwa Ilmu hadis Dirayah adalah : “ilmu pengetahuan yang membahas tentang kaidah-kaidah, dasar-dasar, peraturan-peraturan, yang dengannya kami dapat membedakan antara hadis yang shahih yang disandarkan kepada Rasulullah SAW. dan hadis yang diragukan penyandarannya kepadanya”.[6]
Dari beberapa pengertian diatas, dapat diketahui, bahwa obyek pembahasan ilmu hadis Dirayah, adalah keadaan para perawi dan marwinya. Keadaan para perawi, baik yang menyangkut pribadinya, seperti akhlak, tabi’at, dan keadaan hafalannya, maupun yang menyangkutpersambungan dan terputusnya sanad. Sedang keadaan marwi, adalah dari sudutkeshahihan, kedha’ifannya, dan dari sudut lain yang berkaitan dengan keadaan matan.
Dengan mempelajari ilmu hadis dirayah ini, banyak sekali faedah yang diperoleh, antara lain:
Ø  Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan hadis dan ilmu hadis dari masa ke masa sejak masa Rasulullah SAW. sampai sekarang.
Ø  Dapat mengetahui tokoh-tokoh serta usaha-usaha yang telah mereka lakukan dalam mengumpulkan, memelihara dan meriwayatkan hadis.
Ø  Mengetahui kaidah-kaidah yang dipergunakan oleh para ulama’ dalam mengklarifikasikan hadis lebih lanjut.
Ø  Dapat mengetahui istilah-istilah,nilai-nilai,dan kriteria hadis sebagai pedoman dalam beristinbat.
Dari beberapa faedah diatas, apabila diambil intisarinya, maka faedah mempelajari ilmu hadis Dirayah adalah untuk mengetahui kualitas sebuah  hadis, apakah ia maqbul (diterima) dan mardud (ditolak), baik dilihat dari sudut sanad maupun matannya.
Ilmu ini telah tumbuh sejak zaman Rasulullah SAW. masih hidup. Akan tetapi ilmu ini terasa diperlukan setelah Rasul wafat, terutama sekali ketika umat Islam memulai upaya mengumpulkan hadis dan mengadakan  perlawatan yang mereka lakukan, sudah barang tentu secara langsung atau tidak, memerlukan kaidah-kaidah guna menseleksi periwayatan hadis. Disinilah Ilmu Hadis Dirayah mulai terwujud dalam  bentuk kaidah-kaidah yang sederhana.
Pada perkembangan berikutnya kaidah-kaidah itu semakin disempurnakan oleh para ulama yang muncul pada abad ke dua dan ketiga hijriyah, baik mereka yang mengkhusukan diri dalam mempelajari bidang hadis, maupun bidang-bidang lainya, sehingga menjadi suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri.
Dalam sejarah perkembangan hadis tercatat, bahwa ulama’ yang pertama kali berhasil menyusun ilmu ini dalam suatu disiplin ilmu secara lengkap, adalah Al-Qadhi Abu Muhammad Al-Ramahurmuzi dengan kitabnya Al-Muhadddis Al-Fashil baina Al-Rawi wa Al-Wa’i. Kemudian muncul Al-Hakim Abu ‘Abdillah Al-Naisaburi dengan kitabnya Ma’rifah ‘Ulum Al-Hadis. Setelah itu muncul Abu Nu’aim Ahmad bin Abdillah Al-Asfahami. Berikutnya Al-Khatib Al-Baghdadi melalui kitabnya Al-Kifayah fi Qawanin Al-Riwayah dan Al-Jami’ li Adabi Al-Syaikh wa Al-Sami’, Al-Qadhi Iyad bin Musa dengan kitabnya yang bernama Al-Ilma fi Dhabt Al-Riwayah wa Taqyid Al-Asma, Abu hafs Umar bin Abd Majid Al-Mayanzi dengan kitabnya Ma La Yasi’u Al-Muhaddis Jahlahu, Abu Amr dan Usman bin ‘Abd Al-Rahman  Al- Syahrazury dengan kitabnya Ulum Al-Hadis yang dikenal dengan Muqaddimah ibn Al-Shalah. Kitab yang terakhir ini oleh para ulama’ berikutnya disyarahkan dan dibuat 27mukhtasyar-nya, sehingga dapat dijadikan pegangan.
Jika disimpulkan, dirayah baik sebagai kata ataupun sebagai sebuah istilah mengandung makna pemahaman pertaa sejarah atau sanad hadis, dan kedua hadis itu sendiri sebagai teks. Dengan demikian, fiqh al-hadis merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ilmu dirayah. Kemudian, pengerangkaan sebagai penulis Ulum al-hadis di tanah air yang menempatkan kajian dan pemahaman. Riwayah dalam konteks keilmuan hanya merupakan proses narasi matan hadis dalam bingkai tahammuldan ada’, tidak mencakup proses pemahaman matan itu sendiri.
Pemahaman hadis dan adanya rumusan kaidah-kaidah yang berhubungan dengannya merupakan suatu keharusan, karena fakta menunjukkan bahwa nyaris tidak ada hadis yang tidak mengandung aspek ketidakjelasan (isykal), baik karena faktor lafal (gharabah) atau karena ketersentuhannya dengan hadis lain atau ayat-ayat Al-Qur’an yang memperlihatkan makna yang tidak sama ataupun terlihat keragaman, khususnya, dalam masalah ibadah.[7]
Dengan melihat uraian ilmu hadis Riwayah dan ilmu hadis Dirayah di atas, tergambar adanya kaitan yang sangat erat antara yang satu dengan yang lainnya. Hal ini karena setiap ada periwayatan hadis tentu ada kaidah-kaidah yang dipakai dan diperlukan baik dalam penerimaannya meupun penyampaiannya kepada pihak lain. Sejalan dengan peerjalanan ilmu hadis Riwayah, ilmu hadis Dirayah juga terus berkembang menuju kesempurnaannya, sesuai dengan pertumbuhan yang berkaitan langsung dengan perjalanan hadis riwayah. Oleh karena itu, tidak mungkin ilmu Hadis Riwayah berdiri tanpa ilmu Hadis Dirayah, begitu juga sebaliknya.[8]















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan

Definisi hadits riwayah, adalah suatu ilmu untuk mengetahui sabda-sabda nabi perbuatan-perbuatan nabi takrir-takrir nabi dan sifat-sifat beliau.Tujuan dan faedah mempelajari ilmu hadits riwayah ini ialah untukmengetahui segala yang berpautan dengan pribadi nabi dalam usahamemahami dan mengamalkan ajaran beliau guna memperoleh kemenangandan kebahagiaan hidup dunia akhirat.
Sedangkan Yang dimaksud ilmu hadits dirayah adalah : ilmu yangmempelajari tentang kaedah-kaedah untuk mengetahui hal ikhwal sanah,matan, cara-cara menerima dan menyampaikan hadits, sifat-sifat rawi dansebagainya. Tujuan dan faedah mempelajari ilmu hadits dirayah ini ialahuntuk mengetshui dan menetapkan tentang maqbul (dapat diterima) danmardudnya (tertolaknya ) suatu hadits nabi saw.



[1] M.Syuhudi Ismail, Ilmu Hadis (Bandung, Angkasa : 1991), 61-62.
[2] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis (Jakarta, Amzah : 2010),69-70.
[3] Al-Munawiy, At-Tauqif fi Muhimmati al-Ta’arif (Beirut, Dar Al-Fikr: 1410), 335.
[4] Al-Munawiy, Faidhu al-Qadir (Mesir, Makhtabah at-Tijariyah al-Kubra: 1356), 9
[5] Ibnu Hajar, Fath al-Bari (Beirut, Dar al-Ma’rifah: 1379), 125.
[6] Al-Nu’man Al-Qadhi, Al-Hadis Al-Syarif Riwayah wal Dirayah (Mesir, Jumhur Mishr Al-Arabiyah) 77.
[7] Daniel Djuned, Ilmu Hadis (Jakarta, Erlangga: 2010), 98-99.
[8] Munzier Suparta, Ilmu Hadis (Jakarta, PT. Raja Grafindo: 2002), 29.

No comments:

Post a Comment