Hadis
Tentang Istigfar
Sahabat
Fajar 933800315
A.
Hadis
1.ياعبادي إنكم تخطئون بالليل و النهار و أنا
أغفر الذنوب جميعا فاستغفروني أغفرلكم)رواه
مسلم)
Artinya “wahai hamba-hamba ku sesungguhnya kalian telah melakukan
dosa pada siang dan malam dan Aku mengampuni semua dosa-dosa. Maka mohonlah
ampunan kepadaKu niscaya Aku mengampuni dosa kalian”.[1]
تخطئون kalian berbuat
kesalahan :
الليل malam hari:
النهارsiang hari:
أغفرaku mengampuni:
2.حدثنا أبو
اليمان أخبرنا شعيب عن الزهرى قال أخبرني أبو سلمة بن عبد الرحمن قال قال أبو
هريرة سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول والله لأستغفر الله و أتوب إليه فى
اليوم أكثر من سبعين مرة
Artinya “Abul Yaman telah memberitahukan kepada kami, Syu’aib mengabarkan
kepada kami dari Az zuhri ia mengatakan Abu Salamah bin Abdurahman telah
memberitahukan kepadaku, ia mengatakan Abu Hurairah berkata aku mendengar
Rasulullah saw. bersabda Demi Allah sesungguhnya aku Benar-benar beristigfar
kepada Allah dan bertaubat kepadanya dalam sehari lebih dari 70 kali”.
لأستغفر: aku benar-benar
memohon ampun
أتوب aku bertaubat:
سبعين مرة tujuhpuluh kali :
حَدَّثَنَا أَبُو مَعْمَرٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ
الْوَارِثِ حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ بُرَيْدَةَ
قَالَ حَدَّثَنِي بُشَيْرُ بْنُ كَعْبٍ الْعَدَوِيُّ قَالَ حَدَّثَنِي شَدَّادُ
بْنُ أَوْسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ سيد
الإستغفار أن تقول : اللهم أنت ربي لا إله إلا أنت خلقتني و أنا عبدك و أنا على عهدك
و وعدك ما استطعت أعوذوبك من شرّ ما صنعت أبوء لك بنعمتك عليّ و أبوء بذنبي
فاغفرلي فإنه لا يغفر الذنوب إلا أنت (رواه البخارى)
Artinya “rajanya istigfar adalah ucapan “ ya Allah engkau
adalah rabbku, yang tiada tuhan selain Engkau, Engkau meciptakan aku dan aku
adalah hambaMu. Aku berada pada sumpah dan janjiMu menurut kesanggupan-ku, aku
berlindung kepadaMu dari kejahatan apa yang aku perbua. Aku mengakui nikmatMu
atas diriku dan mengakui dosaku,maka ampunilah aku karena tidak ada yang
mengampuni selain Engkau”.[2]
B.
Penjelasan
dan Korelasi Hadis
Dalam menjalani hidup ini, manusia
manapun pastinya tak pernah lepas dari kesalahan dan dosa, baik kesalahan yang
sadar maupun tak sadar. Itu merupakan hal yang alamiah, karena manusia adalah
makluk yang terbatas dan tak luput dari kesalahan. Hal tersebut secara positif
menunjukan kenikmatan merasakan ketundukan memohon ampunan pada Allah sekaligus
berlindung kepadanya. Oleh karena itu manusia diperintahkan untuk istighfar kepadaNya.
Senada dengan hadis pertama yang telah
saya bubuhkan diatas merupakan suatu isyarat atau peringatan dari Allah bahwa
selayaknya sebagai manusia yang beriman haruslah membangun kesadaran mental bahwa mereka ialah makhluk yang tak
pernah luput dari dosa. Dan disisi lain dalam hadis tersebut disebutkan bahwa
Allah telah membuka pintu ampunan selebar-lebarnya. Dari situlah Allah
memerintahkan untuk memohon ampunan. Walaupun dalam beristigfar harus
dibarengi dengan rasa penyesalan dan kehinaan dihadapanNya, namun dalam al
Qur’an justru Allah telah menyebutkan bahwa orang-orang yang memohon ampun
kepada Allah adalah orang-orang yang mulia yang akan dijanjikan surga di
akhirat kelak[3].
Sedangkan istigfar sendiri menurut
syekh Yusuf al Qardawi berarti memohon ampunan atau memohon penghapusan dosa.
Ibnu Taimiyyah dengan pendekatan linguistik mendifinisikan al maghfirah
(ampunan) adalah perlindungan dari segala dosa. Terminology tersebut merupakan
kata bandingan dari al mighfar (tutup kepala) yang berarti yang melindungi
kepala dari gangguan. Oleh karena itu untuk memohon ampunan haruslah
disandarkan pada Allah yang memiliki asma’ al ghafur, al ghaffar,
ghafirudzunuub[4].
Nabi Muhammad sebagai suri tauladan
umat manusia telah memberi contoh kepada umatnya untuk beristigfar sampai lebih
dari tujuh puluh kali[5]
bahkan dalam riwayat lain disebutkan bahwa beliau beristigfar sampai seratus
kali dalam satu hari[6].
Dengan kedudukan kenabian dan jaji Allah yang telah mengampuninya sebelum dan
sesudah berbuat dosa, beliau tetap memohon ampun kepada Allah. Bagaimana jika
tauladan ini dibandingkan dengan kita, dan bagaimana pula jika besaran
kenikmatan yang Allah telah berikan dibandingkan dengan dosa-dosa yang telah
kita perbuat. Selayaknya ini menjadi renungan bagi kita.
Selanjutnya, dalam memohon ampunan
kepada nabi Muhammad juga memberikan contoh seperti lafadz hadis ketiga diatas.
Syekh ibnu Abi Jamrah berkomentar atas hadis ini bahwa dalam hadis ini
Rasulullah telah menghimpun berbagai makna yang mempesona dan susunan kalimat
yang menawan. Sehingga membuat do’a ini layak sebagai raja dari kalimat
istighfar[7].
Lebih jauh dalam hadis tersebut
memuat pengakuan atau kesaksian uluhiyyah dan ubudiyyah bagi Allah semata,
pengakuan terhadap sebagai khaliq, pengukuhan janji yang diambil, harapan apa
yang telah dijanjikanNya, berlindung dari kejahatan yang dilakukan hamba
terhadap dirinya sendiri, dan pengakuan
pemberian kenikmatan terhadap Allah. Tidak hanya berupa kata-kata, menarik
untuk disimak bagaimana ibnu Athaillah as-sakandari menyusun bukunya” Tajul
‘Aruz” secara sistematis dan koherensif terkait bagaimana memohon ampunan pada
Allah swt. selain memohon ampunan, beliau menambahkan untuk senantiasa
bermuhasabah (menghitung-hitung diri)[8].
Hal yang saya fahami dari poin tersebut, merupakan sebuah cara yang lebih
reflektif dan kontemplatif guna membangun suatu nilai yang lebih transformatif.
Dengan melakukan refleksi atas dosa-dosa yang telah kita berbuat, dapat
membangun kesadaran mental dalam diri sehingga terbangunlah penyesalan dan
kehendak untuk memohon ampunan dan perlindungan.
C.
Kesimpulan
Dari ketiga hadis tersebut memiliki
tema yang sama, namun ketiga memiliki sinergitas satu sama lain. Hadis pertama
merupakan hadis qudsi yang mengingatkan bahwa kita adalah makluk yang terbatas
dan tak pernah lepas dari dosa, baik dosa yang disengaja atau yang tidak
disengaja. Sebab itu Allah memberikan perintahnya untuk bersimpuh dan memohon
ampun kepadaNya dan oleh juga telah membuka pintu ampunan selebar-lebarnya
untuk manusia.
Kedua, merupakan fakta mengaggumkan
dari nabi yang memohon ampunan hingga lebih tujuh puluh kali disetiap harinya.
Memasuki hadis kedua ini menjadi besar harapan saya agar dijadikan sebuah
renungan atas apa-apa yang telah kita perbuat dan menjadi perbandingan antara
Muhammmad dan umatnya.
Hadis ketiga merupakan ajakan dan
ajaran nabi kepada umatnya untuk memohon ampunan kepada Allah dengan
kalimat-kalimat yang indah dan penuh kepasrahan. Hal yang menjadi poin penting
disini adalah agar bagaimana permohonan ampun yang kita lakukan lebih bermakna
dan lebih dalam yakni tidak hanya kata-kata saja. Karenanya ibnu Athaillah
mengajarkan untuk bermuhasabah demi membangun kesadaran atas dosa-dosa,
kemudian tergugahlah untuk bersimpuh dan memohon ampunan dan perlindungan pada
Allah swt.
[1] HR
Muslim No.4674
[2] HR
Bukhari No 5831.
[3]
Lihat surat al Imran 15-17.
[4]
Yusuf al Qardawi, Taubat, terjSuhardi( Jakarta Timur : Pustaka al Kautsar 1998)53.
[5] Muhammad
bin Shalih al Utsaimin,Syarah shahih Bukhari, terj Darwis,LC et al(Jatinegara:
Darussunnah2012)jilid 8 hal 308.
[6] HR
Muslim No.2702
[7]
Yusuf al Qardawi, Taubat,.62.
[8]
Ibnu Athaillah, Tajul Arus al Hawi li Tahzib an Nufus, Terj Fauzi Faisal
Bahreizi(Jakarta:Zaman,2003)10.
No comments:
Post a Comment