Blog Archive

Friday, October 14, 2016

IAT3 TAKHRIJ HADIST Ahmad Fajar Rofiq (933800315)



TAKHRIJ HADIST
Makalah ini disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
ULUMUL HADIST 3
Dosen Pengampu:
Qoidatul Marhumah.M.Thi


Description: Description: G:\index.jpg

Disusun oleh:
Ahmad Fajar Rofiq     (933800315)



PROGRAM STUDI ILMU AL QUR’AN dan TAFSIR
JURUSAN USHULUDIN
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI
2016


KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan atas kehadirat Allah swt. yang mana atas karunia dan ridhaNya kami dapat menyelesaikan makalah yang bertemakan tentang STUDI TAKHRIJ HADIS. Kemudian shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada nabi Muhammad saw, Nabi SAW. pembawa cahaya yang menerangi alam semesta.
Kemudian penulis ucapkan terima kasih kepada beliau ibu Qoidatul marhumah, M.Thi, Selaku dosen pembimbing mata kuliah ilmu hadis III semoga Allah tetap memberikan perlindungan dan kesehatan kepada beliau selalu, tak lupa penulis juga sampaikan kepada siapun atas terselesaikannya makalah ini yang tidak bisa kami sebutkan namanya satu persatu.
Dalam makalah ini kami mengangkat tema terkait dengan kajian Takhrij hadis dimana didalamnya mencakup banyak pembahsan termasuk metode-metode yang telah diformulasikan oleh para ulama’. Tentunya dalam makalah ini masih banyak celah yang perlu untuk dikembangkan, dengan demikian maka kami selaku penulis dalam makalah ini, mengharab kewibawabwaan pembaca untuk memberikan kritik dan saran guna memperkaya khazanah keilmuan yang lebih baik lagi. Demikian kata pengantar ini kami sampaikan.


                                                                 Kediri, 04 Oktober 2016
                                                                            
                                                                             Penulis






DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR           ………………………………………………………i
DAFTAR ISI                          ……………………………………………………...ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang            ………………………………………………………1
B.     Rumusan Masalah       ………………………………………………………1
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian ..................................................................................................... 2
B.     Sejarah ilmu Takhrij Hadis ............................................................................ 4
C.     Metode-metode Takhrij Hadis....................................................................... 6
D.    Faidah dan Tujuan Takhrij Hadis................................................................... 10
BAB III PENUTUP
Kesimpulan ................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 14


BAB I

PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Dilihat dari kuantitas rawi, tidak semua hadis diterima oleh para rawi secara kolektif (mutawatir), justru banyak hadis yang periwayatannya tergolong sebagai dzanniyal wurud atau dapat disebut sebagai hadis ahad. Hal itu berkonsekuensi dengan kkajian-kajian hadis, khususnya penelitian hadis. Dilihat dari sejerahnya hadis pun juga tidak seperti al Qur’an yang ketika turun langsung ditulis dan dihafal oleh sahabat, sedangkan hadis ditulis jauh sesudah Rasulullah wafat dan mayoritas hadis hanya dihafal.
Dari situlah Ilmu takhrij harus mendapat perhatian serius karena di dalamnya dibicarakan berbagai kaidah untuk  mengetahui  sumber hadist itu berasal. Di samping itu, di dalamnya di temukan banyak kegunaan dan hasil yang di peroleh, khususnya dalam menentukan kualitas sanad hadist. Dan sasaran yang dituju dalam ilmu ini ialah sasaran internal dan eksternal hadis, dimana dengan mengetahui keduanya, dapatlah diketahui terkait derajat hadis itu sendiri.
Takhrij hadist bertujuan mengetahui sumber asal hadis yang di takhrij. Tujuan lainnya adalah mengetahui di tolak atau diterimanya hadist-hadist tersebut. Dengan cara ini, kita akan mengetahui hadist-hadist yang pengutipannya memerhatikan kaidah-kaidah ulumul hadist yang berlaku sehingga hadist tersebut menjadi jelas, baik asal-usul maupun kualitasnya. Disamping memiliki tujuan, dalam ilmu takhrij ini juga memilki metode-metode khusus untuk meneliti hadis.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian tahkrij Hadis dan Bagaimana sejarah ilmu takhrih hadis ?
2.      Bagaimana metode takhrij hadis ?
3.      Apa tujuan ilmu takhrij hadis?
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Takhrij Hadits
1.      Secara Etimologi
Kata takhrij berasal dari kata kharaja, yang berarti al-zuhur (tampak) dan al-buruz (jelas) (Munawir, 1984: 356). Takhrij juga bisa berarti al-istinbat (mengeluarkan), al-tadrib (meneliti) dan al- taujih (menerangkan) (Abadi, 1313 H: 192) Takhrij juga bisa berarti Ijtima’ al-amra’aini al-muttadla diin fi syai’in wahid (berkumpulnya dua persoalan yang bertentangan dalam suatu hal), al-istimbath (mengeluarkan dari sumbernya), at-tadrib (latihan), al-taujih (menjelaskan duduk persoalan, pengarahan) (Ali, 2008: 2).
Sedang menurut Syeh Manna’ Al- Qaththan, takhrij berasal dari kata kharaja yang artinya nampak dari tempatnya, atau keadaan, terpisah dan kelihatan. Al-kharaja artinya menampakan dan memperlihatkannya, dan al-makhraja artinya tempat keluar, dan akhraja al-khadits wa kharajahu artinya menampakkan dan memperlihatkan hadits kepada orang dengan menjelaskan tempat keluarnya.(Al- Qaththan, 2006: 189).
Dari pengertian secara bahasa tersebut, didapati bahwa” takhrih” secara bahasa memiliki makna yang luas dan banyak padanannya. Namun demikian dari pengertian kebahasaan tersebut dapatlah dijadikan sebagai dasar dan acuan untuk melihat pengertiannya secara istilah, karena pengertian istilah, tidak akan jauh dari pengertian kebahasaaannya.
2.      Secara terminologi
Adapun secara terminologi, takhrij adalah menunjukkan tempat hadits pada sumber-sumber aslinya, dimana hadits tersebut telah diriwayatkan lengkap dengan sanadnya, kemudian menjelaskan derajatnya jika diperlukan (Al- Tahhan, 1978: 9).
Ada juga pendapat ahli hadits, mengenai pengertian takhrij, di antaranya:
a.       Menunjukan asal usul hadits dan mengemukakan sumber pengambilannya dari berbagai kitab hadits yang disusun Mukhorrijnya langsung, kegiatan takhrij seperti ini sebagaimana yang dilakukan oleh para penghimpun hadits dari kitab-kitab hadits, misalnya Ibnu Hajar al-‘Asqalani yang menyusun kitab Bulug al-Maram.(Ali, 2008: 43)
b.      Mengemukakan berbagai hadits yang telah dikemukakan oleh para guru hadits atau berbagai kitab yang susunannya dikemukakan berdasarkan riwayat sendiri atau para gurunya atau temannya atau orang lain dengan menerangkan siapa periwayatannya dari para penyusun kitab ataupun karya yang dijadikan sumber acuan, kegiatan ini, seperti yang dilakukan oleh Imam Bukhori yang banyak mengambil hadits dari kitab al-Sunan karya Abu al-Hasan al-Basri al-Safar, lalu al-Baihaqi mengemukakan sanadnya sendiri. (Ali, 2008: 43)
c.       Mengemukakan hadits kepada orang banyak dengan menyebutkan peristiwanya dengan sanad lengkap serta dengan menyebutkan metode yang mereka tempuh, inilah yang dilakukan para penghimpun dan penyusun kitab hadits, seperti al-Bukhari yang menghimpun kitab hadits Sakhih al-Bukhari (Ismail, 1992:42).
d.      Mengemukakan hadits berdasarkan kitab tertentu dengan disertakan metode periwayatannya dan sanadnya serta penjelasan keadaan para periwayatnya serta kualitas haditsnya, pengertian al-takhrij seperti ini dilakukan oleh Zain al-Din ‘Abd al-Rahman ibn al-Husai al-‘Iraqi yang melakukan takhrij terhadap hadits-hadits yang dimuat dalam kitab Ihya’ ‘Ulumuddin karya al-Gazali dengan judul bukunya Ikhbar al-Ihya’ bi Akhbar al-Ikhya’(Ismail, 1992:43)
e.       Menunjukkan tempat hadits pada sumber-sumber aslinya, didalamnya dikemukakkan hadits itu secara lengkap dengan sanadnya masing-masing, kemudian menjelaskan derajatnya jika diperlukan (Ismail, 2005:71).
B.      Sejarah Ilmu Takhrij
Ulama-ulama dahulu tidak mementingkan pada kaidah ilmu takhrij karena pengetahuan mereka pada hadis sangat luas dan hubungan mereka dengan sumber asli sangat akrab dan kuat. Apabila mereka mau membuktikan kesahihan suatu hadis dengan spontan mereka bisa mencari dalam Kutub as-sittah bahkan di jilid beberapa terdapat hadis tersebut sehingga mudahlah bagi mereka mengetahui hadis yang didengar sumber aslinya.[1]
Era di mana para ulama-ulama menguasai sumber asli hanya beberapa abad. Para ulama selanjutnya mulai menemui kesulitan untuk mengetahui sumber suatu hadis yang terdapat dalam Kitab Fiqih Tafsir dan Tarikh maka muncullah segolongan ulama yang mulai melakukan Takhrij hadis terhadap karya-karya ilmu tersebut dan menjelaskan kedudukan hadis itu apakah statusnya shohih, Hasan atau dhaif.
Di antara kitab-kitab takhrij yang pertama muncul adalah: Takhrij al-Fawaid al-Muntakhobah al-Shihah wa al-Ghoroib karya Abi Al-Ghoroib, Takhrij al-Fawaid al-Muntakhobah al-Shihah wa al-Ghoroib karya Abi Qosim al-Mahrowam dan kitab Takhrij Ahadits al-Muhazzab oleh Abu Ishak As Syairozi. Kemudian pada masa selanjutnya, karya-karya dalam bidang ilmu takhrij hadis semakin meluas hingga mencapai puluhan. Sumbangan karya-karya tersebut tidak dapat dipungkiri sangat signifikan terhadap perkembangan ilmu-ilmu keIslaman lainnya.[2]
Mahmud at-Tahhan menyebutkan bahwa tidak diragukan lagi cabang ilmu takhrij ini sangat penting sekali bagi setiap ilmuan yang bergelut dibidang ilmu syariah khususnya bagi yang bergelut dibidang ilmu hadis dengan ilmu ini seseorang bisa memeriksa hadis ke sumber asalnya. Ismail Abd Wahid Makhluf dan Taufiq Ahmad Saliman menyebutkan tujuan ilmu takhrij sangatlah banyak, namun yang terpenting di antaranya:
1.     Mengetahui sumber hadis dimana hadis tersebut didapati.
2.    Untuk mengetahui status kualitas, apakah hadis itu shohih, Hasan atau dhaif.[3]
M. Syuhudi Ismail menyebutkan sebab-sebab perlunya kegiatan takhrij hadis sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui asal usul riwayat hadis yang diteliti
2.      Untuk mengetahui seluruh riwayat bagi hadis yang akan di teliti.
3.      Untuk mengetahui ada atau tidak adanya Shahid dan Mutabi Pada sanad yang diteliti.
Abd. Muhdi Abdul Qodir menyebutkan tujuan takhrij adalah mengetahui sumber asal hadits dan kualitas hadits tersebut apakah bisa diterima atau tidak. Sedangkan manfaat takhrij hadits banyak sekali diantaranya :
1.      Memperkenalkan Sumber-sumber hadis
2.      Menambah perbendaharaan sanad hadis melalui kitab-kitab yang ditunjukkan.
3.      Memperjelas keadaan-keadaan sanad sehingga dapat diketahui apakah hadis tersebut manqothi, mudhol atau lainnya.
C.    Metode Takhrij
Takhrij suatu metode untuk menentukan kehujjahan hadits serta unsur-unsurnya. Yang terbagi menjadi tiga, yaitu :
1.      Takhrij Naql.
Takhrij dalam bentuk ini kegiatannya berupa penelusuran, penukilan dan pengambilan hadits dari beberapa kitab/ diwan hadits ( mashadir al-asliyah ), sehingga dapat diidentifikasi hadits-hadits tertentu yang dikehendaki lengkap dengan rawi dan sanadnya masing-masing. Pentakhrijan dalam arti naql telah banyak diperkenalkan oleh para ahli hadits, diantaranya yang dikemukakan oleh Dr. Mahmud al-Thahhan yang menyebutkan lima teknik dalam menggunakan metode takhrij Naql diantaranya :
a.    Takhrij dengan mengetahui sahabat yang meriwayatkan hadits.
b.    Takhrij dengan mengetahui lafadz asal matan hadits.
c.    Takhrij dengan mengetahui lafadz matan hadits yang kurang dikenal.
d.   Takhrij dengan mengetahui tema atau pokok bahasan hadits.
e.    Takhrij dengan mengetahui matan dan sanad hadits.[4]
Dalam hal ini kami meringkas metode tersebut menjadi empat, karena metode yang dikemukakan oleh Dr. Mahmud al-Thahhan, dari lima metode tersebut salah satu metodenya telah dibahas oleh metode sebelumnya.
a.       Takhrij dengan mengetahui sahabat yang meriwayatkan hadits
Metode ini hanya digunakan bilamana nama sahabat itu tercantum pada hadits yang akan ditakhrij apabila nama sahabat tersebut tidak tercantum dalam hadits itu dan tidak dapatdiusahakan untuk mengetahuinya, maka sudah barang tentu metode ini tidak dapat dipakai. Apabila nama sahabat itu tercantum dalam hadits tersebut atau tidak tercantum. Masih dapat diketahui dengan cara tertentu, maka dapat digunakan tiga macam kitab, yaitu : kitab-kitab musnad, mu’jam dan athraf.
b.      Takhrij dengan mengetahui lafadz asal matan hadits
Metode ini hanya menggunakan satu kitab penunjuk saja, yaitu : “ Al-Mu’jam al-Mufarhas li alfazh al-Hadits al-Nabawi”. Kitab ini merupakan susunan orang orientalis barat yang bernama Dr.A.J. Wensink, Dr. Muhamad Fuad ‘ Abd al-Baqi. Kitab-kiatb yang jadi rujukan dari kitab ini adalah kitab yang Sembilan, diantaranya : Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan at-Tirmidzi, Sunan Abu Dawud, Sunan an-Nasa’I, Sunan ibn Majah , Muwattha Malik, Musnad Ahmad dan Sunan ad-Darimi. Yang mana masing-masing mempunyai kode tersendiri.[5]
c.       Takhrij dengan mengetahui tema atau pokok bahasan hadits
Metode ini akan mudah digunakan oleh orang yang sudah terbiasa dan ahli dalam hadits. Orang yang awam akan hadits akan sulit menggunakan metode ini, karena yang dituntut dari metode ini adalah kemampuan menentukan tema dari suatu hadits yang akan ditakhrijkan. Baru kita membuka kitab yang mengandung tema tersebut. Adapun kitab-kitab yang akan digunakann dalam metode ini adalah kitab-kitab yang disusun secara tematis.
d.      Takhrij dengan mengetahui matan dan sanad hadits
Yang dimaksud dengan metode takhrij ini adalah memperhatikan keadaan dan sifat hadits baik yang ada pada matan maupun sanadnya. Pertama yang harus diperhatikan adalah keadaan sifat yang ada pada matan kemudian yang ada pada sanad lalu kemudian yang ada pada keduanya.
1)      Dari segi matan : apabila pada hadits itu tampak ada tanda-tanda kemaudhuan, maka cara yang paling mudah untuk mengetahui asal hadits itu adalah mencari dalam kitab-kitab yang mengumpulkan hadits maudhu. Dalam kitab ini ada yang disususn dalam alfabetis antara lain kitab al-mashnu’ al-hadits al-maudhu’li al syaikh’ al qori al syari’ah. Dan ada yang secara matematis antara lain kitab tanzih al-syari’ah al- marfu’ah al-ahadits al-syafiah al-maudhu li al kanani.
2)      Dari segi sanad : apabila dalam sanad suatu hadits ada ciri tertentu, misalnya isnad hadits itu mursal, maka hadits itu dapat dicari dalm kitab-kitab yang mengumpulkan hadits-hadits mursal atau ada seorang perawi yang lemah sanadnya, maka dapat dicari dalam kitab mizan al-I’tidal li al- dzahahi.
Dari segi matan dan sanad : ada beberapa sifat dan keadaan yang kadang-kadang terdapat pada matan dan kadang-kadang pada sanad, maka untuk mencari hadits semacam itu dapat di cari dalam kitab : ‘ilal al hadits li ibn abi hakim al-razi dan Al- Mustafad min Mubhamat al- matn wa al- isnad li abi Zar’ah Ahmad Ibn al- Rahim al- Iraqi.[6]
Data Hadits yang dianalisis mencakup matan dan sanad. Hasil analisisnya disebut Kritik Hadits. Selanjutnya Kritik Hadits dibedakan menjadi dua, yaitu kritik matan yang disebut dengan kritik internal (al-dakhili) dan kritik sanad yang disebut dengan kritik eksternal (al-khoriji).
a)      Kritik Internal
Kritik Internal ialah kritik pada matan dengan meneliti apakah matan tersebut bertentangan dengan Al-qur’an, Hadits yang lebih kuat, atau logika. Ulama telah membuet kaidah yang dijadikan standar penilaian apakah hadits itu shahih atau dha’if  seperti matan tidak memiliki cacat yang tersembunyi (‘illah) dan keganjilan (syadz). ‘Illah dan syadz ini juga terjadi pada sanad. Untuk mengetahui cacat dan keganjilan pada matan, ulama menyebutkan kriteria hadits maudlu’ sebagai berikut.
1)      Bertentangan dengan akal dan tidak menerima takwil (interpretasi).
2)      Menyalahi indra dan persaksian.
3)      Menyalahi dalil-dalil qath’i, sunnah mutawattirah, atau ijma’ ulama sehingga tidak mungkin dikompromikan.
4)      Memberikan balasan yang berlebihan untuk kebaikan atau keburukan kecil.
b)      Kritik Eksternal
Kritik Eksternal yaitu kritik pada sanad dengan meniliti apakah sanad tersebut tersambung (ittishal) dengan periwayat (syeikh) diatasnya dari awal sampai akhir. Untuk menelusuri ketersambungan sanad ini, digunakan ilmu rijal al-hadits atau tarikh al-ruwah. Ulama juga mensyaratkan para perawi harus adil, kuat hafalannya, serta ada keganjilan (syadz) dan cacat(‘illah).[7]
2.      Takhrij Tashhih
Cara ini sebagai lanjutan dari cara yang pertama diatas. Tashhih dalam arti menganalisis keshahihan hadits dengan mengkaji rawi, sanad dan matan berdasarkan kaidah. Kegiatan tashhih dengan menggunakan kitab ‘ Ulum al-Hadits yang berkaitan dengan Rijal, Jarh wa al-Ta’dil, ma’an al-Hadits Gharib al- Hadits. Kegiatan ini dilakukan oleh Mudawin ( kolektor ) sejak Nabi Muhammad saw. Sampai abad 3 H. Dan dilakukan oleh para Syarih ( komentator ) sejak abad 4 H. sampai sekarang.[8]

3.      Takhrij I’tibar
Cara ini sebagai lanjutan dari cara yang kedua di atas. I’tibar berarti mendapatkan informasi dan petunjuk dari literature, baik kitab yang asli, kitab syarah dan kitab fan yang memuat dalil-dalil hadits. Secara teknis, proses pembahasan yang perlu ditempuh dalam studi dan penelitian hadits sebagai berikut :
a.       Dilihat, apakah hadits tersebut benar-benar sebagai hadits.
b.      Memperhatikan unsur hadits seperti : sanad, matan dan perawi.
c.       Termasuk jenis hadits apa hadits tersebut, dari segi rawi, matan dan sanadnya.
d.      Bagaimana kualitas hadits tersebut.
e.       Bila hadits itu maqbul, bagaimana ta’amulnya , apakah ma’mul bih (dapat diamalkan) atau ghoir ma’mul bih.
f.       Teks hadits harus dipahami ungkapannya, maka perlu diterjemahkan.
g.      Memahami asbab wurud hadits.
h.      Apa isi kandungan hadits tersebut.
i.        Menganalisis problematika.
D.    Tujuan dan Faidah Takhrij Hadits
Ilmu takhrij merupakan bagian dari ilmu agama yang harus mendapat perhatian serius karena di dalamnya dibicarakan berbagai kaidah untuk  mengetahui  sumber hadist itu berasal. Di samping itu, di dalamnya di temukan banyak kegunaan dan hasil yang di peroleh, khususnya dalam menentukan kualitas sanad hadist.
Takhrij hadist bertujuan mengetahui sumber asal hadis yang di takhrij. Tujuan lainnya adalah mengetahui di tolak atau diterimanya hadist-hadist tersebut. Dengan cara ini, kita akan mengetahui hadist-hadist yang pengutipannya memerhatikan kaidah-kaidah ulumul hadist yang berlaku sehingga hadist tersebut menjadi jelas, baik asal-usul maupun kualitasnya.[9]
Adapun faidah takhrij hadis antara lain :
1.    Dapat di ketahui banyak – sedikitnya jalur periwayatan suatu hadist yang sedang menjadi topic kajian.
2.    Dapat di ketahui kuat tidaknya periwayatan akan menambah kekuatan riwayat. Sebaliknya, tanpa dukungan periwayatan lain, kekuatan periwayatan tidak bertambah.
3.    Dapat di temukan status hadist shahih li dzatih atau shahih li ghairih, hasan li dzatih, atau hasan li ghairih. Demikian juga akan dapat di ketahui istilah hadist mutawatir, masyhur, aziz, dan gharibnya.
4.    Memberikan kemudahan bagi orang yang hendak mengamalkan setelah  mengetahui bahwa hadist tersebut adalah makbul (dapat di terima). Sebaliknya, orang tidak akan mengamalkannya apabila mengetahui bahwa hadist tersebut tidak dapat diterima (mardud).
5.    Menguatkan keyakinan bahwa suatu hadist adalah benar – benar berasal dari Rasulullah SAW. Yang harus di ikuti karena adanya bukti – bukti yang kuat tentang kebenaran hadist tersebut, baik dari segi sanad maupun matan.[10]

















BAB III
PENUTUP
Kata takhrij berasal dari kata kharaja, yang berarti al-zuhur (tampak) dan al-buruz (jelas) (Munawir, 1984: 356). Takhrij juga bisa berarti al-istimbat (mengeluarkan), al-tadrib (meneliti) dan al- taujih (menerangkan). Adapun secara terminologi, takhrij adalah menunjukkan tempat hadits pada sumber-sumber aslinya, dimana hadits tersebut telah diriwayatkan lengkap dengan sanadnya, kemudian menjelaskan derajatnya jika diperlukan.
Metode takhrij terbagi menjadi tiga, yaitu :
a.       Takhrij Naql.
b.      Takhrij Tashhih.
c.       Takhrij I’tibar.
Takhrij hadist bertujuan mengetahui sumber asal hadis yang di takhrij. Tujuan lainnya adalah mengetahui di tolak atau diterimanya hadist-hadist tersebut. Dengan cara ini, kita akan mengetahui hadist-hadist yang pengutipannya memerhatikan kaidah-kaidah ulumul hadist yang berlaku sehingga hadist tersebut menjadi jelas, baik asal-usul maupun kualitasnya.






DAFTAR PUSTAKA

Khon, Abdul majid. Ulumul hadits. Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2009.
Mahmud, Thahhan. Ushul al-Takhrij Wa Dirasah Al-Asanid. Terj.Riyadh: Maktabah al-Maa’rif, 1991.
Muslim, Akib Moh. Ilmu Musthalahul Hadits Kajian Historis Metodologi Hadits. Kediri: Stain Kediri Press, 2010.
Khon, Abdul Majid. Takhrij Dan Metode Memahami Hadits. Jakarta: Amzah, 2014.
At tahhan, Mahmud. Metode Takhrij Al Hadits Dan Penelitian Sanad Hadits. Surabaya: Imtiyaz, 2015.


[1] Abdul majid Khon. Ulumul hadits. ( Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2009)19.
 [2]Abdul Majid Khon. Takhrij Dan Metode Memahami Hadits. (Jakarta: Amzah, 2014) 32.
[3]Ibid,21
[4]Ibid, 26.
[5]Moh Akib Muslim. Ilmu Musthalahul Hadits Kajian Historis Metodologi Hadits.( Kediri: Stain Kediri Press, 2010)56-57.

[6] Mahmud At-thahan. Metode Takhrij Al Hadits Dan Penelitian Sanad Hadits.( Surabaya: Imtiyaz, 2015) 59-61.

[7] Mahmud Al-Tahhan, Metode Takhrij Al-Hadits Penelitian Sanad Hadits, terj. Ridlwan Nasir dan Hamim (Surabaya: Imtiyaz, 2015),11-12.
[8]Ibid,21.
[9] Mahmud Thahhan. Ushul al-Takhrij Wa Dirasah Al-Asanid. Terj.( Riyadh: Maktabah al-Maa’rif, 1991)121-122.

[10]Ibid,54.
 


No comments:

Post a Comment