Nama : Lia Nikmatul Maula
NIM : 933805515
Mata Kuliah : Hadist 3
Dosen Pengampu : Ibu Qaidatul Marhumah, M.Th.I
Amanah dan Jujur
Amanah merupakan salah satu akhlak para
rasul yang paling nampak,sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT dalam
surat Asy Syu’ara ayat 107 yaitu :
إنِّي لَكُمْ رَسُولٌ أَمِينٌ -١٠٧
“ Sesungguhnya aku adalah seorang Rasul
yang memegang amanah (yang diutus) kepada kalian.”
Pengertian Amanah
Amanah dalam bahasa arab berasal dari kata al
Amaanah yang berarti segala yang diperintah Allah SWT kepada hamba-hambanya.[1] Secara khusus amanah adalah sikap
bertanggung jawab orang yang dititipi barang, harta atau lainnya dengan
mengembalikannya kepada orang yang mempunyai barang atau harta tersebut.
Sedangkan secara umum amanah sangat luas
sekali. Sehingga menyimpan rahasia, tulus dalam memberikan masukan kepada orang
yang meminta pendapat dan menyampaikan
pesan kepada pihak yang benar atau sesuai dengan permintaan orang yang berpesan
juga termasuk amanah.
Maka sifat amanah baik secara umum maupun
yang khusus sangat berhubungan erat dengan sifat-sifat mulia lainnya seperti
jujur, sabar, berani, menjaga kemuliaan diri, memenuhi janji dan adil.[2]
Nilai Amanah
·
Hadist :
لأَنْ يَلْبَسَ أحَدُكُمْ ثَوْبا مِنْ
رِقاَعٍ شَتىَّ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أن يَأخُذَ بِأَماَنَتِهِ ماَلَيْسَ عِنْدَهُ
“ Bahwa seseorang kamu ( yang ) memakai secarik kain tambahan lebih
baik dari orang yang mengambil amanat yang bukan miliknya, “
·
Kosa Kata :
يَلْبَسَ : memakai رِقاَعٍ: kaintambahan
عِنْدَهُ :miliknya,
·
Perawi:
Di riwayatkan oleh Imam Ahmad dari Anas
bin Malik. Menurut Al Haitsami di dalamnya sanadnya ada orang yang bernama
Jabir bin Yazid yang tidak ada hubungannya dengan Al Jeifi dan perawi yang
lainnya “ tsiqat “ ( dapat di percaya).
Al Baihaqi telah meriwayatkan pula dan As Suyuthi memasukannya kedalam kelompok
hadist hasan.
·
Sababul Wurud :
Dari Anas, ia berkata : Rasulullah telah
mengutusku menemui seorang Nasrani ( dalam riwayat lain, Yahudi). Agar dia
mengirimkan kepadanya beberapa potong kain pakaian untuk Maisaroh. Orang itu
berkata “ Apakah Maisaroh, demi Allah, Muhammad itu tidak memiliki unta ataupun
kambing. Aku ( Anas) pulang dan ketika Rasulullah melihatku, beliau bersabda :
“ Musuh Allah itu telah berdusta, demi Allah aku adalah lebih baik dari
siapapun yang mengadakan perjanjian jual-beli.”. Kemudian Rasulullah bersabda
sebagaimana bunyi hadist diatas.
·
Keterangan :
“ Riqo’ ” jamak dari “ ruq’ah “ artinya
tambahan kain. Hadits ini bermakna bahwa memakai baju bertambalan dan sabar
lebih baik dari mengambil amanat yang bukan miliknya atau tidak menunaikannya
sebagaimana mestinya.[3]
Bentuk-Bentuk Amanah dalam kehidupan Sehari-hari :
1. Memelihara titipan dan mengembalikannya seperti
semula
2. Menjaga rahasia
3. Tidak menyalahgunakan jabatan
4. Menunaikan kewajiban dengan baik
5. Memelihara Semua nikmat yang diberikan Allah SWT
6. Sikap Anak kepada orang tua
7. Amanah dalam menjagaagama[4]
Cara
untuk Menjadi Pengemban Amanah :
1.
Takwa kepada Allah SWT
2.
Tidak menaati orang-orang kafir dan orang-orang munafik
3.
Mengikuti apa yang diwahyukan dari Allah SWT
4.
Bertawakal kepada Allah SWT.[5]
Pengertian
Jujur :
JujurdalamBahasaArabberartibenar (siddiq). Benardisiniyaitubenardalamberkatadanbenardalamperbuatan.
Berlaku jujur dengan perkataan dan perbuatan, mengandung makna, berkata harus sesuai dengan yang
sesungguhnya, dan sebaliknya jangan berkata yang tidak sesuai dengan yang
sesungguhnya. Dan perkatanitudisesuaikandengantingkahlakuperbuatan, sebagaimana yang
dijelaskandalamsurat at-Taubahayat 119.
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ وَكُونُواْ مَعَ الصَّادِقِينَ
. “ Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah
kamu bersama orang-orang yang benar.”
Dampakdarisifatjujuradalahmenimbulkan
rasa berani, karenatidakada orang yang merasatertipudengansifat yang diberikankepada orang lain danbahkan orang
merasasenangdanpercayaterhadappribadi orang yang jujur. Pepatahadamengatakan
“beranikarenabenar, takutkarenasalah”.[6]
·
Hadist :
حدّثنا
زُهَيْرُ بن حَرْبٍ و عُثْمَان بن أبِيى شَيْبَةَ و إِسْحَقُ بن إبرَاهِيمَ قال إِسْحَقُأخْبَرَنَا
و قالَ الآخَرَانِ حدّثناجَرِيرٌ عن مَنْصُورٍ عن أبيى وائِلٍ عن عبدالله قالَ
قالَ رسول الله صلى الله عليه وسلم اِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى الى اْلبِّرِ, واِنَّ
البِرَّ يَهْدِى الى الجَنَّةِ, وإنَّالرَّجُلَلَيَصْدُقُ حَتىَّ يُكْتَبَ
صِدِّيقاً واِنَّ الكَذِبَ يَهْدِى الى الفُجُورِ, واِنَّ الفُجُورَ يَهْدِى الى
النّاَر, وإنَّ الرَّجُلَلَيَكْذِبُ حَتىَّ يُكْتَبَ عِنْدَ الله كَذَّاباً.
zuhair bin Harb, Utsman bin Syaibah dan Ishaq bi Ibrahim telah
memberitahukan kepada kami,Ishaq berkata,Jarir telah mengabarkan kepada
kami,sedangkan dua lainnya berkata, Jarir telah memberitahukan kepada kami,
dari Manshur dari Abu Wail dari Abdullah,ia berkata,”Rasulullah saw bersabda; sesungguhnya
kejujuran akan menunjukkan pelakunya kepada kebaikan, dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan kepada
pelakunya jalan ke surga.dan sesungguhnya seseorang selalu berkata jujur
sehingga dia akan di catat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan
kedustaan itu menyeret kepada perbuatan dosa, dan dosa itu dapat mengantarkan ke
neraka.dan seseorang selalu berdusta pada akhirnya dia akan di catat di sisi
Allah sebagai seorang pendusta”(Shahih Muslim : 6580)
·
Takhrij Hadist
Di takhrij oleh :
1. Al-Bukhari di dalam kitab
Al-Adab, Bab Qawlullah Ta’ala: Ya Ayyuhal Ladzina Amanu Ittaqullaha wa
Kunu Ma’ash Shiddiqin (nomor 6094), Tuhfah Al-Asyraf (nomor 9301).
2. Abu Dawud di dalam kitab
Al-Adab,Bab Fii At-Tasydid Fii Al-Kadzib (nomor 4989)
3. At-Tirmidzi di dalam
kitab Al-Birr wa Ash-Shilah, Bab Maa Ja’a Fii Ash-Shidq wa Al-Kadzib
(nomor 1971), Tuhfah Al-Asyraf (nomor 9261).[7]
·
Kosa Kata :
الصِّدْقَ : kejujuran اْلبِّرِ : kebaikan
اْلكَذِبَ : dusta الفُجُورِ : kedurhakaan
·
Uraian Arti Kata :
As Sidq, sesuatu yang sesuai dengan
kenyataannya.
Al kizb,
sesuatu yang bertentangan dengan kenyataannya.
Al Birru, keleluasaan dalam mengerjakan berbagai
kebaikan.
Asal kata Fujur mempunyai arti
membelah, yakni melanggar aturan agama, kemudian di gunakan untuk makna
kecenderungan kepada dekadensi moral, sehingga mempunyai arti perbuatan yang
menghimpun segala keburukan.[8]
·
Tafsir Hadist
Rasulullah Saw.bersabda :
اِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى الى اْلبِّرِ, واِنَّ البِرَّ يَهْدِى
الى الجَنَّةِ,واِنَّ الكَذِبَ يَهْدِى الى الفُجُورِ, واِنَّ الفُجُورَ يَهْدِى
الى النّاَر
“ sesungguhnya kejujuran akan menunjukkan pelakunya kepada kebaikan,
dan sesungguhnya kebaikan akan
menunjukkan kepada pelakunya jalan ke surga.dansesungguhnya dusta akan
menjerumuskan pelakunya kepada dosa, dan sesungguhnya dosa akan menjerumuskan
kepada pelakunya jalan ke neraka.......”
Ulama mengatakan,”Artinya,kejujuran dapat
menuntun melakukan perbuatan baik yang bersih dari hal-hal tercela.” Albirru
(perbuatan baik) adalah satu kata yang mencakup semua jenis kebaikan. Dikatakan
juga bahwa Albirru berarti surga. Boleh juga mencakup keduanya yaitu amal
shalih dan surga. Sedangkan kebohongan dapat menyeret / menjerumuskan pada hal
dosa dan melenceng dari kebenaran. Dikatakan juga maksudnya adalah dorongan
untuk berbuat maksiat.
Sabda Nabi Saw.,
وإنَّ الرَّجُلَلَيَكْذِبُ
حَتىَّ يُكْتَبَ عِنْدَ الله كَذَّاباً.َالرَّجُلَلَيَصْدُقُ حَتىَّ يُكْتَبَ صِدِّيقاً
“...seseorang selalu berkata jujur sehingga dia akan di catat di sisi Allah
sebagai orang yang jujur.dan seseorang selalu berdusta pada akhirnya dia akan
di catat di sisi Allah sebagai seorang pendusta”.
Ulama mengatakan, “ Hadist ini
menganjurkan agar senantiasa berlaku jujur dan mengecam kebohongan dan
menggampangkan berkata dusta; karena orang yang mudah berbohong pasti sering
melakukan kebohongan dan akhirnya terkenal dengan sebutan pembohong. Dan Allah
menetapkannya sebagai pembohong besar
Yang dimaksud dengan “...Dia tercatat
disisi Allah Ta’ala...” adalah dia dihukumi dengan itu;sebagai orang yang
jujur yang akan mendapatkan pahala, atau sebagai pendusta yang akan mendapatkan
siksa. Status orang yang jujur atau pembohong disini adalah bisa jadi Allah
Ta’ala menunjukkan kepada makhluk tentang orang itu dikalangn penduduk langit,
atau Allah Ta’ala menancapkan pada hati-hati manusia didunia ini dengan cinta
dan benci sehingga mulut-mulut mereka mengucapkan apa adanya dari keadaan
mereka. Tetapi semua itu sudah Allah Ta’ala takdirkan dan sudah tertulis di
Lauhil Mahfudz. Wallahu A’lam.[9]
.
[1]Ahmad Warson
Munawwir, Al Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka
Progressif cetakan ke 14, 1997) .41.
[2] Abdul Mun’im
al Hasyimi, Akhlak Rasul Menurut Bukhari dan Muslim, (Jakarta: Gema
Insani, 2009) 267.
[3]Ibnu Hamzah Al
Husaini Al Hanafi AD Damsyiqi, Asbabul Wurud 3 (Jakarta : Kalam Mulia,
2008),130.
[4]Amru Khalid,
Berakhlak Seindah Rasulullah, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2007) hlm.
168-171.
[5]Abu ‘Amar
Mahmud al Mishry, Manajemen Akhlak Salaf: Membentuk Akhlak Seorang Muslim
dalam Hal Amanah, Tawadhu’, dan Malu, (Solo: Pustaka Arafah, 2007) hlm.
87-88.
[6]HamzahYa’cub, Etika
Islam, (Bandung : Diponegoro, 1983), .102
[7] Imam
An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim (Jakarta : Darus Sunnah,2011),734-737.
[8]Syihabud Din
Abul Fadl ibn Hajar Al-‘Asqalani, Meraih jalan petunjuk “Syarah Bulughul Maram”(Bandung:
Nuansa Aulia,2007),385-386.
[9]Al-‘Asqalani.,737-738.
No comments:
Post a Comment