PENDAHULUAN
Diawal pertemuan dan penjelasan yang
sudah lalu, kita telah mengetahui awal munculnya hadis yang tidak terlepas dari
proses perkembangan dan pemeliharaan oleh para sahabat dan tabi’in, karena itu
sebuah bukti kepatuhan mereka kepada nabi Muhammad untuk mempertahankan dan
memegang teguh sunnah beliau yang mengarahkan manusia untuk menempuh jalan
lurus.
Adapun
ketika abad ke II yaitu kodifikasi hadis pada masa tabi’in, banyak ulama’ yang
terdorong untuk mendewankan hadis nabi sebanyak banyaknya, karena keinginan
mereka untuk menyelamatkan warisan nabi, maka dari itu khalifah Umar bin abdul
aziz berinisiatif untuk segara membukukan hadis secara resmi dan untuk
membersihkan hadis dari percampuran hadis hadis palsu.
Sedangkan pada abad ke III yaitu
masa penyaringan hadis, disini para ulama’ tidak hanya sekedar pengkodifikasian
yang dilakukan tetapi juga mencoba untuk menyisihkan hadis dari fatwa fatwa
sahabat dan tabi’in, dengan memisahkan mana hadis yang shahih, hasan, dho’if,
hadis maudhu’.
Dengan
proses pentawinan yang sangat padat dalam penyeleksian hadis muncullah istilah
dalam periwayatan hadis demi menjaga kualitas hadis menurut periwayatanya.
POKOK PEMBAHASAN
1.
Istilah-istilah dalam periwayatan
hadis
2.
Miografi Imam Bukhari, Muslim, Nasa’I,
Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah
PEMBAHASAN
A.
Istilah
dalam Periwayatan Hadis
Sering kita jumpai
istilah-istilah yang terdapat dalam buku-buku hadits bahwa sebuah hadits
diriwayatkan olehالسبعة , الستة, متفق عليه atau yang lainnya. Berikut adalah sedikit penjelasan tentang
istilah-istilah tersebut.
1. أخرجه السبعة
Jika dalam
sebuah periwayatan hadits disebutkan bahwa hadits tersebut diriwayatkan oleh السبعة maka
yang dimaksud adalah bahwa hadits tersebut diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhari,
Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasaa’i, dan Ibnu Majah.
2. أخرجه الستة
Jika
disebutkan الستة maka yang dimaksud adalah 7 orang perawi di atas kecuali Ahmad.
Dengan demikian yang dimaksud adalah Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi,
An-Nasaa’i, dan Ibnu Majah.
3. أخرجه الخمسة
Yang dimaksud dengan الخمسة yaitu termasuk 7 orang perawi di atas
kecuali untuk Bukhari dan Muslim. Dengan demikian yang dimaksud adalah Ahmad,
Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasaa’i, dan Ibnu Majah.
4. أخرجه الأربعة
Yang
dimaksud dengan empat orang perawi yaitu Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasaa’i dan
Ibnu majah.
5. أخرجه الثلاثة
Mereka
adalah empat orang perawi di atas kecuali Ibnu Majah. Dengan demikian yang
dimaksud dengan tiga orang perawi yaitu Abu Dawud, Tirmidzi dan An Nasaa’i.
6. متفق عليه
6. متفق عليه
Jika sebuah
hadits disebutkan perawinya متفق عليه maka yang dimaksud adalah bahwa hadits
tersebut diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Dan pengertian inilah yang
digunakan oleh kebanyakan ulama di dalam berbagai kitab-kitab tulisan mereka.
Akan tetapi Majdud-diin ‘Abdus-Salam bin Taimiyyah rahimahullah (beliau adalah
kakek Ibnu Taimiyyah) di dalam kitab beliau Al Muntaqa bahwa jika disebutkan
istilah متفق عليه maka yang dimaksud adalah Ahmad, Bukhari dan Muslim. Dan
istilah ini adalah khusus untuk kitab-kitab yang ditulis oleh beliau.
Menurut dari kitab (Fathu Dzil
Jalaali wal Ikram bi Syarhi Buluughil Maraam, Syaikh Muhammad bin Shalih Al
Utsaimin)
B.
Biografi
periwayat Hadis
Imam Bukhari
Namanya Abu
Abdillah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah
al-Ju’fi al-Bukhari. Lahir di Bukhara, hari jim’at 13 syawal 194 H, wafat di
Samarqand, malam sabtu hari raya waktu isya’ 256 H.[1]
Beliau
dikenal sebagai al-Bukhori, Tidak lama setelah beliau lahir, beliau kehilangan
penglihatannya. Dia didik dalam keluarga yang taat beragama, ayahnya adalah
seorang ulama’ bermazhab Maliki dan merupakan murid dari imam Malik, seorang
ulama’ besar dan ahli fiqih, ayahnya wafat ketika beliau masih kecil, beliau
mulai menuntut ilmu sejak usia dini tahun 205 H, beliau berguru kepada
as-syaikh ad-dakhili ulama’ ahli hadis yang masyhur di Bukhoro, pada usia 16
tahun dia bersama keluarganya mungunjugi kota Makkah dan Madinah, dikedua kota
tersebut dia mengikuti kuliah para guru besar hadis. Bukhori pergi menjumpai
guru guru hadis diberbagai negri, dia pergi ke Bagdad, Basrah, Kuffah, Makkah,
Madinah, Syam, Mesir. Dia belajar dari banyak guru dan menulis dari seribu
guru, kecintaan beliau terhadap ilmu yang mengantarkan beliau ke puncak
keilmuan saat itu, bahkan sampai menjadi imam kaum muslimin dalam bidang hadis.
Tokoh tokoh memberikan julukan kepada beliau amirul mu’minin fi al-hadi, beliau
sangat terkenal waro’ ahli ibadah selain ahli ilmu.[2]
Beliau dalam
penelitian hadis untuk mengumpulkan dan menyeleksi hadis shohih menghabiskan
waktu 16 tahun untuk mengunjungi diberbagai kota untuk menemui para perawi
hadis, mengumpulkan dan menyeleksi hadisnya. Ketika di bagdad tidak semua hadis
yang beliau hafal kemudian diriwayatkan, tetapi diseleksi terlebih dahulu
dengan penyeleksian yang ketat, apakah sanad dari hadis tersebut bersambung dan
apakah perawi hadis itu terpercaya dan tsiqah (kuat).akhirnya bukhari menulis
sebanyak 9082 hadis dalam kitabnya aljami’ussohih, karyanya antara lain: sohih bukahari, al-adab al mufrod, ad-du’afa’ as-soghir, at-tarikh as-soghir,
a-ttarikh al ausath.
Beliau
seorang imam yang tidak tercela hapalan hadisnya dan kecermatannya, beliau
mulai menghapal hadis ketika umurnya belum mencapai 10 tahun, dia mencatat dari
1000 guru lebih, hapal 100.000 hadis shahih dan 200.000 hadis yang tidak
shahih. Dialah pengarang kitab besar Al-jami’
as-shahih yang merupakan kitab paling sahih sesudah alQur’an.[3]
Imam Muslim
Namanya Abu Husain Muslim bin al-Hajaj bin
Muslim al-Qusairi an-Naisaburi, Lahir dalam bulan rajab 204 H, wafat sore ahad,
bulan rajab 261 H, dan dikubur di Naisaburi.[4]
Kecenderungan imam muslim terhadap ilmu hadis
tergolong luar biasa, keunggulannya dari sisi kecerdasandan ketajaman hafalan
dia manfaatkan dengan sebaik mungkin, pada usia 10 tahun dia sering datang
berguru pada imam ad-dakhili seorang ahli hadis dikotanya, satu tahun kemudian dia mulai menghafal hadis
dan berani mengoreksi kekeliruan gurunya ketika salah dalam periwayatan hadis.
Perjalanan kenegri lain menjadi kegiatan rutin bagi imam muslim untuk
mendapatkan silsilah yang benar sebuah hadis.
Beliau dalam menetapkan kesohihan hadis yang
diriwayatknya selalu mendepankan ilmu jarh wa ta’dil, metode inidigunakan untuk
menilai cacat tidaknya suatu hadis dan juga menggunkan metodesghot at-tahammul
(metode-metode penerimaan riwayat),
dalam kitabnya dijumpai istilah haddasanii, haddasana, akhbarani, akhbarona,
qala, dengan metode ini menjadikan beliau sebagai orangkedua terbaik dalam
masalah hadis dan selul beluknya setelah imam bukahari. Imam muslim wafat
dengan mewariskan sejumlah karyanya yang sangat berharga bagi kaum muslimin: Al-Jamius Syahih, Al-Musnadul Kabir Alar
Rijal, Kitab al-Asma' wal Kuna, Kitab al-Ilal, Kitab al-Aqran, Kitab Sualatihi
Ahmad bin Hanbal, Kitab al-Intifa' bi Uhubis Siba'. Kitab al-Muhadramain, Kitab
Man Laisa Lahu illa Rawin Wahidin, Kitab Auladus Sahabah, Kitab Auhamul
Muhadisin.
Kitabnya
yang paling terkenal sampai kini ialah Al-Jamius Syahih atau Syahih Muslim.[5]
Para ulama’ sepakat atas keimamannya dalam hadis dan kedalaman pengetahuannya
tentang periwayatan hadis, dia melakukan banyak perjalanan dalam mencari hadis.
Di Khurasan dia mendengar hadis dari Yahya bin Yahya, Ishaq bin Rahawaih, dan
lain lain.
Imam Nasa’i
Namanya Abu
‘Abdirrahman ahmad bin su’aib bin ali
bin bahr bin sinan bin dinar an-nasai al-kurasani. Dilahirkan dalam tahun 215 H, wafat di ramlah
pada tahun 303 H dan dikuburkan di baitil maqdis.[6]Beliau
adalah sorang ulama hadis yang terkenal,
beliau juga seorang yang berpegang teguh pada madzhab syafi’i dan
mengarang sebuah kitab manasik haji atas dasar madzhab syafi’i.
Riwayat
beliau sedikit menyedihkan, pada tahun 302 H beliau datang kedamaskus, dimana
ketika itu yang berkuasa adalah pengikit sayyidina mu’awwiyah yang membenci
sayyidina aly, ketika itu banyak orang
yang menghina sayyidina aly, imam nasai bukan kaum syi’ah tetapi beliau
mencintai ahli bait khususnya sayyidina aly.
Beliau mengarang sebuah kitab untuk menerangkan kelebihan-kelebihan
sayyidina aly, dengan beredarnya kitab ini menjadikan penguasa damaskus marah
kepada beliau, akhirnya beliau diusir dari didamaskus sampai kabarnya dipukuli
sehingga beliau wafat disuatu tempat yang bernama ramlah disiria.
Imam Nasa`i
mempunyai hafalan dan kepahaman yang jarang di miliki oleh orang-orang pada
zamannya, sebagaimana beliau memiliki kejelian dan keteliatian yang sangat
mendalam. maka beliau dapat meriwayatkan hadits-hadits dari ulama-ulama,
berjumpa dengan para imam huffazh dan yang lainnya, sehingga beliau dapat
menghafal banyak hadits, mengumpulkannya dan menuliskannya, sampai akhirnya
beliau memperoleh derajat yang pantas dalam disiplin ilmu ini.Beliau telah
menulis hadits-hadits dla’if, sebagaimana beliaupun telah menulis hadits-hadits
shahih, padahal pekerjaan ini hanya di lakukan oleh ulama pengkritik hadits,
tetapi imam Nasa`i mampu untuk melakukan pekerjaan ini, bahkan beliau memiliki
kekuatan kritik yang detail dan akurat.
Imam Abu
dawud
Namanya
Sulaiman amr-asy-‘aus’aq-sikistini bin Iskhaq bin bisyr bin Syaddad bin amr bin
Imran al-azti, lahir pada 202 H, wafat di Basrah tahun 275 H,[7] beliau salah seorang
perowi hadis yang mengumpulkan 50.000 hadis lalu memilih dan menuliskan 4800
diantaranya dalam kitab sunan abu daud. Untuk mengumpulkan hadis beliau
berpergian ke arab Saudi, irak, kufah, khurasan, siria, nisapur, dan tempat
tempat lain yang menjadikannya salah satu orang ulama’ yang paling luas
perjalanannya. Beliau sudah berkecimpung dalam bidang hadis sejak berusia
belasan tahun, beliau mengunjungi berbagai Negara untuk memetik kandungan ilmu
dari sumbernya, dia langsung berguru selama belasan tahun, beliau menyusun
kitabnya di Bagdad, minat utamanya dibidang syari’at, jadi kumpulan hadisnya
terfokus pada syari’at, setiap hadis dalam kumpulannya diperiksa kesesuaiannya
dengan alqur’an, begitu pula sanadnya, dia pernah memperlihatkan kitab tersebut
kepada imam ahmad untuk meminta saran perbaikan, didalam kitab tersebut
mengandung beberapa hadis lemah (yang sebagian ditandai beliau sebagian tidak).[8]
Imam Tirmidzi
Namanya Abu
‘Isa muhammad bin ‘isa bin surrah at-turmudzi, lahir pada tahun 200 H, wafat di
turmudz dalam bulan rajab, tahun 279 H,[9][19] Beliau adalah imam, hafiz dan
kritikus hadis, beliau sejak kecilnya sudah gemar mempelajari ilmu dan
mencari hadis untuk keperluan inilah dia
mengembara keberebagi Negara Hijaz, irak, khurasan, dalam periwayatannya dia
banyak mengunjungi banyak ulama’ besar dan guru guru hadis untuk mendengar
hadis dan kemudian dihafal dan dicatat dengan baik diperjalanan atau tiba
disuatu
tempat. Dia
belajar dan meriwayatkan dari ulama’ kenamaan diantaranya imam bukhari,
kepadanya dia mempelajari hadis dan fiqih, dia juga belajar dari imam muslim
dan abu daud.[10]
Imam Ibnu
Majah
Namanya Abu
‘Abdillah Muhammad bin Yazid bin ‘Abdillah bin Majah al-Qazwini, lahir pada 207
H, wafat dalam bulan Ramadan 275 H,[11]
beliau dikenal sebagai ahli hadis yang banyak meriwayatkan sabda sabda nabi
SAW, beliau mulai belajar sejak usia remaja, namun baru mulai menekuni dibidang
ilmu hadis pada usia 15 tahun, bakat dan minatnya dibidang hadis makin besar,
hal inilah yang membuat ibnu Majah berkelana kebeberapa daerah dan Negara guna
mencari, mengumpulkan dan menulis hadis puluhan Negara dia kunjungi antara lain
Ray (Teheran), Basrah, kufah, Bagdad, khurasan, suriyah, Mesir. Dengan cara
inilah beliau dapat menghimpun dan menulis puluhan bahkan ratusanhadis dari
sumber sumber yang dipercaya keshahihannya, tidak hanya itu dalam berbagai
kunjungannya dia juga berguru pada banyak ulama’ setempat, seperti Abu bakar
bin abi syaubah, sepanjang hayatnya beliau telah menulis puluhan buku baik
dalam bidang hadis, sejarah, fiqih, maupun tafsir, seperti tafsir alqur’anul
karim, at-tarikh karya sejarah yang memuat bigrafi para perawi hadis sejak awal
hingga kemasanya yang menjadi popular
dikalangan muslim, karya beliau adalah kitab sunan ibnu majah di bidang hadis,
beliau telah meriwayatkan sedikitnya 4000 hadis, didalam kitab hadis tersebut
juga membahas masalah akidah dan muamalah atas ketekunan dan kontribuisinya
dibidang ilmu ilmu islam itu, khususnya disiplin ilmu hadis, banyak ulam’ yang
kagum dan membahasnya sebagai salah
seorang ulama’besar islam yang disepakati tentang kejujurannya.
KESIMPULAN
Perbedaan
dalam istilah-istilah dalam periwayatan hadis adalah dimana seorang perowi
dilihat dari jumlah orang yang meriwayat hadis juga nama-namanya, namun pada
istilah متفق عليه terjadi perbedaan pendapat, dimana banyak
ulama’ mengatakan bahwa متفق عليه
adalah hadis yang diriwayat oleh Imam Bukhori
dan Imam Muslim tetapi Majdud-diin
‘Abdus-Salam bin Taimiyyah rahimahullah (kekek Ibnu Taimiyyah) pada istilah متفق عليه adalah hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad,Bukhori,Muslim.
DAFTAR PUSTAKA
as-shalih, Subhi. membahas
ilmu ilmu hadis. Jakarta: pustaka firdaus, 2007.
Hassan, A. Qadir. ilmu musthalahul hadis. Bandung: CV.
Diponegoro.
[1]
A.
Qadir Hassan, ilmu musthalahul hadis, (Bandung:
CV. Diponegoro), hlm: 436
[3] Dr. Subhi as-shalih, membahas ilmu ilmu hadis,
(Jakarta: pustaka firdaus, 2007), hlm:280
[4] A. Qadir Hassan, ilmu musthalahul hadis, (Bandung:
CV. Diponegoro), hlm: 440
[5] Dr. Subhi as-shalih, membahas
ilmu ilmu hadis, (Jakarta: pustaka firdaus, 2007), hlm:366
[7]
A. Qadir Hassan, ilmu musthalahul hadis, (Bandung: CV. Diponegoro), hlm: 435 44
[8]
Ibid., 441.
[10]
Dr. Subhi as-shalih, membahas ilmu ilmu hadis,
(Jakarta: pustaka firdaus, 2007), hlm: 368.
[11]
A. Qadir Hassan, ilmu musthalahul hadis, (Bandung: CV. Diponegoro), hlm: 437
No comments:
Post a Comment