Nama : Amalia Evi Kumala
NIM
: 933803815
Prodi : Ilmu Al-Qurán dan Tafsir/ semester
4
Menahan Amarah
A.
Hadits Menahan Amarah
حَدَّثَنَاالْعَبَّاسُ بْنُ
مُحَمَّدٍالدُّوْدِيُّ وَغَيْرُ وَاحِدٍ٬ قَالُوْا نَبَّأَنَا عَبْدُاللهِ بْنُ
يَزِيْدَ الْمُقْرِى أَخْبَرَنَا سَعِيْدُبْنُ أَبِى أَيُّوْبَ حَدَّثَنِى أَبُوْ
مَرْحُوْمٍ عَبْدُالرَّحِيْمِ بْنُ مَيْمُوْنٍ عَنْ سَهْلِ بْنِ مُعَاذِبْنِ
أَنَسٍ الْجُهَنِيِّ عَنْ اَبِيْهِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّاللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ يَسْتَطِيْعُ أَنْ يُنَفِّذَهُ دَعَاهُ اللهُ
يَوْمَالْقِيَامَةِ عَلَى رُؤُوْسِ الْخَلاَئِقِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ فِى أَيِّ الْحُوْرِ
شَاءَ. هذَاحَدِيْثٌ حَسَنُ غَرِيْبٌ.
Terjemah
Al-Abbas bin Muhammad Ad Dudi dan
tidak hanya seorang menceritakan kepada kami, mereka berkata: “Abdullah bin
Yazid Al-Mughri menceritakan kepada kami. Said bin Abi Ayyub memberitahukan
kepada kami, Abu Marhum Abdur Rahim bin Maimun menceritakan kepadaku dari sahl
bin Muadz bin Anas Al-Juhani dari ayahnya dari Rasulullah saw.
bersabda:”Barangsiapa menahan marah sedangkan dia mampu melampiaskanya, maka
Allah memanggilnya di hari qiyamat di hadapan para mahluk sehingga menyuruh dia
memilih mana bidadari yang dia kehendaki”.
Hadits ini adalah hasan gharib.[1]
Kosakata
كَظَمَ غَيْظًا : Menahan
Amarah
رُؤُوْسِ
الْخَلاَئِقِ
: Di hadapan para mahluk
الْحُوْرِ : Bidadari
Penjelasan
Maksud dari hadits tersebut adalah
bagi seseorang yang mampu menahan amarahnya dan mampu melampiaskan kemarahanya
itu, maka pada hari qiamat nanti Allah akan memanggilnya dihadapan seluruh
mahkluk dan Allah akan menyuruhnya untuk memilih bidadari yang dia inginkan.
Hadits 2
عَنْ اَبِىْ هُرَيْرَةَ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
لَيْسَ الشَّدِيْدُ بِالصُّرَعَةِاِنَّمَا الشَّدِيْدُ الَّذِيْ يَمْلِكُ نَفْسَهُ
عِنْدَالْغَضَبِ.
Terjemah
Dari Abu Hurairah r.a. sesungguhnya
Rasulullah saw. brsabda:”Orang yang kuat bukanlah orang yang (selalu)
membanting orang (dengan kekuatanya), akan tetapi yang kuat adalah orang yang
kuat menahan hawa nafsunya ketika ia marah.[2]
Kosakata
الشَّدِيْدُ : Orang
yang kuat
يَمْلِكُ نَفْسَهُ : Menahan hawa nafsunya
الْغَضَبِ :Marah
Penjelasan
Maksud dari istilah Syadid dalam
hadits ini bukan kuat secara fisik melainkan kuat secara mental, yaitu orang
yang mampu mengendalikan emosinya, sehingga tidak melakukan tindakan yang
buruk, sebab mampu menahan diri untuk tidak melampiaskan emosinya kepada orang
lain yang membuatnya marah.
Makna hadits mengandung isyarat yang
menunjukkan bahwa jihad melawan hawa nafsu lebih berat daripada jihad melawan
musuh, sebab Rasulullah saw. memberi predikat orang kuat bagi orang yang mampu
mengendalikan emosinya disaat sedang marah.[3]
Hadits 3
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَنَّ رَجُلاً قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ اَوْصِيْنِى قَالَ: لاَتَغْضَبْ٬ فَرَدَّدَمِرَارً قَالَ: لاَتَغْضَبْ
Terjemah
Dari Abu Hurairah r.a sesungguhnya
seorang lelaki berkata pada Nabi Rasulullah saw. :Wasiatilah aku, beliau
bersabda:”Janganlah kamu marah”. Ia bertanya berulang-ulang, Nabi bersabda:
Janganlah kamu marah.”
Kosakata
رَجُلاً :Laki-laki
: لاَتَغْضَبْ Jangan kamu
marah
اَوْصِيْنِى : Wasiatilah aku
Penjelasan
Hadits ini melarang marah dan semua
penyebabnya, serta mengandung anjuran untuk tidak melibatkan diri ke dalam
hal-hal yang dapat menimbulkan kemarahan.
Menurut pendapat lain disebutkan
bahwa sebenarnya larangan ini berkenaan dengan hal-hal yang menimbulkan amarah
yaitu sikap sombong, sebab ketika terjadi sesuatu hal yang bertentangan dengan
keinginan yang dikehendaki orang yang bersangkutan, maka kesombonganya akan
memicu kemarahannya.
Sikap orang yang rendah hati lagi
tidak sombong akan terhindar dari kesudahan yang buruk dari amarahnya.[4]
B.
Manfaat Menahan Amarah
Manfaat menahan
amarah atau bisa juga disebut dengan pengendalian emosi marah dapat dilihat
dari beberapa aspek, yaitu:
Pertama, menjaga
kmampuan berfikir jernih dan mampu menghasilkan keputusan-keputusan yang benar.
Kedua, menjaga keseimbangan tubuh. Ia tidak akan mengalami ketegangan
fisik yang timbul akibat peningkatan energi yang disebabkan oleh bertambahnya
penyaringan gula oleh liver.
Ketiga, pengendalian emosi marah atau menahan amarah dan tidak melakukan
penyerangan kepada orang lain, baik secara fisik maupun verbal, serta
melanjutkan interaksi dengan mereka secara baik dan tenang akan membangkitkan
ketenangan pada diri lawan.
Keempat, menahan amarah juga berguna dilihat dari aspek kesehatan. Sebab
manusia akan menghindari banyak penyakit fisik yang biasanya terjadi sebagai
dampak dari emosi yang meluap.[5]
[1] Muhammad Isa
bin Surah At-tirmidzi, Terjemah Sunan At-Tirmidzi, Terj, Moh. Zuhri,
(Semarang: CV. Asy-
Syifa’, 1992) hlm. 526.
[2] Al Imam Abu
Abdullah bin Ismail Al Bukhari,Tarjamah Shahih Bukhari Jilid I, Terj.
Achmad
Sunarto,(Semarang: CV.
Asy-Syifa’), hlm. 105.
[3] Ibnu Hajar
Al-Asqalany, Syarah Bulughul Maram, Terj. Bahrun Abubakar, (Bandung:
Nuansa Aulia, 2007),
hlm. 351.
[4] Ibid.,
hlm.362.
[5] Muhammad
Utsman Najati, Psikolog dalam Al-Qur’an(Terapi Qur’ani dalam penyembuhan
Gangguan
Kejiwaan), Terj. M. Zaka
Al-Farisi,(Bandung:CV. PUSTAKA SETIA, 2005), hlm. 185-186.
No comments:
Post a Comment