Blog Archive

Wednesday, March 22, 2017

hawa nafsu NAMA : FATISA RUSDIANA NIM : 933805115



NAMA            : FATISA RUSDIANA
NIM                : 933805115
TUGAS           : HADITS 3
MATERI         :

A.    HADITS TENTANG HAWA NAFSU
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " ثلاث مهلكات : شح مطاع وهوى متبع وإعجاب كل ذي رأي رأيه" (أخرجه البزار)

B.     Terjemah
“Ada tiga perkara yang dapat menghancurkan, yaitu kekikiran yang dipatuhi, hawa nafsu yang diperturutkan dan kekaguman setiap orang yang berpendapat dengan pendapatnya sendiri". HR al-Bazzar 8/295 no: 3366.

C.     Kosa Kata
مهلكات   : menghancurkan
شح       : kekikiran
متبع       : diperturutkan
وإعجاب : kekaguman

D.    Penjelasan Hadits
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib pernah memberi petuah pada kita semua: "Sesungguhnya tidak ada perkara yang lebih aku takutkan atas kalian dari pada panjang angan-angan dan mengikuti hawa nafsu. Adapun yang pertama, karena panjang angan-angan akan menyebabkan kalian lupa terhadap urusan akhirat, sedang mengikuti hawa nafsu maka akan menjadikan kalian susah untuk menetapi kebenaran".[1]
Dan sangat banyak sekali ucapan para ulama salaf yang memperingatkan umat supaya tidak mengikuti kesalahan yang dilakukan oleh para ulama serta pendapat mereka yang menyimpang. Ulama yang lain, seperti imam al-Auza'i, juga pernah memberi nasehat pada kita: "Barang siapa yang mengambil semua pendapat ulama yang menyimpang tentu dirinya akan keluar dari agama Islam".[2]
Umar bin Khatab radhiyallahu 'anhu pernah mengatakan: "Tiga perkara yang bisa menghancurkan agama. Kesalahan seorang alim, perdebatan yang dilontarkan oleh seorang munafik dan para ulama yang menyesatkan".[3]
Imam Ibnu Hazm al-Andalusi menjelaskan: "Dan kelompok yang lain, mereka adalah kaum yang telah mencapai derajat keilmuan yang tinggi dalam agama, namun tidak dibarengi dengan rasa takut kepada Allah. Dirinya mencoba mencari tiap pendapat ulama yang cocok dengan hawa nafsunya lalu mereka ambil serta ikuti pendapat tersebut dengan taklid buta tanpa berusaha untuk mencocokan dengan nash dari al-Qur'an dan hadits Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam".[4]
Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari Isma'il al-Qadhi, beliau menceritakan: "Suatu saat aku masuk pada Mu'tadhid Billah (khalifah Abbasiyyah saat itu), lalu disuguhkan padaku sebuah kitab, lalu aku telaah, maka aku dapati isinya terkumpul tentang keringanan dan ketergelinciran para ulama serta dalil tiap pendapat dari mereka. Maka aku katakan: "Penulis buku ini adalah zindik". Lalu sang Khalifah bertanya: "Bukankah hadits-hadits yang disebutkan di dalamnya shahih? Ia, namun hadits-hadits tersebut diriwayatkan sesuai hawa nafsunya. Sebab orang yang membolehkan minuman memabukkan tidaklah membolehkan nikah mut'ah, dan orang yang membolehkan nikah mut'ah tidaklah membolehkan nyanyian. Tidak ada seorang alim pun kecuali memiliki ketergelinciran. Dan barangsiapa memungut semua kesalahan ulama niscaya akan hilang agamanya, jawabku. Kemudian Khalifah menyuruh buku tersebut supaya dibakar".[5] Dan para ulama telah mengingkari secara keras orang yang memungut ketergelinciran dan keringanan pendapatnya seorang alim. Dimana terkadang mereka mensifati pelakunya dengan hamba Allah yang paling buruk, sebagaimana dinukil oleh Abdurazzaq dari Ma'mar.[6]
Terkadang mereka mensifati pelakunya dengan orang yang fasik seperti yang diucapkan oleh Ibnu Najar. Beliau mengatakan: "Haram bagi seorang awam untuk mengumpulkan keringanan seorang alim, dan dia orang yang fasik jika melakukan hal tersebut". [7]
Al-Ghazali mengatakan: "Tidak boleh bagi seorang awam untuk mempunyai madzhab pada tiap permasalahan sesuai dengan hati nuraninya lalu dia berusaha memperluasnya". Sebagian orang jika ingin meminta fatwa pada tiap permasalan yang dimilikinya dia bertanya pada orang yang telah dikenal bermudah-mudahan dalam memberi fatwa, dan berfatwa dengan fatwa yang menyelisihi kebanyakan para ulama. Dan bila ditunjukan untuk meminta fatwa pada ulama yang telah diketahui berfatwa dengan al-Qur'an dan Hadits, maka dirinya beralasan: 'Sesungguhnya mereka tidak mengetahui fatwa melainkan hanya menggunakan bahasa haram. Setiap permasalan baginya adalah haram".Maka ketahuilah, sesungguhnya orang semacam ini dan yang semisal dengannya adalah orang yang menjadikan agama sebagai permainan dan sendau gurau. Sedangkan Allah ta'ala telah berfirman kepada Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam:
فلمتقم كما أمرت
"Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu". (QS Huud: 112).
Allah tidak memerintahkan padanya sebagaimana yang engkau inginkan. Berkata Ibnu Abdil Barr menjelaskan: "Para ulama telah bersepakat bahwa seorang awam tidak boleh untuk mengumpulkan keringanan-keringanannya para ulama".Muhammad bin Sirin mengatakan: "Sesungguhnya ilmu ini adalah agama maka lihatlah oleh kalian kepada siapa kalian mengambil agama". Adapun ucapan sebagian mereka yang mengatakan: 'Jadikan perantara antara dirimu dan api neraka bersama orang yang engkau ikuti'. Maka ucapan ini tidak dibenarkan kecuali jika dirinya mau bertanya pada ahli ilmu yang telah dikenal dengan ketakwaanya, dan dalam pertanyaannya tersebut bermaksud ingin mengetahui kebenaran dan ilmu sesuai dengan apa yang diridhoi Allah ta'ala.Diantara potret orang yang mengikuti ketergelinciran para ulama serta meninggalkan pendapatnya kebanyakan ulama, serta yang sesuai dengan dalil. Adalah orang-orang yang mengambil pendapatnya ulama yang membolehkan nyanyian dan meninggalkan pendapat ulama yang mengharamkannya. Seperti pendapatnya Abu Hanifah, Syafi'i, Malik dan Ahmad, serta kebanyakan para ulama yang terdahulu maupun yang belakangan.Diantara mereka ada yang mengambil pendapatnya orang yang menyebutkan boleh untuk mencukur jenggot, lalu mereka meninggalkan dalil-dalil yang jelas, yang bisa dilihat dalam shahih Bukhari dan Muslim serta dalil lainya yang ada dalam al-Qur'an dan hadits yang menunjukan pada perintah memanjangkan jenggot. Dan ini merupakan pendapatnya kebanyakan para ulama salaf dan kholaf, bahkan tidak pernah dijumpai ada pendapat yang membolehkan untuk mencukur jenggot melainkan pada zaman-zaman belakangan ini. Diantara mereka ada yang mengambil pendapatnya orang yang membolehkan memanjangkan pakaian dibawah mata kaki bagi laki-laki tanpa dibarengi sikap sombong. Lantas mereka meninggalkan dalil-dalil yang jelas yang mengharamkan berpakaian melebihi mata kaki bagi kaum pria. Dan apa yang saya bawakan hanyalah buih dari lautan, sangatlah banyak untuk disebutkan semua. Kita memohon kepada Allah ta'ala untuk melimpahkan kemurnian dalam mengikuti kebenaran pada kita serta menjauhkan dari mengekor hawa nafsu. Dan menjadikan kita sebagai golongan yang bersegera mengerjakan perintah Allah dan RasulNya, diridhoi dan diteguhkan sebagaiSyiha seorang muslim.Akhirnya kita ucapkan segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat serta salam semoga Allah curahkan kepada Nabi kita Muhammad, kepada keluarga beliau serta para sahabatnya.[8]



[1]Fadhail ash-Shahabah oleh Imam Ahmad 1/530 no: 881.
[2]Siyar a'lamu Nubala 7/125
[3]Sunan ad-Darimi 1/71.
[4]al-Ahkam fii Ushulil Ahkam 5/65
[5]Siyar a'lamu Nubala 3/465,adz-Dzhabi
[6]lihat al-Amr bil Ma'ruf wa Nahyu 'anil Munkar karya al-Khalal 1/209
[7]Mukhtashar at-Tahrir hal: 252.
[8]Al-Hafidz Syihabud Din Abul Fadl Ibnu Hajar Al-‘Asqalani, Syarah Bulugul Maram, Terj. Abdur Rasyid (Bandung: Nuansa Aulia, 2007), 355-357.

No comments:

Post a Comment