Blog Archive

Monday, March 20, 2017

marah Nama : Abu kasim Patiran NIM : 933803715



Nama : Abu kasim Patiran
NIM : 933803715

Hadits Tentang Marah

حَدَّثَنا عَبّاسُ بْنُ محمد الدوري وغير واحد قالوا حدثنا عبد الله بن يزيد المقرىء حدثنا سعيدلابن ابي ايوب حدثني ابو مرحوم حبد الر حيم بن ميمون عن سهل بن معاز نب انس الجهني عن ابية عن اليوب صلى اللة عليه وسلم قال مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ يستطيع ان ينفذه دعاه الله يوم القيامة على رءوس الخلائق حتى يخيره في اي الحور شاء قال هذا حديث حسن غريب

Artinya: Telah menceritakan Abbas bin Muhammad Ad Duri dan lebih dari satu orang perawi berkata, Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yazid Al Muqri Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Abu Ayyub Telah menceritakan kepadaku Abu Marhum Abdurrahim bin Maimun dari Sahl bin Mu'adz bin Anas Al Juhani dari bapaknya dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Barangsiapa yang menahan amarahnya, sedangkan ia mampu untuk menumpahkannya, maka Allah akan memanggilnya kelak pada hari kiamat di atas kepada seluruh makhluk, sehingga Allah memberikannya pilihan yang ia inginkan." (H.R Abu Dawud)[1]
Penjelasan:
            Sifat marah adalah kekuatan yang timbul dari batinnya, Allah menciptakan didalam batin manusia. Tidak ada manusia yang tak memiliki sifat amarah berapapun kadarnya.  Hanya saja, seberapa jauh, setiap orang memiliki kemampuan menahan dan mengendalikan sifat amarah dalam dirinya.  Sebagian orang mengatakan  marah adalah manusiawi, karena marah adalah bagian dari kehidupan kita. Tapi alangkah baiknya bila kita bisa menjadi pribadi yang bisa menahan marah dan kalaupun kita marah, maka marahnya kita tidak berlebihan.
Tiga hal termasuk akhlak keimanan yaitu, orang yang jika marah, kemarahannya tidak memasukkanya kedalam perkara batil,   jika senang maka kesenangannya tidak mengeluarkan dari kebenaran dan jika dia mampu dia tidak melakukan yang tidak semestinya.
Maka wajib bagi setiap muslim menempatkan nafsu amarahnya terhadap apa yang dibolehkan oleh Allah Swt[2], tidak melampaui batas terhadap apa yang dilarang sehingga nafsu amarahnya tidak mengarah kepada kemaksiatan, kemunafikan apalagi sampai kepada kekafiran.  Kita harus melatih diri kita agar tidak menjadi orang yang mudah marah dan menahan marah kita agar kemarahan kita tidak berlebihan.
Syeikh Imam al-Ghazali, dalam Kitab Ihya’ Ulumuddin nya mengatakan, “Barangsiapa tidak marah, maka ia lemah dari melatih diri. Yang baik adalah, mereka yang marah namun bisa menahan dirinya.”

عنْ أَبِي هريْرة رضي اللهُ عنْه أنّ رجلا قَالَ للنّبِيّ صلّى اللهُ عليْه وسلّم: أَوْصِنِي، َالَ: لا تغْضبْ فردّد مِرارا، قال: لا تغْضبْ )  رواه البخاري(
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam: “Berilah wasiat kepadaku”. Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Janganlah engkau marah”. Maka diulanginya permintaan itu beberapa kali. Sabda beliau: “Janganlah engkau marah”.(HR. al-Bukhari)[3]
PENJELASAN HADITS
Seorang laki-laki datang kepada Nabi dan meminta  diberi wasiat. Nabi mewasiatkan kepadanya untuk jangan marah. Hal itu diulangi beberapa kali, menunjukkan pentingnya wasiat tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa menahan amarah memiliki kedudukan, manfaat, dan keutamaan yang tinggi. Sebagian ulama’ menyatakan bahwa wasiat Nabi disesuaikan dengan keadaan orang yang meminta wasiat. Orang yang meminta wasiat tersebut adalah seorang pemarah, maka Nabi memberikan wasiat kepadanya agar jangan marah.
Janganlah engkau marah”, kata sebagian para Ulama’ mengandung 2 makna:
  1. Latihlah dirimu untuk senantiasa bersikap sabar dan pemaaf, jangan jadi orang yang mudah marah.
  2. Jika timbul perasaan marah dalam dirimu, kendalikan diri, tahan ucapan dan perbuatan agar jangan sampai terjadi hal-hal yang engkau sesali nantinya. menahan diri agar jangan sampai berkata atau berbuat hal-hal yang tidak diridhai Allah.
(disarikan dari penjelasan Syaikh Abdurrahman as-Sa’di)
SYARAH HADITS

     Sahabat yang meminta wasiat dalam hadits ini bernama Jariyah bin Qudamah Radhiyallahu ‘anhu. Ia meminta wasiat kepada Nabi dengan sebuah wasiat yang singkat dan padat yang mengumpulkan berbagai perkara kebaikan, agar ia dapat menghafalnya dan mengamalkannya. Maka Nabi berwasiat kepadanya agar ia tidak marah. Kemudian ia mengulangi permintaannya itu berulang-ulang, sedang Nabi tetap memberikan jawaban yang sama. Ini menunjukkan bahwa marah adalah pokok berbagai kejahatan, dan menahan diri darinya adalah pokok segala kebaikan. Marah adalah bara yang dilemparkan setan ke dalam hati anak Adam sehingga ia mudah emosi, dadanya membara, urat sarafnya menegang, wajahnya memerah, dan terkadang ungkapan dan tindakannya tidak masuk akal.


                                       Pemahaman Mengenai Marah


Marah adalah suatu sifat yang dimiliki setiap orang. Namun demikian, Setiap orang memiliki tingkatan marah yang berbeda-beda. Marah adalah suatu bentuk emosi yang bersifat fitrah atau bawaan yang memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Banyak para tokoh maupun para ahli yang berusaha mendefinisikan mengenai hakikat marah. Marah termasuk potensi manusia untuk pembelaan diri ketika wilayah kebenaran religi diusik. Dari definisi tersebut sangat jelas bahwa sifat marah akan muncul manakala seseorang mendapatkan semacam gangguan. Definisi lain menyatakan bahwa marah timbul karena adanya kekangan yang muncul dalam usaha pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Definisi kedua ini tidak jauh berbeda dengan definisi sebelumnya hanya saja disini lebih menekankan pada terhalangnya pemenuhan kebutuhan dasar manusia sebagai sebab munculnya kemarahan.
Tentang kemarahan ini juga dijelaskan didalam Al quran, bahwa Allah telah mengizinkan Rasulullah dan kaum muslimin untuk mempergunakan kekuatannya demi melawan kaum kafir yang menghalangi penegakan agama Allah. Kekuatan ini bersumber dari dari adanya kemarahan yang berawal dari adanya kekangan dalam menyebarkan agama islam dan menyerukan keimanan kepada Allah, sebagai mana firman-Nya, QS Al Fath 29
Artinya:  Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka (QS Al Fath 29)
Dalam pandangan islam marah merupakan refleksi dari sifat syitan yang keji. Ia berusaha untuk menjerumuskan manusia melalui kemarahannya. Karena dalam keadaan marah orang akan sangat mudah untuk melakukan perbuatan-perbuatan keji yang lain. Namun demikian bisa disimpulkan bahwa marah merupakan sifat hati yang harus dikelola, agar setiap kemarahan tidak bersifat destruktif.
2.    Tingkat-tingkat Marah
Seperti sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa setiap orang memiliki potensi atau sifat pemarah akan tetapi berbeda-beda tingkatannya. Dalam makalah ini akan dijelaskan tiga tingkatan marah yaitu;
Golongan Tafrith
Yaitu mereka yang tidak memiliki sifat marah. Apa saja yang berlaku disekelilingnya maka dia tidak menunjukkan perasaan marah. Manusia jenis ini sama sekali tidak memiliki sikap pembelaan terhadap kebenaran. Dia tidak terasa tersinggung apabila agamanya diinjak-injak oleh musuh-musuh Islam. Sedangkan Rasulullah SAW. yang terkenal dengan sikap tawaduk tetap marah mempertahankan agama dengan menentang musuh-musuhnya sekiranya perlu. Golongan jenis ini juga apabila terjadi perlanggaran terhadap kehormatan diri maupun ahli keluarganya maka dia akan menghadapinya dengan sikap yang lemah  dan terlalu merendah diri. Jelas di sini sifat tafrith atau langsung kehilangan sifat marah adalah tercela di sisi syara’.
Golongan  Ifrath
Yaitu mereka yang tidak dapat mengawal perasaan marah lalu bersikap berlebih-lebihan sehingga hilang pengawalan akal yang waras terhadap dirinya.
Golongan seperti ini akan berteriak dengan suara yang kuat serta mengeluarkan kata-kata kasar lagi kesat. Ada kalanya sehingga menyebabkan terjadinya pukul-memukul ataupun amukan yang dahsyat sehingga terjadi pertumpahan darah.
Marah yang tidak dapat dikawal juga dapat membentuk perasaan dendam, benci dan dengki sehingga mendorongnya untuk melakukan pembalasan terhadap orang yang dimarahinya. Allah juga memuji mereka yang dapat mengendalikan perasaan marah melalui firman-Nya dalam surah Ali-Imran: 133-134)
Artinya: Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,. (Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
Golongan I’tidal
Yaitu golongan yang bersikap sederhana di antara tafrith dan ifrath. Mereka tidak menghilangkan sikap marah secara total tetapi hanya akan marah dalam situasi yang bersesuaian. Akal juga masih menguasai dirinya dan mereka sentiasa mengikuti batasan-batasan yang telah ditetapkan oleh syara’. Kemarahan yang tergolong dalam kategori terpuji adalah kemarahan yang timbul hanya kerana menurut perintah Allah dan untuk membela agama Islam serta umatnya. Oleh itu hendaklah kemarahan yang ada dalam jiwa seorang muslim itu bertindak untuk menolak gangguan orang lain terhadap kehormatan dirinya, keluarganya serta umat Islam keseluruhannya dan menghukum mereka yang ingkar kepada perintah Allah. Di antara sifat Rasulullah SAW. ialah Baginda tidak menunjukkan kemarahan dan melakukan pembalasan hanya kerana kepentingan peribadinya. Segala kemarahannya adalah kerana mempertahankan hukum-hukum Allah[4].



     Keutamaan Menahan Marah

Tidak semua kemarahan itu adalah jelek akan tetapi ada kemarahan yang memang diharuskan seperti telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Diantara kemarahan yang diperbolehkan yaitu manakala sudah menyangkut terusiknya kebenaran keyakinan kita. Terlepas dari berbagai definisi maupun pendapat yang ada, penulis berpendapat bahwa walaupun kemarahan itu ada yang diperbolehkan dan ada yang tidak, akan tetapi secara umum sesungguhnya marah itu mempunyai konotasi yang negatif. Oleh karena itu tentu ada keutamaan tersendiri bagi orang yang bisa menahan marahnya terutama marah yang memang tidak dianjurkan dalam agama.
Memang sulit menahan marah, marah termasuk bagian dari sifat kemakhlukan seseorang yang punya bisikan dan hawa nafsu duniawiyah. Banyak orang yang hebat bisa menaklukkan musuhnya, atau mungkin menaklukkan laki-laki dengan kecantikannya atau sebaliknya, menaklukkan orang lain dengan hartanya akan tetapi menaklukkan amarahnya tidak berhasil. Karena seidentik dengan keinginan yang manusiawi, semacam power dari dalam, sehingga menahan amarah adalah sesuatu yang sulit[5].
Dalam sebuah sabdanya Rasulullah SAW mengatakan “Sesungguhnya barang siapa yang dikaruniai untuknya dari watak lemah lembut (tidak pemarah), maka ia sama dengan telah dikaruniai bagian dari kebajikan dunia dan akhirat. Dan barang siapa diharamkan baginya watak lemah lembut (ahli pemarah), maka iapun diharamkan bagiannya dari kebaikan dunia dan akhirat”. Dalam berbagi tulisan lain juga menyebutkan bahwa marah bisa menyebabkan timbulnya berbagai penyakit, oleh karenanya dengan menahan marah berarti kita telah menjaga diri dari potensi terkenanya penyakit-penyakit tersebut.



[1] Imam Abud, hadits Adab shahi Abu Daud.
[2] Musfir bin Said Az zahrani, Konseling Terapi ,( Gema Insani, Jakarta, 2005)

[3] Imam Bukhori, Hadits Shohi Bukhori.
[4] Fatihuddin Abul Yasin, Terapi Rohani Pebngobatan Penyakit Hati, (Terbit Terang, surabaya, 2002)

[5] Musfir bin Said Az zahrani, Konseling Terapi, (Gema Insani, Jakarta, 2005)

No comments:

Post a Comment