Blog Archive

Thursday, October 13, 2016

IAT3 Fajar taufiq



PENDAHULUAN
           
            Diawal pertemuan dan penjelasan yang sudah lalu, kita telah mengetahui awal munculnya hadis yang tidak terlepas dari proses perkembangan dan pemeliharaan oleh para sahabat dan tabi’in, karena itu sebuah bukti kepatuhan mereka kepada nabi Muhammad untuk mempertahankan dan memegang teguh sunnah beliau yang mengarahkan manusia untuk menempuh jalan lurus.
                      Adapun ketika abad ke II yaitu kodifikasi hadis pada masa tabi’in, banyak ulama’ yang terdorong untuk mendewankan hadis nabi sebanyak banyaknya, karena keinginan mereka untuk menyelamatkan warisan nabi, maka dari itu khalifah Umar bin abdul aziz berinisiatif untuk segara membukukan hadis secara resmi dan untuk membersihkan hadis dari percampuran hadis hadis palsu.
            Sedangkan pada abad ke III yaitu masa penyaringan hadis, disini para ulama’ tidak hanya sekedar pengkodifikasian yang dilakukan tetapi juga mencoba untuk menyisihkan hadis dari fatwa fatwa sahabat dan tabi’in, dengan memisahkan mana hadis yang shahih, hasan, dho’if, hadis maudhu’.
            Dengan proses pentawinan yang sangat padat dalam penyeleksian hadis muncullah istilah dalam periwayatan hadis demi menjaga kualitas hadis menurut periwayatanya.





POKOK PEMBAHASAN

1.      Istilah-istilah dalam periwayatan hadis
2.      Miografi Imam Bukhari, Muslim, Nasa’I, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah








PEMBAHASAN


A.    Istilah dalam Periwayatan Hadis
Sering kita jumpai istilah-istilah yang terdapat dalam buku-buku hadits bahwa sebuah hadits diriwayatkan olehالسبعة , الستة, متفق عليه atau yang lainnya. Berikut adalah sedikit penjelasan tentang istilah-istilah tersebut.
1. أخرجه السبعة
Jika dalam sebuah periwayatan hadits disebutkan bahwa hadits tersebut diriwayatkan oleh السبعة maka yang dimaksud adalah bahwa hadits tersebut diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasaa’i, dan Ibnu Majah.
2. أخرجه الستة
Jika disebutkan الستة maka yang dimaksud adalah 7 orang perawi di atas kecuali Ahmad. Dengan demikian yang dimaksud adalah Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasaa’i, dan Ibnu Majah.
3. أخرجه الخمسة
Yang dimaksud dengan الخمسة yaitu termasuk 7 orang perawi di atas kecuali untuk Bukhari dan Muslim. Dengan demikian yang dimaksud adalah Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasaa’i, dan Ibnu Majah.
4. أخرجه الأربعة
Yang dimaksud dengan empat orang perawi yaitu Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasaa’i dan Ibnu majah.
5. أخرجه الثلاثة
Mereka adalah empat orang perawi di atas kecuali Ibnu Majah. Dengan demikian yang dimaksud dengan tiga orang perawi yaitu Abu Dawud, Tirmidzi dan An Nasaa’i.
6. متفق عليه
Jika sebuah hadits disebutkan perawinya متفق عليه maka yang dimaksud adalah bahwa hadits tersebut diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Dan pengertian inilah yang digunakan oleh kebanyakan ulama di dalam berbagai kitab-kitab tulisan mereka. Akan tetapi Majdud-diin ‘Abdus-Salam bin Taimiyyah rahimahullah (beliau adalah kakek Ibnu Taimiyyah) di dalam kitab beliau Al Muntaqa bahwa jika disebutkan istilah متفق عليه maka yang dimaksud adalah Ahmad, Bukhari dan Muslim. Dan istilah ini adalah khusus untuk kitab-kitab yang ditulis oleh beliau.
Menurut dari kitab (Fathu Dzil Jalaali wal Ikram bi Syarhi Buluughil Maraam, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin)

B.     Biografi periwayat Hadis

Imam Bukhari

Namanya Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah al-Ju’fi al-Bukhari. Lahir di Bukhara, hari jim’at 13 syawal 194 H, wafat di Samarqand, malam sabtu hari raya waktu isya’ 256 H.[1]
Beliau dikenal sebagai al-Bukhori, Tidak lama setelah beliau lahir, beliau kehilangan penglihatannya. Dia didik dalam keluarga yang taat beragama, ayahnya adalah seorang ulama’ bermazhab Maliki dan merupakan murid dari imam Malik, seorang ulama’ besar dan ahli fiqih, ayahnya wafat ketika beliau masih kecil, beliau mulai menuntut ilmu sejak usia dini tahun 205 H, beliau berguru kepada as-syaikh ad-dakhili ulama’ ahli hadis yang masyhur di Bukhoro, pada usia 16 tahun dia bersama keluarganya mungunjugi kota Makkah dan Madinah, dikedua kota tersebut dia mengikuti kuliah para guru besar hadis. Bukhori pergi menjumpai guru guru hadis diberbagai negri, dia pergi ke Bagdad, Basrah, Kuffah, Makkah, Madinah, Syam, Mesir. Dia belajar dari banyak guru dan menulis dari seribu guru, kecintaan beliau terhadap ilmu yang mengantarkan beliau ke puncak keilmuan saat itu, bahkan sampai menjadi imam kaum muslimin dalam bidang hadis. Tokoh tokoh memberikan julukan kepada beliau amirul mu’minin fi al-hadi, beliau sangat terkenal waro’ ahli ibadah selain ahli ilmu.[2]
Beliau dalam penelitian hadis untuk mengumpulkan dan menyeleksi hadis shohih menghabiskan waktu 16 tahun untuk mengunjungi diberbagai kota untuk menemui para perawi hadis, mengumpulkan dan menyeleksi hadisnya. Ketika di bagdad tidak semua hadis yang beliau hafal kemudian diriwayatkan, tetapi diseleksi terlebih dahulu dengan penyeleksian yang ketat, apakah sanad dari hadis tersebut bersambung dan apakah perawi hadis itu terpercaya dan tsiqah (kuat).akhirnya bukhari menulis sebanyak 9082 hadis dalam kitabnya aljami’ussohih, karyanya antara lain: sohih bukahari, al-adab al mufrod,  ad-du’afa’ as-soghir, at-tarikh as-soghir, a-ttarikh al ausath.
Beliau seorang imam yang tidak tercela hapalan hadisnya dan kecermatannya, beliau mulai menghapal hadis ketika umurnya belum mencapai 10 tahun, dia mencatat dari 1000 guru lebih, hapal 100.000 hadis shahih dan 200.000 hadis yang tidak shahih. Dialah pengarang kitab besar Al-jami’ as-shahih yang merupakan kitab paling sahih sesudah alQur’an.[3]

Imam Muslim

   Namanya Abu Husain Muslim bin al-Hajaj bin Muslim al-Qusairi an-Naisaburi, Lahir dalam bulan rajab 204 H, wafat sore ahad, bulan rajab 261 H, dan dikubur di Naisaburi.[4]
   Kecenderungan imam muslim terhadap ilmu hadis tergolong luar biasa, keunggulannya dari sisi kecerdasandan ketajaman hafalan dia manfaatkan dengan sebaik mungkin, pada usia 10 tahun dia sering datang berguru pada imam ad-dakhili seorang ahli hadis dikotanya,  satu tahun kemudian dia mulai menghafal hadis dan berani mengoreksi kekeliruan gurunya ketika salah dalam periwayatan hadis. Perjalanan kenegri lain menjadi kegiatan rutin bagi imam muslim untuk mendapatkan silsilah yang benar sebuah hadis.
   Beliau dalam menetapkan kesohihan hadis yang diriwayatknya selalu mendepankan ilmu jarh wa ta’dil, metode inidigunakan untuk menilai cacat tidaknya suatu hadis dan juga menggunkan metodesghot at-tahammul (metode-metode  penerimaan riwayat), dalam kitabnya dijumpai istilah haddasanii, haddasana, akhbarani, akhbarona, qala, dengan metode ini menjadikan beliau sebagai orangkedua terbaik dalam masalah hadis dan selul beluknya setelah imam bukahari. Imam muslim wafat dengan mewariskan sejumlah karyanya yang sangat berharga bagi kaum muslimin: Al-Jamius Syahih, Al-Musnadul Kabir Alar Rijal, Kitab al-Asma' wal Kuna, Kitab al-Ilal, Kitab al-Aqran, Kitab Sualatihi Ahmad bin Hanbal, Kitab al-Intifa' bi Uhubis Siba'. Kitab al-Muhadramain, Kitab Man Laisa Lahu illa Rawin Wahidin, Kitab Auladus Sahabah, Kitab Auhamul Muhadisin.
Kitabnya yang paling terkenal sampai kini ialah Al-Jamius Syahih atau Syahih Muslim.[5] Para ulama’ sepakat atas keimamannya dalam hadis dan kedalaman pengetahuannya tentang periwayatan hadis, dia melakukan banyak perjalanan dalam mencari hadis. Di Khurasan dia mendengar hadis dari Yahya bin Yahya, Ishaq bin Rahawaih, dan lain lain.

Imam  Nasa’i

Namanya Abu ‘Abdirrahman  ahmad bin su’aib bin ali bin bahr bin sinan bin dinar an-nasai al-kurasani.  Dilahirkan dalam tahun 215 H, wafat di ramlah pada tahun 303 H dan dikuburkan di baitil maqdis.[6]Beliau adalah sorang ulama hadis yang terkenal,  beliau juga seorang yang berpegang teguh pada madzhab syafi’i dan mengarang sebuah kitab manasik haji atas dasar madzhab syafi’i.
Riwayat beliau sedikit menyedihkan, pada tahun 302 H beliau datang kedamaskus, dimana ketika itu yang berkuasa adalah pengikit sayyidina mu’awwiyah yang membenci sayyidina aly,  ketika itu banyak orang yang menghina sayyidina aly, imam nasai bukan kaum syi’ah tetapi beliau mencintai ahli bait khususnya sayyidina aly.  Beliau mengarang sebuah kitab untuk menerangkan kelebihan-kelebihan sayyidina aly, dengan beredarnya kitab ini menjadikan penguasa damaskus marah kepada beliau, akhirnya beliau diusir dari didamaskus sampai kabarnya dipukuli sehingga beliau wafat disuatu tempat yang bernama ramlah disiria.
Imam Nasa`i mempunyai hafalan dan kepahaman yang jarang di miliki oleh orang-orang pada zamannya, sebagaimana beliau memiliki kejelian dan keteliatian yang sangat mendalam. maka beliau dapat meriwayatkan hadits-hadits dari ulama-ulama, berjumpa dengan para imam huffazh dan yang lainnya, sehingga beliau dapat menghafal banyak hadits, mengumpulkannya dan menuliskannya, sampai akhirnya beliau memperoleh derajat yang pantas dalam disiplin ilmu ini.Beliau telah menulis hadits-hadits dla’if, sebagaimana beliaupun telah menulis hadits-hadits shahih, padahal pekerjaan ini hanya di lakukan oleh ulama pengkritik hadits, tetapi imam Nasa`i mampu untuk melakukan pekerjaan ini, bahkan beliau memiliki kekuatan kritik yang detail dan akurat.

Imam Abu dawud

Namanya Sulaiman amr-asy-‘aus’aq-sikistini bin Iskhaq bin bisyr bin Syaddad bin amr bin Imran al-azti, lahir pada 202 H, wafat di Basrah tahun 275 H,[7] beliau salah seorang perowi hadis yang mengumpulkan 50.000 hadis lalu memilih dan menuliskan 4800 diantaranya dalam kitab sunan abu daud. Untuk mengumpulkan hadis beliau berpergian ke arab Saudi, irak, kufah, khurasan, siria, nisapur, dan tempat tempat lain yang menjadikannya salah satu orang ulama’ yang paling luas perjalanannya. Beliau sudah berkecimpung dalam bidang hadis sejak berusia belasan tahun, beliau mengunjungi berbagai Negara untuk memetik kandungan ilmu dari sumbernya, dia langsung berguru selama belasan tahun, beliau menyusun kitabnya di Bagdad, minat utamanya dibidang syari’at, jadi kumpulan hadisnya terfokus pada syari’at, setiap hadis dalam kumpulannya diperiksa kesesuaiannya dengan alqur’an, begitu pula sanadnya, dia pernah memperlihatkan kitab tersebut kepada imam ahmad untuk meminta saran perbaikan, didalam kitab tersebut mengandung beberapa hadis lemah (yang sebagian ditandai beliau sebagian tidak).[8]


Imam Tirmidzi

Namanya Abu ‘Isa muhammad bin ‘isa bin surrah at-turmudzi, lahir pada tahun 200 H, wafat di turmudz dalam bulan rajab, tahun 279 H,[9][19] Beliau adalah imam, hafiz dan kritikus hadis, beliau sejak kecilnya sudah gemar mempelajari ilmu dan mencari  hadis untuk keperluan inilah dia mengembara keberebagi Negara Hijaz, irak, khurasan, dalam periwayatannya dia banyak mengunjungi banyak ulama’ besar dan guru guru hadis untuk mendengar hadis dan kemudian dihafal dan dicatat dengan baik diperjalanan atau tiba disuatu
tempat. Dia belajar dan meriwayatkan dari ulama’ kenamaan diantaranya imam bukhari, kepadanya dia mempelajari hadis dan fiqih, dia juga belajar dari imam muslim dan abu daud.[10]

Imam Ibnu Majah

Namanya Abu ‘Abdillah Muhammad bin Yazid bin ‘Abdillah bin Majah al-Qazwini, lahir pada 207 H, wafat dalam bulan Ramadan 275 H,[11] beliau dikenal sebagai ahli hadis yang banyak meriwayatkan sabda sabda nabi SAW, beliau mulai belajar sejak usia remaja, namun baru mulai menekuni dibidang ilmu hadis pada usia 15 tahun, bakat dan minatnya dibidang hadis makin besar, hal inilah yang membuat ibnu Majah berkelana kebeberapa daerah dan Negara guna mencari, mengumpulkan dan menulis hadis puluhan Negara dia kunjungi antara lain Ray (Teheran), Basrah, kufah, Bagdad, khurasan, suriyah, Mesir. Dengan cara inilah beliau dapat menghimpun dan menulis puluhan bahkan ratusanhadis dari sumber sumber yang dipercaya keshahihannya, tidak hanya itu dalam berbagai kunjungannya dia juga berguru pada banyak ulama’ setempat, seperti Abu bakar bin abi syaubah, sepanjang hayatnya beliau telah menulis puluhan buku baik dalam bidang hadis, sejarah, fiqih, maupun tafsir, seperti tafsir alqur’anul karim, at-tarikh karya sejarah yang memuat bigrafi para perawi hadis sejak awal hingga kemasanya  yang menjadi popular dikalangan muslim, karya beliau adalah kitab sunan ibnu majah di bidang hadis, beliau telah meriwayatkan sedikitnya 4000 hadis, didalam kitab hadis tersebut juga membahas masalah akidah dan muamalah atas ketekunan dan kontribuisinya dibidang ilmu ilmu islam itu, khususnya disiplin ilmu hadis, banyak ulam’ yang kagum  dan membahasnya sebagai salah seorang ulama’besar islam yang disepakati tentang kejujurannya.



KESIMPULAN


Perbedaan dalam istilah-istilah dalam periwayatan hadis adalah dimana seorang perowi dilihat dari jumlah orang yang meriwayat hadis juga nama-namanya, namun pada istilah متفق عليه terjadi perbedaan pendapat, dimana banyak ulama’ mengatakan bahwa متفق عليه adalah hadis yang diriwayat oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim tetapi  Majdud-diin ‘Abdus-Salam bin Taimiyyah rahimahullah (kekek Ibnu Taimiyyah) pada istilah متفق عليه adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad,Bukhori,Muslim.






DAFTAR PUSTAKA


as-shalih, Subhi. membahas ilmu ilmu hadis. Jakarta: pustaka firdaus, 2007.
Hassan, A. Qadir. ilmu musthalahul hadis. Bandung: CV. Diponegoro.


[1] A. Qadir Hassan, ilmu musthalahul hadis, (Bandung: CV. Diponegoro), hlm: 436
[2] Muhammad A’jal Al-khatib, pokok pokok ilmu hadis, (Jakarta: Gaya media pratama, 1998), hlm: 76

[3] Dr. Subhi as-shalih, membahas ilmu ilmu hadis, (Jakarta: pustaka firdaus, 2007), hlm:280
[4] A. Qadir Hassan, ilmu musthalahul hadis, (Bandung: CV. Diponegoro), hlm: 440
[5] Dr. Subhi as-shalih, membahas ilmu ilmu hadis, (Jakarta: pustaka firdaus, 2007), hlm:366

[7] A. Qadir Hassan, ilmu musthalahul hadis, (Bandung: CV. Diponegoro), hlm: 435 44
[8] Ibid., 441.
           
[10] Dr. Subhi as-shalih, membahas ilmu ilmu hadis, (Jakarta: pustaka firdaus, 2007), hlm: 368.
[11] A. Qadir Hassan, ilmu musthalahul hadis, (Bandung: CV. Diponegoro), hlm: 437

No comments:

Post a Comment