MANUSIA, KERAGAMAN &
KESEDERAJATAN
MENURUT AL-QUR’AN
Disusun Untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah
Tafsir Sosial
Dosen Pengampu :
Qoidatul
Marhumah, M.Th.I
Disusun Oleh :
Ratih Himamatul (933702516)
Imelda Tri Meiliani (933702816)
Elma Meiliya (933702916)
Rista Aulia Sholikhah (933703016)
Diah Ayu Sukmawati (933703116)
Afif Nur Rokhmah (933703216)
Kusnatul Farida (933703316)
PROGRAM STUDI
SOSIOLOGI AGAMA
JURUSAN USHULUDDIN
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN KEDIRI)
2016/2017
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh.
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan
Yang Maha Esa, karena dengan pertolongan-Nya kami dapat menyelesaiakan Makalah
yang berjudul “Manusia, Keragaman dan Kesederajatan Menurut Al-Qur’an” dengan
baik.
Dalam penyusunannya, kami memperoleh banyak bantuan dari
berbagai pihak, karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing
atas bantuannya dalam pembuatan makalah ini. Kami
juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman yang juga sudah memberi
dukungan dan bantuan baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan makalah
ini.
Meskipun
isi makalah ini tidak luput dari kekurangan dan
kesalahan, namun tidak akan ada manusia
yang sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar
makalah ini dapat lebih baik lagi.
Akhir
kata, semoga
makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Wassalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh.
Kediri, 18
Maret 2017
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keragaman atau kemajemukan merupakan kenyataan sekaligus
keniscayaan dalam kehidupan di masyarakat. Keragaman merupakan salah satu
realitas utama yang dialami masyarakat dan kebudayaan di masa silam, kini dan
di waktu-waktu mendatang. Sebagai fakta, keragaman sering disikapi secara
berbeda. Di satu sisi diterima sebagai fakta yang dapat memperkaya kehidupan
bersama, tetapi di sisi lain dianggap sebagai faktor penyulit. Keragaman bisa
mendatangkan manfaat juga bisa mendatangkan konflik, jika tidak dikelola dengan
baik.
Setiap manusia dilahirkan setara/sederajat, meskipun
dengan keragaman identitas yang disandang. Kesetaraan dalam derajat kemanusiaan
dapat terwujud dalam praktik nyata dengan adanya pranata-pranata sosial, terutama
pranata hukum yang merupakan mekanisme kontrol yang secara ketat dan adil
mendukung dan mendorong terwujudnya prinsip-prinsip kesetaraan dalam kehidupan
nyata.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan manusia,
keragaman dan kesederajatan?
2. Bagaimana hakikat keragaman manusia
menurut Al-qur’an?
3. Bagaimana hakikat kesederajatan manusia
menurut Al-qur’an?
4. Apa problem yang mempengaruhi keragaman
dan kesederajatan manusia?
C. Tujuan
1. Memenuhi tugas mata kuliah Tafsir
Sosial.
2. Menambah pengetahuan mengenai kemajemukan
yang ada dalam masyarakat.
3. Agar mengetahui tentang hakikat manusia
keragaman dan kesederajatan menurut Al-qur’an.
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Manusia dan Keragaman Menurut
Al-Qur’an
1.
Makna Keragaman
Keragaman berasal dari kata
ragam yang artinya tingkah laku, macam / jenis, lagu; musik, langgam, warna;
corak, ragi, dsb. Namun maksud keragaman dsini adalah suatu kondisi dalam
masyarakat yang terdapat perbedaan-perbedaan dalam berbagai bidang, terutama
suku bangsa dan ras, agama dan keyakinan, adat kesopanan, serta situasi
ekonomi.[1]
2.
Unsur Keragaman
a.
Suku bangsa dan ras
Suku bangsa yang menempati
wilayah dari Sabang sampai Merauke sangat beragam. Sedangkan perbedaan ras
muncul karena adanya pengelompokan manusia yang memiliki beberapa cirri-ciri
biologis lahiriyah yang sama, seperti rambut, warna kulit, ukuran tubuh, mata,
ukuran kepala, dsb.
Di Indonesia, terutama
bagian barat mulai dari Sulawesi termasuk ras Mongoloid Melayu Muda. Kecuali
Batak dan Toraja termasuk Mongoloid Melayu Tua. Sebelah timur Indonesia termasuk
ras Austroloid, dan termasuk bagian NTT. Sedangkan kelompok besar yang tidak
termasuk kelompok pribumi adalah golongan China yang termasuk Astratic
Mongolod.
b.
Agama dan keyakinan
Agama berarti ikatan yang
harus dipegang dan dipatuhi oleh manusia. Ikatan yang dimaksud berasal dari
suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia sebagai kekuatan ghaib yang tak
dapat ditangkap dengan panca indera. Namun mempunyai pengaruh yang besar
terhadap kehidupan manusia sehari-hari.
Menurut Robert H. Thouless,
fakta menunjukkan bahwa agama berpusat pada Tuhan atau dewa-dewa sebagai ukuran
yang menentukan sesuatu yang tak boleh diabaikan.
Adapun fungsi agama dalam masyarakat, diantaranya:
1)
Berfungsi edukatif: ajaran agama secara yuridis berfungsi menyuruh dan
melarang.
2)
Berfungsi penyelamat
3)
Berfungsi sebagai prdamaian
4)
Berfungsi sebagai social control
5)
Berfungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas
6)
Berfungsi transformative
7)
Berfungsi kreatif
8)
Berfungsi sublimatif
c.
Ideologi dan politik
Ideologi ialah suatu istilah umum bagi
sebuah gagasan yang berpengaruh kuat terhadap tingkah laku dalam situasi khusus
karena ada kaitan antara tindakan dan kepercayaan yang fundamental (bersifat
pokok / mendasar). Ideologi juga
membantu untuk lebih memperkuat landasan moral bagi sebuah tindakan.
Politik bermakna usaha untuk
menegakkan ketertiban sosial. Pada politik mencakup konflik antara
individu-individu dan kelompok.
Keragaman masyarakat Indonesia dalam ideologi dan
politik dapat dilihat dari banyaknya partai politik sejak berakhirnya orde
lama. Meskipun Indonesia hanya mengakui satu ideology saja, yaitu Pancasila
yang benar-benar mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia.
d.
Tata krama
Tata krama ialah segala
tindakan, perilaku, adat istiadat, tegur sapa, ucap dan cakap sesuai kaidah
atau norma tertentu. Yang didalamnya terdiri dari aturan-aturan yang bertujuan
agar tercipta interaksi social yang tertib dan efektif didalam masyarakat yang
bersangkutan.
e.
Kesenjangan ekonomi
Bagi sebagian masyarakat
berkembang, perekonomian menjadi salah satu perhatian yang terus ditingkatkan.
Tetapi pada umumnya, masyarakat lebih banyak dari golongan tingkat ekonomi
menengah kebawah. Demikianlah yang menjadikan pemicu adanya kesenjangan yang
tak dapat dihindari lagi.
f.
Kesenjangan sosial
Kesenjangan social
diakibatkan karena adanya penggolonga orang berdasarkan kasta, seperti pada
tingkat, pangkat, dan strata sosial yang hierarkis. Hal demikian dapat
membahayakan bagi kerukunan masyarakat. Bahkan juga dapat menjadi sebuah pemicu
perang antar-etnis atau suku.[2]
3.
Pengaruh Keragaman Terhadap Kehidupan
Kebudayaan suku bangsa dan kebudayaan
beragama sulit untuk saling melengkapi dan menyesuaikan dalam kehidupan
sehari-hari, yang mengakibatkan ketenggangan hubungan antar anggota masyarakat.
Menurut Van de Berghe, bahwa hal tersebut disebabkan
oleh sifat dasar yang dimiliki oleh masyarakat majemuk, sebagaimana berikut:
a.
Terjadinya segmentasi ke dalam kelompok-kelompok yang seringkali
memiliki kebudayaan yan berbeda.
b.
Memiliki struktur social yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang
bersifat non-komplementer.
c.
Kurang mengembangkan konsensus di antara para anggota masyarakat tentang
nilai-nilai social yang bersifat dasar.
d.
Secara relatif lebih sering kali terjadi konflik diantara kelompok satu
dengan kelompok yang lain.
e.
Secara relatif integrasi sosial tumbuh diatas paksaan dan saling
ketergantungan di dalam bidang ekonomi.
f. Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok terhadap
kelompok lain.
Adapun
hal-hal yang dapat dilakukan untuk memperkecil masalah yang diakibatkan oleh
pengaruh negatif dari keragaman, yaitu:
a.
Semangat religius
b.
Semangat nasionalisme
c.
Semangat pluralisme
d.
Semangat humanism
e.
Dialog antar-umat beragama
f.
Membangun suatu pola komunikasi untuk interaksi maupun konfigurasi
hubungan antar agama, media massa, dan harmonisasi dunia.
4.
Problematika Diskriminasi
Diskriminasi adalah setiap
tindakan yang melakukan pembedaan terhadap seseorang atau sekelompok orang
berdasarkan ras, agama, suku, etnis, kelompok, golongan, status, dan kelas
sosial-ekonomi, jenis kelamin, kondisi fisik tubuh, usia, orientasi seksual,
pandangan ideologi, dan politik, serta batas Negara, dan kebangsaan seseorang.
Tuntutan atas kesamaan hak bagi setiap manusia
didasarkan pada HAM. Sifat dari HAM itu sendiri adalah universal dan tanpa
pengecualian, tidak dapat dipisahkan, dan saling tergantung.
5. Manusia Beradab dalam Keragaman
Peradaban adalah salah satu perwujudan
kebudayaan yang bernilai tinggi, indah, dan harmonis yang mencerminkan tingkat
kebudayaan masyarakat yang bersangkutan, misalnya adab, sopan santun, budi
pekerti, budi bahasa, seni, dsb.
Dalam masyarakat terdapat
beragam perbedaan pandangan bahkan kepentingan yang dapat menyebabkan konflik.
Dari hal ini terdapat beberapa teori antara lain:
a.
Teori hubungan masyarakat
Berpandangan bahwa konflik yang sering muncul ditengah
masyarakat disebabkan karena polarisasi yang sering terjadi , ketidakpercayaan
dan permusushan diantara kelompok yang berbeda.
b.
Teori identitas
Berpandangan bahwa konflik yang terjadi disebabkan
karena identitas yang terancam yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau
penderitaan masa lalu yang tidak terselesaikan.
c.
Teori kesalahpahaman
Berpandangan bahwa konflik disebabkan karena
ketidakcocokan dalam cara-cara berkomunikasi diantara budaya yang berbeda.
d.
Teori transformasi
Berpandangan bahwa konflik disebabkan karena
ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah sosial-budaya dan
ekonomi.[3]
Dalam Al-qur’an, Allah
telah menjelaskan masalah keragaman manusia di berbagai ayat dalam
surah-surahnya, diantaranya adalah sebagai berikut :
Allah berfirman surah Ar-rum : 22
وَمِنْ ايتِهِ خلْقُ السَّموَاتِ وَاخْتِلَافُ اَلْسِنَتِكُمْ
وَاَلْوَانِكُمْ.اِنَّ فِيْ ذَالِكَ لَاَيَتٍ لِّلْعَالَمِيْنَ
Artinya : “Dan diantara tand-tanda (kebesaran)-Nya ialah penciptaan langit dan bimu,
perbedaan bahasmu, dan warna kuit mu. Sungguh, ada yang demikian itu benar2
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.” (Q.S Ar-Rum
Ayat 22)
Menurut Ibnu Katsir, di
antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah penciptaan langit dan bumi. Dalam arti
penciptaan langit dengan ketinggiannya, keluasan hamparan atapnya,
kecemerlangan bintang-bintangnya yang tetap dan yang beredar. Serta penciptaan
bumi dengan kerendahan dan ketebalannya serta beberapa kandungannya seperti
bentuk gunung, oase, laut, padang pasir, hewan, dan pepohonan.
Tanda-tanda kekuasaan Allah yang berikutnya
adalah perbedaan bahasa-bahasa yang ada. Ada yang berbahasa Arab, Tartar,
Romawi, Perancis, Barbar, Habsyi, Hindi, ‘Ajam, Armenia, Kurdi, dan masih
banyak lagi. Keseluruhan dari keragaman bahasa tersebut tidak ada yang
mengajarkannya kecuali Allah.
Tanda-tanda selanjutnya adalah keragaman warna
kulit manusia. Seluruh penduduk Bumi, sejak diciptakannya Adam sampai hari
akhir, semuanya memiliki dua mata, dua alis, satu hidung, dua buah pelipis,
satu mulut, dan dua pipi. Meskipun demikian, antara satu dengan yang lainnya
tidak memiliki kesamaan. Bahkan dibedakan satu sama lain antara jalannya,
sikapnya atau pembicaraannya. Seandainya seluruh manusia memiliki kesamaan
dalam ketampanan atau kejelekan, niscaya dibutuhkan orang yang membedakan
setiap salah satu di antara mereka dengan yang lainnya. Hampir tidak ada
satupun orang kecuali anda berbeda dengannya dan dia berbeda dengan lainnya.
Menurut Imam Al-Qurthubi, hal ini jelas terjadi
bukan karena air mani maupun perbuatan dari kedua orang tua. Pasti terdapat
pelaku atas semua ini, dan dapat dipastikan bahwa pelakunya adalah Allah S.W.T.
Hal ini merupakan dalil yang menunjukkan adanya Tuhan Yang Maha Mengatur dan
Maha Menciptakan.
Sedangkan dalam Tafsir fi Zhilalil-Qur’an
jilid 9, Sayyid Quthb menerangkan bahwa tanda-tanda kekuasaan Allah S.W.T dalam
penciptaan langit dan bumi kerap disebutkan di dalam Al-Qur’an, tetapi kita
sering sekali melewatinya dengan cepat-cepat tanpa berhenti lama dihadapannya.
Padahal hal tersebut sangat layak untuk direnungkan dan dipikirkan.
Menurut beliau, penciptaan langit dan bumi
memiliki makna sebuah ciptaan yang besar, agung, dan amat cermat. Jumlah
planet, meteor, bintang, matahari, awan, dan tata surya adalah jumlah yang
tidak terhingga. Sehingga jika dibandingkan, bumi ini tak lebih dari sebuah
atom tak berbobot yang tidak memiliki pengaruh apapun terhadap semesta. Di
samping keragaman dan jumlah planet yang tak terhingga ini terdapat hal
mengagumkan yang lainnya. Yakni adanya garis orbit, perputaran, dan gerakan
masing-masing planet yang menimbulkan keserasian dan keselarasan antara satu
dengan yang lainnya.
Disamping tanda-tanda kekuasaan Allah berada
dilangit dan di bumi itu, terdapat pula pada yang lain , yaitu perbedaan bahasa
yang digunakan oleh suku-suku dan bangsa-bangsa dari perbedaan warna kulit
sertasifat-sifat kejiwaan mereka. Adapun penciptaan manusia dengan berbagai
macam bahasa dan warna kulit, menurut Sayyid Quthb memiliki korelasi dengan
penciptaan langit dan bumi yang mengagumkan ini. Adanya perbedaan hawa udara di
permukaan bumi dan perbedaan lingkungan yang terjadi karena tabiat kedudukan
bumi secara astronomis, mempunyai implikasi terhadap perbedaan bahasa dan warna
kulit.
Dalam pembahasan mengenai tanda-tanda kekuasaan
Allah S.W.T, sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Sayyid Quthb juga
mengkritik paradigma ilmuwan kontemporer. Menurut beliau, kebanyakan ilmuwan
saat ini memang menyadari adanya perbedaan-perbedaan warna dan bahasa. Mereka
mempelajari fenomena ini secara obyektif saja dan melewatkan kehendak serta
kekuasaan Allah S.W.T. dalam hal tersebut. Mereka tidak melakukan perenungan
akan hal itu untuk kemudian dikembalikan kepada Sang Khaliq yang mengatur
segala hal baik lahir ataupun batin.
Tafsir yang lebih jauh lagi adalah adanya
perbedaan bahasa dan logat manusia serta bentuk rupa oenampilanya, Ada yang
berkulit putih,merah,dan hitam. Petunjuk tersebut mengandung pelajaran bagi
orang yang memiliki ilmu bermanfaat, yang mengantarkanya kepada pemahaman akan
hakikat, dan membuatnya mengetahui rahasia-rahasia dibalik penciptaan itu.
Dari keempat penafsiran yang telah disampaikan
di atas, dapat kita ambil pengetahuan secara umum bahwasanya keteraturan,
keselarasan, dan keserasian dalam penciptaan langit dan bumi merupakan
tanda-tanda Keagungan Allah S.W.T. Munculnya ilmu pengetahuan merupakan
pembuktian adanya Sang Pencipta dan bukan sebaliknya.
Adanya keragaman warna kulit dan dialektika
merupakan realitas sosial yang tidak bisa dihindarkan. Bahkan Nabi S.A.W juga
bersabda : “Al-Qur’an diturunkan dalam tujuh bahasa.” (HR Muslim,
At-Tirmidzi, dan Ahmad dengan riwayat yang berbeda-beda tetapi dengan makna
yang sama).
Berdasarkan hadis di atas kita dapat
menyimpulkan bahwasanya Al-Qur’an sendiri demikian menghargai bahasa dan
keragamannya bahkan mengakui penggunaan bahasa lisan yang beragam.
Dan firman Allah surah
Al-Hujurat ayat 13 :
$pkr'¯»t â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.s 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© @ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ×Î7yz ÇÊÌÈ
Artinya: “Wahai
manusia! Sungguh, kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang
paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa.
Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.” (QS. Al-Hujarat, ayat 13).
Tafsir
dari ayat ini adalah Allah sedang memberitahukan kepada manusia Sesungguhnya
Dia telah menciptakan manusia dari tubuh satu orang saja, dan menjadikan dari
tubuh tersebut pasanganya, mereka adalah adam dan hawa, dan Allah menjadikan
manusia itu menjadi beberapa bangsa dan suku, yaitu suku-suku pada umumnya,
setelah bersuku-suku di lanjutkan yang lainnya, seperti beberapa bagian,
beberapa kabilah, beberapa tempat tinggal, dan lain sebagainya.
Allah
menciptakan manusia dari seorang laki-laki (Adam) dan seorang perempuan (Hawa),
dan menjadikannya berbangsa-bangsa, bersuku-suku, dan berbeda-beda warna kulit
bukan untuk saling mencemoohkan, tetapi untuk saling mengenal dan menolong.
Allah tidak menyukai orang-orang yang memperlihatkan kesombongan dengan
keturunan, kepangkatan atau kekayaan karena yang mulia diantara manusia disisi
Allah hanyalah orang yang bertakwa kepada-Nya.
Kebiasaan
manusia memandang kemuliaan itu ada sangkut pautnya dengan kebangsaan dan
kekayaan. Padahal menurut pandangan Allah, orang yang mulia itu adalah orang
yang paling bertakwa kepada Allah. Mengapa manusia saling menolok-olok sesama
saudara hanya karena Allah menjadikan mereka bersuku-suku dan
berkabilah-kabilah yang berbeda-beda, sedangkan Allah menjadikan seperti itu
agar manusia saling mengenal dan saling tolong menolong dan
kemaslahatan-maslahatan mereka yang bermacam-macam.
Namun tidak
ada kelebihan bagi seseorangpun atas yang lain, kecuali dengan taqwa dan
keshalihan, disamping kesempurnaan jiwa bukan dengan hal-hal yang bersifat keduniaan
yang tidak pernah abadi.Diriwayatkan pula dari Abu Malik Al-Asy’ari, ia berkata
bahwa Rasulullah bersabda, ”Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada
pangkat-pangkat kalian dan tidak pula kepada nasab-nasabmu dan tidak pula pada
tubuhmu, dan tidak pula pada hartamu, akan tetapi memandang pada hatimu. Maka
barang siapa mempunyai hati yang shaleh, maka Allah belas kasih kepadanya.
Kalian tak lain adalah anak cucu Adam. Dan yang paling dicintai Allah hanyalah
yang paling bertaqwa diantara kalian,”. Jadi jika kalian hendak berbangga
maka banggakanlah taqwamu, artinya barang siapa yang ingin memperoleh derajat-derajat
tinggi hendaklah ia bertaqwa. Sesungguhnya Allah maha tahu tentang kamu dan
amal perbuatanmu, juga maha waspada tentang hatimu, maka jadikanlah taqwa
sebagai bekalmu untuk akhiratmu.
Tak kenal maka tak sayang. Di medsos pun seperti itu, banyak yang komentar sembarangan dan seenaknya karena merasa yang dihadapinya hanya layar hape atau komputer yang benda mati dan tidak berperasaan. Bagaimana hendak saling mengenal, kalau sengaja memakai akun anonim? Mereka lupa, medsos ini sesuai namanya --media sosial-- adalah juga salah satu sarana kita untuk "saling mengenal" bukan "saling mencaci-maki". Yuk mari kita saling mengenal!
Tak kenal maka tak sayang. Di medsos pun seperti itu, banyak yang komentar sembarangan dan seenaknya karena merasa yang dihadapinya hanya layar hape atau komputer yang benda mati dan tidak berperasaan. Bagaimana hendak saling mengenal, kalau sengaja memakai akun anonim? Mereka lupa, medsos ini sesuai namanya --media sosial-- adalah juga salah satu sarana kita untuk "saling mengenal" bukan "saling mencaci-maki". Yuk mari kita saling mengenal!
B. Manusia dan Kesederajatan Menurut
Al-Qur’an
Kesetaraan manusia bermakna bahwa manusia sebagai makhluk
Tuhan memiliki tingkat dan kedudukan yang sama. Bahwa manusia merupakan ciptaan
dengan kedudukan yang sama yakni makhluk yang paling mulia dan tinggi
derajatnya daripada makhluk lain. Di hadapan Allah S.W.T, semua umat manusia
memiliki derajat, kedudukan dan tingkatan yang sama. Yang membedakan adalah
tingkatan ketaqwaannya terhadap Allah S.W.T.
Persamaan kedudukan ini berimplikasi terhadap pengakuan
kesetaraan atau kesederajatan manusia. Jadi, kesederajatan tidak sekedar
bermakna adanya kesamaan kedudukan saja, namun Kesederajatan disini
adalah suatu sikap mengakui adanya persamaan derajat, persamaan hak dan
kewajiban dihadapan Tuhan maupun negara. Dalam hal ini, Al-Qur’an telah
menjelaskan tentang kewajiban serta hak-hak manusia agar tercipta tertib
kehidupan.
Sementara menurut KBBI kesederajatan berasal dari
kata sederajat sama tingkatan (pangkat, kedudukan). Kesederajatan dalam
masyarakat adalah suatu kondisi dimana dalam perbedaan dan keragaman yang ada
manusia tetap memilih satu kedudukan yang sama dan satu tingkatan hierarki. [4]
Indikator kesedarajatan adalah sebagai
berikut :
- Adanya persamaan derajat dilihat dari agama, suku bangsa, ras, gender, dan golongan
- Adanya persamaan hak dari segi pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan yang layak.
- Adanya persamaan kewajiban sebagai hamba Tuhan, individu, dan anggota masyarakat.
Problema yang terjadi
dalam kehidupan, umumnya adalah munculnya sikap dan perilaku untuk tidak
mengakui adanya persamaan derajat, hak, dan kewajiban antar manusia atau antar
warga. Perilaku yang membeda-bedakan orang disebut diskriminasi.
Diskriminasi sendiri adalah
setiap pembatasan, pelecehan, yang langsung ataupun tak langsung didasarkan
pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan,
status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan politik,
yang berakibat pada pengurangan, penyimpangan, atau penghapusan pengakuan,
pelaksanaan, atau penggunaan HAM dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik
individu maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya,
dan aspek kehidupan lainnya.
Dalam
Al-Qur’an sendiri, banyak ayat yang menjelaskan tentang kesederajatan ini,
seperti Surah Al-Insaan ayat 2-3, Surah An-Nahl ayat 95, Surah Al-Hujarat, ayat
13, Surah Ali Imran Ayat
195, Surah An-Nisa’ ayat 32, 36, 124; dan Surah
Al-Hujuraat ayat 71. Dari ayat-ayat tersebut nantinya akan dijelaskan mengenai
penafsirannya. Yaitu sebagai berikut :
$¯RÎ) $oYø)n=yz z`»|¡SM}$# `ÏB >pxÿôÜR 8l$t±øBr& ÏmÎ=tGö6¯R çm»oYù=yèyfsù $JèÏJy #·ÅÁt/ ÇËÈ $¯RÎ) çm»uZ÷yyd @Î6¡¡9$# $¨BÎ) #[Ï.$x© $¨BÎ)ur #·qàÿx. ÇÌÈ
Artinya :”(2)Sesungguhnya kami Telah
menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang kami hendak
mengujinya (dengan perintah dan larangan), Karena itu kami jadikan dia
mendengar dan Melihat. (3)Sesungguhnya kami Telah menunjukinya jalan yang
lurus, ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.” (QS Al-Insaan Ayat 2-3)
Tafsir
dari kedua ayat ini bahwasannya manusia diciptakan oleh Allah sederajat dan
sama yaitu dari tanah yang dalam artian berasal dari setetes air mani yang
bercampur antara benih laki-laki dengan perempuan. Benih tersebut merupakan
cikal bakal adanya manusia yang kemudian
Allah menguji mereka dengan syari’at, perintah dan larangan yang wajib dilaksanakan.
Dengan demikian, Allah memberikan manusia kemampuan untuk mendengar ayat-ayat
Al-qur’an serta mampu mempergunakan pendengarannya untuk berbagai pengetahuan
yang ada sebagai bahan pembelajaran. Kemudian Allah juga memberikan kemampuan
untuk melihat petunjuk-petunjuk, membedakan antara yang salah dengan yang
benar, agar manusia dapat memahami dan menerima syari’at serta ilmu
pengetahuan.
Allah
juga menjelaskan kepada semua manusia bahwasannya ada jalan yang baik, ada
jalan yang buruk, ada yang lurus, ada yang berkelok. Agar manusia bersyukur
dengan cara beriman kepada Allah. Namun pada hakikatnya, Allah telah
menciptakan manusia, ada yang menjadi orang yang bersyukur dan sesuai dengan
jalan yang telah disyari’atkan oleh-Nya, serta selalu ada manusia yang ingkar
terhadap hidayah Allah serta menyimpang dari Al-qur’an. Oleh karena itu, kita
sebagai manusia hanya bisa bertaqwa dan menujukkan apa yang baik kepada mereka
yang menyimpang, yang bisa merubah hati manusia hanyalah Allah. Karena pada
dasarnya, walaupun Allah telah menciptakan manusia sederajat tanpa
membeda-bedakan, akan tetap ada yang baik dan buruk.[5]
Firman Allah surah An-Nahl Ayat 95 :
ô`tB @ÏJtã $[sÎ=»|¹ `ÏiB @2s ÷rr& 4Ós\Ré& uqèdur Ö`ÏB÷sãB ¼çm¨ZtÍósãZn=sù Zo4quym Zpt6ÍhsÛ ( óOßg¨YtÌôfuZs9ur Nèdtô_r& Ç`|¡ômr'Î/ $tB (#qçR$2 tbqè=yJ÷èt ÇÒÐÈ
Artinya : “Barangsiapa yang
mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman,
Maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
Sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang Telah mereka kerjakan.” (Q.S An-Nahl Ayat 95)
Maksud dari ayat ini
sendiri apabila semua maupun sebagian hamba mengerjakan amal shaleh baik itu
perempuan maupun laki-laki, dengan tulus iklhas sesuai dengan Al-qur’an dan
As-Sunnah serta beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, juga mengimani balasan dan
siksaan di akhirat maka Allah akan memberikan kehidupan yang bahagia, aman,
sejahtera, tenteram dan damai. Meskipun Ia bukan orang yang kaya bahkan bukan
orang yang terpandang. Namun Ia akan mendapatkan balasan yang berlipat ganda di
akhirat kelak, baik pahala, keuntungan ataupun kemenangan yang besar yaitu
bersama Rabb Yang Maha Mulia di surga-Nya.
Tidak hanya itu,
dalam ayat ini diterangkan secara implisit bahwasannya laki-laki dan perempuan
berpotensi meraih prestasi sebagai manusia. Ayat ini menyampaikan pesan yang
tegas bahwa prestasi seseorang, baik dalam aktifitas spiritual maupun dalam
karier professional, tidak selalu dimonopoli oleh salah satu jenis kelamin.
Islam memberi kesempatan yang sama bagi laki-laki dan perempuan dalam meraih
prestasi secara maksimal. Serta di dalamnya terdapat konsep-konsep kesetaraan
jender yang bersifat ideal.
Firman Allah surah Al-Hujarat ayat 13 :
$pkr'¯»t â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.s 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© @ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ×Î7yz ÇÊÌÈ
Artinya: “Wahai
manusia! Sungguh, kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang
paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa.
Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.” (QS. Al-Hujarat, ayat 13).
Sebab
turunnya ayat ini adalah Ibnu Abi Mulaikah ra. menuturkan, bahwa ayat
ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang, ketika Bilal ra. Naik ke atas
ka’bah untuk mengumandangkan adzan setelah peristiwa pembebasan kota mekkah,
mengecam Bilal ra.,”Bagaimana mungkin budak hitam ini yang mengumandangkan
adzan diatas ka’bah ?” Sebagian yang lain berkata, “Apakah Allah akan
murka jika bukan ia yang mengumandangkan adzan?” (Hadis Riwayat Ibnu Abi
Hatim. Lihat Qurthubi: 9/6390 dan Ad-Durrul Mantsur: 7/97).
Rasulullah juga pernah bersabda: “Manusia itu sama
seperti gigi-gigi sisir, tidak ada kelebihan bagi orang arab, kecuali karena
taqwanya.” Dari sini dapat kita pahami bahwasannya manusia diciptakan oleh
Allah sama dan sederajat, walaupun berbeda jenis kelamin, suku, bangsa, ras,
warna kulit. Dengan perbedaan tersebut, dimaksudkan agar kita sebagai manusia
di masyarakat sosial dapat mengenal satu sama lain tanpa membeda-bedakan SARA.
Manusia memiliki kedudukan yang sama dihadapan Allah S.W.T. Oleh karenanya,
kita sebagai manusia biasa, tidak memiliki hak untuk menilai baik buruknya
manusia atau orang lain hanya dilihat dari fisik yang terlihat oleh mata saja,
karena yang paling mulia di hadapan-Nya adalah Ia yang bertaqwa kepada Allah.
Firman Allah surah Ali Imran Ayat 195 :
z>$yftFó$$sù öNßgs9 öNßg/u ÎoTr& Iw ßìÅÊé& @uHxå 9@ÏJ»tã Nä3YÏiB `ÏiB @x.s ÷rr& 4Ós\Ré& ( Nä3àÒ÷èt/ .`ÏiB <Ù÷èt/ ( tûïÏ%©!$$sù (#rãy_$yd (#qã_Ì÷zé&ur `ÏB öNÏdÌ»tÏ (#rèré&ur Îû Í?Î6y (#qè=tG»s%ur (#qè=ÏFè%ur ¨btÏeÿx._{ öNåk÷]tã öNÍkÌE$t«Íhy öNßg¨Yn=Ï{÷_{ur ;M»¨Zy_ ÌøgrB `ÏB $pkÉJøtrB ã»yg÷RF{$# $\/#uqrO ô`ÏiB ÏYÏã «!$# 3 ª!$#ur ¼çnyYÏã ß`ó¡ãm É>#uq¨W9$# ÇÊÒÎÈ
Artinya :
“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman):
"Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di
antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah
turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir
dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang
dibunuh, Pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan Pastilah Aku
masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai
pahala di sisi Allah. dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik." (Q.S
Ali Imran Ayat 195)
Ayat di atas menjelaskan bahwa Islam tidak membedakan
antara laki-laki dan perempuan, yang membedakan mereka hanyalah amal perbuatan
di dunia. Pertama, sesungguhnya laki – laki dan wanita sama haknya
dihadapan Allah dan mereka menerima balasan yang sama dan setimpal dalam
perbuatannya. Dengan demikian, agar laki – laki mereka tidak diistimewakan
berkat kekuatan dan kepemimpinannya yang lebih dari pada wanita, sehingga ia
menganggap dirinya lebih dekat dengan Allah dibandingkan wanita.
Kedua, Sesungguhnya Allah SWT telah menjelaskan latar
belakang persamaan hak ini melalui firman-Nya ba’dakum min ba’d, laki
dilahirkan oleh wanita dan wanita dilahirkan dari laki, tidak terdapat
perbedaan antara keduanya dalam status kemanusian dan tidak ada yang lebih di
antara keduanya kecuali dalam hal amal. Hal ini disebabkan dengan diberikan
perhatian yang sangat besar serta kedudukan yang terhormat kepada wanita, baik
sebagai anak, istri, ibu, maupun sebagai anggota keluarga lainnya. Maka dari
itu wanita mempunyai kedudukan sama dengan pria, kalaupun ada perbedaan yang
terjadi diantara kedua belah pihak maka itu akibat fugsi dan tugas – tugas yang
dibebankan agama kepada masing – masing jenis kelamin, sehingga adanya
perbedaan tersebut menjadikan yang satu merasa memiliki kelebihan atas yang
lain, padahal seharusnya antara wanita dan laki – laki saling melengkapi dan
membantu satu sama lain.
Firman Allah Surah An Nisa Ayat 13 :
$pkr'¯»t â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.s 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© @ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ×Î7yz ÇÊÌÈ
Artinya : “Hai manusia, Sesungguhnya
Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
lagi Maha Mengenal.” (Q.S An Nisa Ayat 13)
Berkenalan adalah salah
asatu wadah bersosialisasi dengan orang lain atau bangsa lain ataupun suku
lainnya. Dengan itu kita harus mengenal satu dengan lainnya, agar dalam
kehidupan sehari-hari kita mudah dan dengan itu tidak menimbulkan sifat
keindivuduan. Jika kita memiliki banyak
kenalan maka hidup kita akan selalu lancar karena setiap masalah kita pasti ada
yang membantu. Seperti kita kesusahan dalam mencari kerja pasti salah satu
kenalan ataupun temen kita akan dengan mudahnya memberikan ataupun mencarikan
kita pekerjaan. Maka dengan berkenalan kita udah menyambung tali sitaturahmi
dengan hablu minannaasi. Tali silaturahmi jiga wadah kita untuk terus
mendapatkan dan mencari pahala dengan secara tidak langsung kita juga
melaksanakan hablu ninna allah atau berhubungan dengan Allah SWT. Maka dari itu
berkenalan sangatlah penting bagi kehidupan kita sehari-hari.
Firman Allah Surah An Nisa Ayat 32 :
wur (#öq¨YyJtGs? $tB @Òsù ª!$# ¾ÏmÎ/ öNä3Ò÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ 4 ÉA%y`Ìh=Ïj9 Ò=ÅÁtR $£JÏiB (#qç6|¡oKò2$# ( Ïä!$|¡ÏiY=Ï9ur Ò=ÅÁtR $®ÿÊeE tû÷ù|¡tGø.$# 4 (#qè=t«óur ©!$# `ÏB ÿ¾Ï&Î#ôÒsù 3 ¨bÎ) ©!$# c%2 Èe@ä3Î/ >äó_x« $VJÎ=tã ÇÌËÈ
Artinya : “Dan janganlah kamu iri
hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak
dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada
apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang
mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. An-Nisa’ Ayat 32)
Tafsir ayat
tersebut dapat kita lihat bahwasannya Imam Ahmad meriwayatkan dari Mujahid, ia
berkata, Ummu Salamah berkata: “Wahai Rasulullah! Kaum laki-laki dapat ikut
serta berperang, sedangkan kami tidak diikutsertakan berperang dan hanya mendapat
setengah bagian warisan.” Maka Allah menurunkan: walaa tamannau
fadl-dlalallaaHu biHii ba’dlakum ‘alaa ba’dlin (“Dan janganlah kamu iri hati
terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagianmu lebih banyak dari
sebahagian yang lain.”).” (HR. At-Tirmidzi).
Ali bin Abi
Thalhah menceritakan dari Ibnu `Abbas tentang ayat ini, ia berkata: “Hendaklah
laki-laki tidak berkhayal, dan ia berkata: ‘Seandainya aku memiliki harta si
fulan dan keluarganya.’ (Maka Allah melarang hal itu), akan tetapi (hendaklah)
ia memohon kepada Allah swt. dari karunia-Nya. Al-Hasan, Muhammad bin Sirin,
`Atha’ dan adh-Dhahhak juga berkata demikian. Itulah makna yang tampak dari
ayat ini. Hal ini tidak menolak hadits yang terdapat dalam hadits shahih: “Tidak
boleh iri hati, kecuali dalam dua hal; (diantaranya) terhadap seseorang yang
diberikan harta oleh Allah, lalu dihabiskan penggunaannya dalam kebenaran,
lalu seseorang berkata: ‘Seandainya aku memiliki harta seperti sifulan, niscaya
aku akan beramal sepertinya.’ Maka pahala keduanya adalah sama.”
Sesungguhnya
hal tersebut bukanlah sesuatu yang dilarang oleh ayat. Di mana hadits itu
menganjurkan untuk berharap mendapatkan nikmat seperti yang dimiliki oleh orang
itu, sedangkan ayat tersebut melarang berharap mendapatkan pengkhususan nikmat
tersebut.
Kemudian
firman-Nya: lir rijaalin nashiibum mimmaktasabuu wa lin nisaa-i nashiibumm
mimmaktasabn (“Karena bagi orang laki-laki ada bahagian dari apa yang mereka
usahakan dan bagi para wanita [pun] ada bahagian dari apa yang mereka usahakan.”)
yaitu, masing-masing mendapatkan pahala sesuai dengan amal yang
dilakukannya. Jika amalnya baik, maka pahalanya adalah kebaikan dan jika
amalnya jelek maka balasannya adalah kejelekan pula. Inilah pendapat Ibnu
Jarir.
Kemudian
Allah mengarahkan mereka pada sesuatu yang memberikan maslahat (kebaikan) bagi
mereka dengan firman-Nya: was-alullaaHa min fadl-liHii (“Dan mohonlah kepada
Allah sebagian dari karunia-Nya.”) Janganlah kalian iri hati terhadap apa
yang telah Kami karuniakan kepada sebagian kalian, karena hal ini merupakan
suatu keputusan. Dalam arti bahwa iri hati tidak merubah sesuatu apapun. Akan
tetapi mohonlah kalian kepada-Ku sebagian dari karunia-Ku, niscaya Aku akan
berikan pada kalian. Sesungguhnya Aku Mahapemurah lagi Maha pemberi.
Firman
Allah Surah An Nisa Ayat 36 :
* (#rßç6ôã$#ur ©!$# wur (#qä.Îô³è@ ¾ÏmÎ/ $\«øx© ( Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $YZ»|¡ômÎ) ÉÎ/ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Í$pgø:$#ur Ï 4n1öà)ø9$# Í$pgø:$#ur É=ãYàfø9$# É=Ïm$¢Á9$#ur É=/Zyfø9$$Î/ Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# $tBur ôMs3n=tB öNä3ãZ»yJ÷r& 3 ¨bÎ) ©!$# w =Ïtä `tB tb%2 Zw$tFøèC #·qãsù ÇÌÏÈ
Artinya :“Beribadahlah kepada Allah dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang
ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang
dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membangga-banggakan diri.” (QS. an-Nisaa’: 36)
Dari ayat tersebut, menerangkan bahwa Allah
memerintahkan untuk beribadah hanya kepada-Nya, yang tidak ada sekutu bagi-Nya.
Sebab Dia-lah Pencipta, Pemberi rizki, Pemberi nikmat dan Pemberi karunia
terhadap makhluk-Nya, di dalam seluruh keadaan. Maka Dia-lah yang berhak agar
mereka meng-Esakan, dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun dari
makhluk-Nya, sebagaimana sabda Nabi Muhammad S.A.W.
Kemudian Allah mewasiatkan untuk berbuat baik
kepada kedua orang tua. Karena Allah menjadikan keduanya sebagai sebab yang
mengeluarkan kamu, dari tidak ada menjadi ada. Banyak sekali Allah
menyandingkan antara ibadah kepada-Nya dan berbuat baik kepada orang tua.
Seperti firman Allah, “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang
ibu-bapakmu.” (QS. Luqman: 14).
Imam Ahmad meriwayatkan dari `Abdullah bin
`Umar, bahwa Rasulullah bersabda: “Jibril senantiasa mewasiatkan aku tentang
tetangga, hingga aku menyangka akan mewariskannya.” (Dikeluarkan oleh
al-Bukhari dan Muslim di dalam ash-Shahihain, juga Abu Dawud dan at-Tirmidzi
meriwayatkan yang sama). Imam Ahmad meriwayatkan pula dari `Umar, ia berkata,
Rasulullah bersabda: “Janganlah seseorang kenyang tanpa (memperhatikan)
tetangganya.” (Hanya Imam Ahmad yang meriwayatkan).
Setelah perintah berbuat baik kepada kedua
orang tua, dilanjutkan dengan berbuat baik kepada kerabat, baik laki-laki
maupun perempuan. Kemudian Allah berfirman: wal yataamaa (“Dan anak-anak
yatim.”) Hal itu dikarenakan mereka kehilangan orang yang menjaga
kemaslahatan dan nafkah mereka, maka Allah perintahkan untuk berbuat baik dan
lemah lembut kepada mereka.
Kemudian Allah berfirman: wal masaakiini (“Dan
orang-orang miskin.”) Yaitu orang-orang yang sangat butuh dimana mereka
tidak mendapatkan orang-orang yang dapat mencukupi mereka, maka Allah
perintahkan untuk membantu mencukupi kebutuhan mereka dan menghilangkan
kesulitan mereka. Pembicaraan tentang fakir dan miskin akan diuraikan pada
surat Bara’ah (at-Taubah).
Firman-Nya: wal jaari dzil qurbaa wal jaaril
junubi (“Tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh.”) Tetangga yang dekat
yaitu orang yang antara kamu dan dia memiliki hubungan kekerabatan. Sedangkan
antara kamu dan dia tidak memiliki hubungan kerabat. Demikian pendapat yang
diriwayatkan dari `Ikrimah, Mujahid, Maimun bin Mahran, adh-Dhahhak, Zaid bin
Aslam, Muqatil bin Hayyan, dan Qatadah. Abu Ishaq mengatakan, dari Nauf
al-Bakkali tentang firman Allah: “tetangga yang dekat,” yaitu tetangga
muslim sedangkan “tetangga jauh” yaitu orang Yahudi dan Nasrani. (HR.
Ibnu Jarii dan Ibnu Abi Hatim).
Firman Allah: wa maa malakat aimaanukum (“hamba
sahayamu”) ayat ini merupakan wasiat untuk para budak, karena mereka lemah
dalam bertindak dan tawanan di tangan manusia. Untuk itu Rasulullah di saat
sakit menjelang wafatnya, beliau mewasiatkan umatnya dengan sabdanya: “Jagalah
shalat, jagalah shalat, dan hamba sahayamu”. Beliau terus mengulangnya
hingga lisannya tidak mampu lagi berucap.
Dari Abu Hurairah juga, bahwa Nabi bersabda: “Seorang
budak berhak mendapatkan makanan dan pakaian. Dan hendaklah ia tidak dibebani
pekerjaan kecuali yang dia mampu (mengerjakannya)”. (HR.Muslim).
Dari Abu Dzar, bahwa Nabi saw bersabda: “Mereka
adalah saudara dan kerabat kalian, yang dijadikan Allah di tangan kalian.
Barangsiapa yang saudaranya berada di bawah tangannya, maka berilah makan dari
apa yang dia makan, berikanlah pakaian apa yang dia pakai. Dan janganlah kalian
tugaskan mereka sesuatu yang mereka tidak mampu dan jika kalian membebankan
pekerjaan kepada mereka, maka bantulah mereka.” (HR. Al-Bukhari dan
Muslim).
Firman Allah: innallaaHa laa yuhibbu man kaana
mukhtaalan fakhuuran (“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong dan membangga-banggakan diri.”) Artinya, sombong dalam dirinya,
bangga, angkuh dan sombong pada orang lain. Dia melihat dirinya lebih baik dari
mereka dan ia merasa besar dalam dirinya, padahal di sisi Allah ia hina dan di
sisi manusia ia dibenci.
Firman Allah Surah An Nisa Ayat 124 :
ÆtBur ö@yJ÷èt z`ÏB ÏM»ysÎ=»¢Á9$# `ÏB @2s ÷rr& 4Ós\Ré& uqèdur Ö`ÏB÷sãB y7Í´¯»s9'ré'sù tbqè=äzôt sp¨Yyfø9$# wur tbqßJn=ôàã #ZÉ)tR ÇÊËÍÈ
Artinya : “Barangsiapa yang
mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang
beriman, Maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau
sedikitpun.” (Q.S An Nisaa Ayat 124)
Kita sebagai makhluk
sosial akan sering dan akan terus membutuhkan satu dengan lainnya, dengan itu sifat
keindividualisme dalam kehidupan bermasyarakat harus kita hilangkan, dengan itu
kita akan mudah bergaul dan bersosialisasi dengan yang lainnya. Dengan itu jika
dalam kehidupan kita kesusahan dalam sesuatu hal maka dengan mudahnya kita akan
mendapatkan bantuan dari tetangga atau masyarakat lainnya. Jika di daerah kita
akan mengadakan sesuatu acara maka bergotong royonglah hal yang sangat
dibutuhkan, begitupun jika tetangga ataupun masyarakat lainnya membutuhkan
bantuan jika kita bisa membantu maka kita harus membantunya. Jika kita sering
membantu orang lain maka hidup kita akan dimudahkan oleh ALLAH SWT. Begitupun
jika kita membantu orang lain dengan tidak langsungnya kita belajar untuk sabar
dan memehami satu dengan lainnya juga menerima apa adanya. Karena semua yang
kita lakukan dengan hati yang tulus dan ikhlas maka ALLAH SWT akan membalasnya
dengan surga.
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Yang
dimaksud dengan keragaman merupakan suatu kondisi dalam masyarakat di mana
terdapat perbedaan-perbedaandalam berbagai bidang, terutama suku bangsa dan
ras, agama dan keyakinan, ideologi, adatkesopanan, serta situasi ekonomi.
Sedangkan kesederajatan merupakan suatu kondisi di mana dalam perbedaan dan
keragaman yang adamanusia tetap memiliki satu kedudukan yang sama dan satu
tingkatan hierarki.
Jadi, dalam materi tentang keragaman kita sebagai muslim tidak sepantasnya membeda-bedakan warna kulit. Allah
membedakan-bedakan kita supaya kita saling mengenal dan lebih mempererat tali
ukhuwah diantara sesama muslim. Karena sesungguhnya itu semua merupakan
tanda-tanda kebesaran Allah.
Kebesaran Allah tidak hanya
terdapat pada penciptaan langit, bumi, dan warna kulit saja, tetapi kebesaran
Allah juga dapat terlihat pada bahasa-bahasa yang dipergunakan makhluk ciptaan-Nya. Contohnya negara Indonesia, negara Indonesia memiliki 746 bahasa
daerah yang telah teridentifikasi, bahasa-bahasa itu tersebar di
kepulauan yang memiliki luas 1,7 juta kilometer persegi dengan 17.508 pulau. Keragaman bahasa menambah kekayaan budaya Indonesia, untuk mempertahankan
keragaman budaya bangsa Indonesia, sudah sepatutnya kita melestarikannya dengan
cara mempelajari bahasa daerah kita sendiri.
Rahasia kejadian langit dan bumi,
perbedaan bahasa dan warna kulit, serta sifat-sifat kejiwaan manusia itu tidak
akan diketahui oleh orang-orang yang mempunyai ilmu pengetahuan. Karena itulah
ayat ini ditutup dengan, ”... Sungguh pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.”
Kemudian, yang dapat kita petik dari
materi kesederajatan adalah bahwasannya semua manusia sederajat, tidak ada
perbedaan diantara mereka. Semua umat manusia memiliki kewajiban untuk
menyembah Allah dan dilarang untuk menyekutukannya dengan hal apapun yang ada
di dunia ini. Allah juga memerintahkan agar manusia berbuat baik, tanpa
memandang bulu, tanpa membeda-bedakan. Yang pertama kita harus menghormati
orang tua karena orang tua lah kita ada di dunia, kita juga harus berbuat
kebaikan kepada karib-kerabat, terhadap umat muslim yang dekat maupun yang
jauh, bahkan kita juga harus berbuat baik kepada umat beragama yang lain. Juga
kepada orang terdekat, yang biasa kita sebut dengan tetangga. Karena tetanggalah
orang yang pertama kali mengetahui apabila seseorang sedang dalam keadaan yang
baik maupun kesusahan. Kepada orang yang miskin atau kurang mampu kita juga
harus memberikan kebaikan, sama halnya terhadap teman dan ibnu sabil. semua
yang kita miliki sekarang hanyalah titipan yang harus kita jaga dan pergunakan
sesuai dengan apa yang diajarkan oleh syari’at. Karena pada dasarnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang menyombongkan serta membanggakan dirinya.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Qarni , ‘Aidh, Tafsir
Muyassar, (Jakarta, Tim Qidni Press, 2007)
http://www.nu.or.id/post/read/74936/tafsir-al-hujurat-ayat-13-tak-kenal-maka-tak-sayang
Nadirsyah Hosen, Rais Syuriyah PCI Nahdlatul Ulama Australia - New Zealand dan Dosen Senior Monash Law School
Nadirsyah Hosen, Rais Syuriyah PCI Nahdlatul Ulama Australia - New Zealand dan Dosen Senior Monash Law School
Katsir, Ibnu, Tafsir Ibnu Katsir (Jilid 7), (Jakarta: Pustaka
Imam As-Syafi’i)
Setiadi, Elly M. dkk.Ilmu Sosial dan Budaya Dasar,
(Bandung:Citra Karsa Mandiri,2005)
Tumanggor, Rusmin dkk, Ilmu
Sosial dan Budaya Dasar (Jakarta, Kencana Prenamedia Group, 2014)
[1] Elly M.
Setiadi, Kama A. Hakam, dan Ridwan Effendi, Ilmu
Sosial Dan Budaya
Dasar,(Bandung:Citra Karya Mandiri,2005). Hlm.145
[4] Elly M.
Setiadi, Kama A. Hakam, dan Ridwan Effendi, Ilmu
Sosial Dan Budaya
Dasar,(Bandung:Citra Karya Mandiri,2005), hlm 145
[5] ‘Aidh al-Qarni, Tafsir
Muyassar, (Jakarta, Tim Qidni Press, 2007) hlm. 482-483
No comments:
Post a Comment