HADIST
MAUDHU’
Makalah
ini Disusun Guna untuk Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah: Ulumul hadist 2

Disusun
oleh :
Nuri
Fadlilatur Rohmah (933800915)
Program Studi Ilmu Al-qur’an dan Tafsir
Jurusan Ushuludin dan Ilmu Sosial
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kediri
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai .
Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak
yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.
Kediri, 04 Oktober 2016
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Penelitan terhadap hadist
nabi menjadi sangat penting, karena banyak hadist yang notabene bersumber pada
Nabi, tapi ketika diteliti dan dicermati ternyata tidak bersumber pada nabi,
bahkan diriwayatkan oleh rawi rawi yang tidak siqah dan cenderung terkena
tajrih(penilaian negatif) dintara kritikus hadist.
Hadist-hadist yang terkena
tajrih tersebut, tanpa disadari telah berkembang diantara komunitas umat islam,
bahkan telah menjadi amalan-amalan keseharian bagi umat. Hadist hadist yang
berkembang dalam komunitas Islam mempunyai status yang lemah, baik itu berupa
dha’if, bahkan maudhu’.
Oleh sebab itu, pada makala
ini penulis akan memaparkan seluk beluk mengenai hadist maudhu’, sebab-seba
terjadinya hadist maudhu’ sampai pada kumpulan kitab-kitab yang menghimpun
hadist maudhu’.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hadist maudhu’?
2. Bagaimana awal mula terjadinya hadist maudhu’?
3. Apa sebab-sebab terjadinya hadist maudhu’?
4. Bagaimana status hukum dan tingkatan
hadist maudhu’?
5. Bagaimna hukum meriwayatkan hadist maudhu’?
6. Bagaimana ketelitian ulama’ hadist dalam
mengantisipasi hadist maudhu’?
7. Bgaimana tanda-tanda hadist maudhu’?
8. Siapa para pendusta beserta kitab-kitab nya?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadist Maudhu’
Maudhu’ secara bahsa artinya:[1]
1.
Yang diletakkan,
dibiarkan.
2.
Menggugurkan.
3.
Meninggalkan
seperti Iblun Maudlu’atun. Maksudnya
yang ditinggalkan/ dibiarkan tinggal ditempat penggembalaan.
4.
Berita bohong
yang diuat-buat.
Sedagkan
pengertian Hadist Maudhu’ menurut terminologi ulama hadist antara lain:[2]
1.
Hasan Muhammad
al-Masyaat dalam kitab at-Taqriirat as
Saniyah syarh al-Mandzumah al-Baiquniyah fii Mustalah al-Hadist, menyatakan
:
والحديث المكذوب به على النبي صلى الله عليه
و سلم المختلف أي المفترى عليه عمدا
"Hadist
maudhu' adalah hadis yang dusta yang dinisbatkan kepada Nabi, dicipta serta
dibuat buat secara sengaja."
2.
Hafidz Hasan
al-Mas’udi dalam kitab Minhaj al-Mughist
fii Ilmi Misthalahil hadis, menyatakan:
هو المكذوب على رسول الله صلى الله عليه وسلم من قول او فعل او تقرير او
نحو ذالك عمد
"Hadis maudhu'
adalah perkataan, perbuatan ,penetapan, atau lainnya yang secara bohong
disandarkan kepada Nabi Saw dengan sengaja"
3.
Muhammad ‘Ajjaj
al-Khatib, dalam kitabnya Ushul Hadist
ulumuh wa mustalahuh, menyatakan:
الحديث الموضوع هو ما نسب الى رسول الله صلى الله عليه وسلم اختلاقا و كذبا
مما لم يقله او يفعله او يقره
"Hadis maudhu' adalah sesuatu yang
dinisbatkan kepada rosul Saw secara mengada ada dan dusta, yang tidak beliau
sabdakan, belia kerjakan ataupun beliau taqrirkan"
Dari definisi diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa hadist maudu’ mempunyai kriteria, antara lain: (1)
Adanya tindakan dengan sengaja untuk membuat-buat hadist;(2) Adanya materi
hadist yang bukan sabda kenabian;(3) Adanya perowi yang terindiksi bohong
dikalangan kritikus hadist.[3]
B. Awal Mula Terjadinya Hadist Maudhu’
Selama umat Islam masi
bersatu dibawah pimpinan empat al-Khulafah ar-Rasyidun, sebelum mereka terbagi
kedalam berbagai aliran dan sebelum mereka disusupi oleh pihak-pihak yang tidak
bertanggung jawab, hadist Nabi SAW. masih murni tak termasuki kedustaan sama
sekali.[4]
Awal terjadinya hadist
maudhu’ dalam sejarah muncul setelah terjadi konflik antar elit politik da
antara dua pendukung Ali dan Muawiyah, umat Islam menjadi terpecah menjadi 3
kelompok yaitu, Syiah, Khawarij, dan Jumhur Muslimin atau Sunni. Masing-masing
mengklaim bahwa kelompoknya yang paling benar sesuai dengan ijtihad mereka,
masing-masing ingin mempertahankan kelompoknya, dan mencari simpatisan masa
yang lebih besar dengan cara mencari dalil dari Al-quran dan Hadist Rasulullah.
Jika tidak didapatkan ayat atau hadist yang mendukung kelompoknya, mereka
mencoba menta’wilkan dan memberikan intrepetasi yang terkadang tidak layak.
Ketika mereka tidak
menemukan ayat-ayat Al-quran atau hadist yang mendukung tujuan partainya,
sementara penghafal al-quran dan hadist masih banyak, maka sebagian mereka
membuat hadist palsu(maudhu’) seperti
hadist-hadist tentang keutamaan para Khalifah, pimpinan kelompok, dan aliran
aliran dalam agama. Pada masa ini tercatat dalam sejarah masa awal terjadnya
hadist maudhu’ yang lebih disebabkan oleh situasi politik. Namun yang perlu
diketahui pada masa ini hanya sedikit jumlah hadist maudhu’ karena faktor
penyebabnya tidak banyak. Mayoritas faktor penyebab timbulnya hadist maudhu’
adalah karena tersebarnya bid’ah dan fitnah.[5]
Hadist palsu yang mula-mula
dibuat ialah hadist berkenaan dengan pengutuan pribadi. Hadist palsu dibuat
dalam rangka pengangkatan kedudukan pemimpin ataupun iman mereka, tersebut pula
bahwa yang pertama-tama yang membuat hadist palsu ialah kaum Syi’ah, dengan
maksud mengkultuskan pemimpin yang dapat mempersatukan golongan yang berselisih
itu. Kegiatan Syiah dala membuat hadist palsu itu dilayani dengan
lawan-lawannyadengan membuat lagi hadist palsu.[6]
C. Sebab-Sebab Terjadinya Hadist Maudhu’
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab
terjadinya hadist maudhu’ yaitu sebagai berikut:
1.
Faktor Politik[7]
Pertentangan
politik mengakibatkan munculnya perpecahan dikalangan umat Islam.
Konsekuensinya adalah munculnya banyak hadist palsu. Masing-masing golongan
berusaha mengalahkan lawan dan mmpengaruhi orang-orang tertentu. Akibat dari
perpecahan politik ini, maka yang pertama-tama membuat hadist palsu adalah dari golongan syiah.
Contoh hadis
palsu yang dibuat oleh kaum Syi'ah adalah
يا علي إن الله غفر لك ولذريتك ولوالديك وﻻهلك ولشيعتك
ولمحبي شيعتك
"Wahai Ali sesungguhnya Allah telah
mengampunikamu, keturunanmu, orangtuamu, keluargamu, pengikutmu, dan orang yang
menghidupkan syiahmu"
Contoh hadis
palsu yang dibuat oleh golongan Muawiyah
اﻻمناء ثلاثة أنا وجبريل ومعاوية أنت مني يا معاوية وانا منك
"Orang yang terpecaya ada
tiga orang, yaitu saya, Jibril, dan Muawiyah. Engkau adalah dariku, dan aku
darimu."
Adapun golongan
Khawarij tidak ditemukan dalam sejarah bahwa mereka telah membuat buat hadis
palsu.
Contoh hadis yang
dibuat oleh kaum zindiq:
النظر الى الوجه الجميل صدقة
2.
Dendam Msusuh
Islam[8]
Setelah Islam
merontokkan dua negara superpower yakni kerajaan Romawi dan Persia. Islam
tersebar ke segala penjuru dunia. Sementara musuh-musuh Islam tersebut tidak
mampu melawannya secara terang-terangan , maka mereka meracuni Islam melalui
ajarannyadengan memasukkan beberapa hadist maudhu’ ke dalamnya yang dilkukan oleh kaum zindiq. Hal ini dilakukan
karena agar umat Islam lari dari padanya dan agar mereka melihat bahwa
ajaran-ajaran Islam itu menjijikkan. Misalnya apa yang diriwayatkan mereka:
ان نفرا من اليهود أتوا الرسول صلى الله عليهو سلم فقالوا : من يحمل العرش
؟ فقال : تهمله الهوام بقرو نها والمجرة التى فى السماء من عرقهم قالو نشهد أنك
رسول الله صلى الله عليه وسلم
Bahwa segolongan
orang Yahudi datang kepada Rosulullah bertanya: siapakah yang memikul Ary ?
Nabi menjawab : yang memikulnya adalah singa singa dengan tanduknya sedangkan
bima sakti dilangit keringat mereka. Kami bersaksi bahwa engkau utusan Allah.
3.
Fanatisme
Kabilah, Negeri atau Pimpinan[9]
Umat Islam pada
masa sebagian Daulah Umawiyah sangat menonjol fanatisme Arabnya sehingga orang
orang non arab merasa terisolasi dari pemerintahan, maka diantra mereka ada
yang ingin memantapkan posisinya dengan membuat hadist maudhu’. Misalnya
seseorang yang fanatik pada kabilah Persia merasa bangsa Persia lah yang paling
baik, demikian juga bahasanya seraya mengatakan:
إن كلام الذين حول العرش بالفارسية
Sesungguhnyabahasamakhlukdisekitar
arasy dengan bahasa Persia.
4.
Para tukang
cerita yang menarik minat para pendengan dengan kisah-kisah pengajaran dan
hikayat-hikayat yang menarik.[10]
Sebagai tukang cerita tidak
memiliki keinginan selain sekedar mengumpulkan orang orang, lalu mereka membuat
hadis hadis palsu yang membuat mereka lega dan tertarik, menggerakkan
keinginan-keinginan mereka dan memberikan harapan harapan bagi mereka. Diantara
tukang cerita itu ada yang melakukan hal itu demi memperoleh pemberian
pemberian dari para pendengarnya, mereka tak mengindahkan adanya dosa sama
sekali. Contoh riwayat tentang kedustaan para tukang cerita antara lain
حدثنا أحمد بن حنبل و يحيى بن معين قالا حدثنا عبد الرزاق عن معمر عن قتاده
عن انس رضى الله عنه قال رسول اللّه صلى الله عليه وسلم من قال ﻻ إله إﻻ اللّه
يخلق من كل كلمة منها طا نر منقاره من ذهذ وريشه من مرجان
"Telahmenyampaikankepadakami
dengan metode sama' Ahmad bin Hanbal dan Yahya bin Main keduanya berkata 'Telah
menyampaikan kepada kami dengan metode sama' Abdur Razak dari Ma'mar dari
Qatadah dari Anas ra, dia berkata, Rosulullah telah bersabda : Barangsiapa
membaca laa ilaha illallah, niscaya
Allah menjadikan dari tiap tiap kalimatnya seekor burung, paruhnya dari emas
dan buahnya dari marjan".
5.
Perbedaan Mdhab
dan Theologi.[11]
Pemalsuan hadist
juga diakukan oleh pngikut madhab fiqih dan teologi, misalnya:
من رفع يده فى الركوع فلا صلاة له
"Barang
siapa yang mengangkat tangannya katika ruku', maka tiada solat baginya"
6.
Menganjurkan
Kebaikan tanpa Pengetahuan Agama[12]
Sebagia ulama
memotifasi masyarakat (awam) untuk berbuat baik dengan cara membuat hadist
hadist palsu. Mereka membuat hadist palsu berkenaan dengan targhib dan
tarhibdengan harapan mendapatkan pahala dari Allah. Bagi orang awam, anjuran
berbuat baik adalah sesuatu yang diharapkan dan langsung mengambil apa yang
mereka perbuat, memberi kepercayaan karena kesalehan mereka. Justru itu, bahaya
mereka dianggap lebih besar terhadap agama. Dalam hal ini Yahya Bin Said
Al-Qattan berkata: “saya tidak melihat kedustaan pada diri seseorang lebih dari
kedustaan yang saya lihat pada orang orang yang disandari dengan sifat baik dan
zuhud.
Diantara hadist
palsu yang dihasilkan oleh orang orang saleh adalah hadist hadist tentang
keutamaan surat demi surat dalam alquran, masalah pendukunan, dll.
7.
Menjilat Kepada
Para Penguasa[13]
Dintara mereka
yang ingin mendekati penguasa dengan cara membuat hadis palsu yang sesuai degan
apa yang dilakukannya untuk mencari legalitas, bahwa ungkapan itu hadist
Rasulullah. Misalnya yang dilakukan Ghiyats bin Ibrahim An-Nakha’I ketika masuk
keistanaAl mahdi yang sedang bermain burung merpati. Ghiyats berkata Rosulullah
bersabda:
"Tidak
ada perlombaan kecuali pada anak panah atau unta atau kuda dan atau pada
burung."
Pada mulanya
ungkapan itu memang hadist dari Rosulullah tapi aslinya tidak ada kata
"burung" (aw janah) . Karena ia melihat khalifah sedang bermain
burung merpati, maka ditambah "atau burung merpati". Al Mahdi ketika
mendengar hadis palsu itu memberi hadiah 10.000 dirham kepadanya, tetapi
setelah mengetahui bahwa Ghiyast pendusta burung tersebut disembelih dan
berkata: aku bersaksi pada tengkokmu bahwa ia adalah tengkok pendusta pada
Rosulullah.
D. Status Hukum dan Tingkatan Hadist Maudhu’
1.
Status hadist
maudhu’[14]
Para ulama
berbeda pendapat dalam menentukan status hadist maudhu’, apakah merupakan
bagian dari hadist apa bukan. Pertentangan pendapat ini sangat berkait erat
dengan definisi hadist maudhu’ yang dirumuskan oleh para ulama muhadisin, yaitu
sebagai hadist yang mengandung unsur dibuat-buat, dusta, dengan cara sengaja
atau tidak sengaja. Dengan adanya unsur dibuat-buat, dusta, dan disengaja, para
muhaddisin yang menolak hadist maudhu’, mempersoalkan apakah hadist maudhu’
layak di kategorikan sebagai hadist. Dalam hal ini terdapat dua pandangan.
Kelompok pertama yang diwakili Ibnu Shalah dan di ikuti jumhur Muhaddisin,
berpendapat bahwa hadist maudhu’ merupakan bagian dari hadist dha’if. Hanya
saja posisi tingkatan ke-dha’ifannya berda pada tingkat yang paling rendah,
paling parah, serta paling rusak nilainya. Imam Ibnu Shalah menegaskan: Hadist
maudhu’ adalah hadist dhaif yang paling jelek dan jahat.
Kelompok kedua
diwakili oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani, yang berpendapat bahwa hadist maudu’
bukan termasuk hadist Nabi, baik berupa ucapan, perbuatan, ataupun ketetapan.
Hadist maudhu’ bukan sesuatu yang datang atau berasal dari Nabi, melainkan
ucapan, perbuatan atau sikap yang berasal dari seseorang, tetapi dikatakan
bahwa hal itu berasal dari Nabi.
Hukum hadist
maudhu’:[15]
Kaum muslimin
sepakat bahwa memalsukan hadist hukumnya haram mutlak. Jumhur ahli hadist juga
berpendapat bahwa berdusta termasuk dosa besar. Semua ahli hadist juga menolak
khabar pendusta, bahkan Syekh Abu Muhamad al-Juwainy mengkafirkan pemalsuan
hadist.
Menurut kelompok
al-Karamiyyah bahwa membuat hadist maudhu’ itu diperbolehkan asal yang
berkenaan dengan tarhib dan targhib, bukan yang berkenaan dengan pahala dan
siksa dengan tujuan menarik masyarakat untuk bebuat taat kepada Allah dan
menjauhkan mereka dari berbuat maksiat. Pendapat mereka itu jelas tertolak
karena tidak memiliki dasar sama sekali, baik aqli maupun naqli.
2.
Tingkatan-tingkatan
hadist maudhu’[16]
Dikalangan para
ulama, terdapat perbedaan pandangan dalam menentukan bobot kemaudhuan.
Perbedaan ini timbul karena adanya perbedaan pendekatan atau metode penilaian.
Menurut Imam
Adz-Dzahabi, hadist maudhu’ mempunyai tiga tingkatan berikut:
a.
Hadits
Maudhu yang nilai ke-maudhu-annya disepakati secara bulat oleh para
Muhadditsin.
b.
Hadits
maudhu yang nilai ke-maudhu-annya ditetapkan berdasarkan kesepakatan mayoritas
ulama (walau ada ustadz yang mengatakan agama bukan mengikuti mayoritas), bukan
kesepakatan bulat seluruh ulama.
c.
Hadis
maudhu (wahm al maudhu). Sebagian
muhaddisin lain menilai hadits yang dusta (kidz)
E. Hukum Meriwayatkan Hadist Maudhu’
1.
Secara muthlaq,
meriwayatkan hadist hdist palsu itu hukumnya haram bagi mereka yang sudah jelas
mengetahui bahwa hadist itu adalh palsu.
2.
Bagi mereka yang
meriwayatkan dengan tujuan untuk memberi tahu pada orangbahwa hadist ini adalah
palsu(menerangkan kepada
mereka sesudah meriwayatkan atau mebacakannya) maka tidak ada dosa atasnya.
3.
Mereka yang tidak tahu sama sekali kemudian meriwayatkannya atau mereka
mengamalkan makna hadits tersebut karena tidak tahu, maka tidak ada dosa
atasnya. Akan tetapi sesudah mendapatkan penjelasan bahwa riwayat atau hadits
yang dia ceritakan atau amalkan itu adalah hadits palsu, maka hendaklah segera
dia tinggalkannya, kalau tetap dia amalkan sedang dari jalan atau sanad lain
tidak ada sama sekali, maka hukumnya tidak boleh (berdosa - dari Kitab Minhatul
Mughiits).[17]
Namun pada buku karangan Akib Muslim dijelaska bahwa :
Semua ahli hadist
disamping sepakat mengenai keharaman meriwayatkannya, seluruhnya hadist
maudhu’, baik berkenaan dengan kisah, tarhib, targhib, hukum hukum ataupun
tidak, kecuali ada indikasi yang berupa penjelas bahwa hadist itu adalah palsu.
Hal ini berdsarkan hadist Rosulullah :[18]
“siapa yang meriwayatkan dariku
sebuah hadist, dan terlihat hadist itu dusta maka, ia juga termasuk satu
diantara para pendusta.”
F. Ketelitian Ulama’ Hadist dalam Mengantisipasi Hadist Maudhu’
Langkah-langkah yang diambil
oleh para ulama tersebut untuk mengantisipasi pemalsuan hadist dan
menghindarkan dari bahaya para pemalsu antara lain:[19]
1.
Meneliti sadad
hadist
2.
Meningkatkan
perlawatan mencari hadist
3.
Mengambil tindakan
kepada para pemalsu hadst dan tukang cerita.
4.
Menjelaskan
hal-hal ihwal para perawi
5.
Menetapkan
pedoman-pedoman untuk mengungkap hadist maudhu’
G. Tanda Tanda Hadist Maudhu’
Hadist maudhu’ dapat
diketahui melalui tanda-tandanya baik yang ada pada sanad/ pada matan.[20]
1.
Tanda pada sanad
a.
Pengakuan perawi
atas kedustaannya
b.
Adanya indikasi
yang mendukung pengakuannya melakukan pemalsuan hadis
Ada beberapa hal yang bisa dijelaskan dari indikasi-indikasi
ini, antara lain: (1)meriwayatkan dari seorang guru yang ia tidak pernah
bertemu dengannya; (2) meriwayatkan dari seorang guru disuatu daerah , padahal
ia tidak pernah melakukan pelawatan kedaerah tertentu; (3) meriwayatkan dari
seorang guru yang tlah meninggal ketika ia dilahirkan; (4) guruny telah
meninggal padahal ia masih kecil dan tidak pernah berjumpa(tahu).
c.
Perawi yang
dikenal pendusta meriwayatkan secara mandiri, tidak diriwayatkan oleh orang
yang siqah.
d.
Adanya
keterangan-keterangan yang dapat menunjukkan kepalsuan sebuah hadis, baik dari
keadaan rawi, ataupun rusaknya sanad.
2.
Tanda pada matan
a.
Kerancuan redaksi
atau makna hadist
b.
Bertentangan
dengan teks-teks al-Quran dan as-Sunah ataupun ijma’
c.
Setiap hadist
yang tidak sejalan dengan realitas sejarah yang terjadi pada masa Nabi Muhammad
Saw.
d.
Kesejalanan suatu
hadist terhadap aliran yang dianut oleh perawinya.
e.
Hadist itu
mengkhabarkan suatu hal yang besar yang memenuhi kriteria untuk diriwayatkan.
f.
Hadist itu memuat
balasan yang berlipat ganda atas suatu amal kecil, atau ancaman yang sangat
besar atas suatu tindakan tak seberapa.
H. Para Pendusta Beserta Kitab-Kitab Hadist Maudhu’[21]
1.
Para pendusta
dalam hadist
Diantara para
pendusta hadis yang diketahui setelah penelitian yang dilakukan oleh par ulama,
adalah sebagai berikut:
a.
Aban bin ja’afar al-numaiqi, membuat hadits 300 buah hadits yang
disandarkan kepada Abu Hanifah.
b.
Ibrahim bin zaid
al-aslami, membuat hadits disandarkan dari malik.
c.
Achamd bin Abdullah
Al-Jawaini, juga membuat beribu-ribu hadits kepentingan kelompok Al-karramiyah.
d.
Jabir bin Abu zaid
Al-jufri membuat 30.000 buah hadits
e.
Nuh bin Abu Maryam membuat hadits mawdhu tentang fadhail surah-surah
dalam al-quran.
f.
Muhammad bin syuja al-Wasithi, Al-Harits bin Abdullah Al-A’war, muqatil
bin Sulaiman, Muhammad bin sa’id Al-Mashlub, Al-waqidi dan Ibnu Abu Yahya.
2.
Kitab kitab
maudhu’ yang terkenal
Diantara
kitab-kitab yang memuat hadist maudhu’ adalah sebagai berikut:
a.
Tadzkirah Al-Mawdhu’at, karya Abu Al-Fadhal Muhammad bin Thahir
Al-Maqdisi (448-507 H). Kitab ini menyebutkan hadits secara alphabet dan
disebutkan nama perawi yang dinilai cacat (Tajrih).
b.
Al-Mawdhu’at Al-Kubra, karya Abu Al-Faraj Abdurrahman Al-Jauzi (504-597
H) 4 jilid.
c.
Al-La’ali Al-Mashnu’ahfi Al-Ahadits Al-Maudhu’ah, karya Jalaluddin As-Suyuthi (849-911 H).
d.
Al-Ba’its ‘ala Al-Khalash min Hawadits Al-Qashash, karya Zainuddin Abdurrahim Al-Iraqi (725-806 H).
e.
Al-Fawa’id Al-Majmu’ah fi Al-Ahadits Al-Mawdhu’ah, karya Al-Qadhi Abu Abdullah Muhammad bin Ali
Asy-Syaukani (1173-1255 H).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat menyimpulkan bahwa haditsmaudhu’ adalah
hadits yang dibuat-buat(palsu), baik untuk kepentingan individu atau kelompok,
bukan didasarkan kepada perkataan atau perbuatan atau takrir Rasulullah saw.
Terjadinya haditsmaudhu’dalam sejarah munculterjadi konflik antara
faktor politik dan antara dua pendukung Ali dan Mu’awiyah, umat Islam terpecah
menjadi tiga kelompok yaitu, Syi’ah, Khawarij, dan Jumhur Muslimin atau Sunni.
Masing-masing mengklaim bahwa kelompoknya yang paling benar sesuai dengan
ijtihad mereka, masing-masing ingin mempertahankan kelompoknya dan mencari
simpatisan masa yang lebih besar dan cara mencari dalil dari Al-Qur’an dan Hadits
Rasulullah saw.Jika tidak didapatkan ayat atau hadits yang mendukung
kelompoknya, mereka mencoba menta’wilkan dan memberikan interpretasikan yang
terkadang tidak layak.
Padahal sudah sangat jelas bahwa Hukum meriwayatka Hadits Maudhu’
(palsu) sangat Haram! Karena perbuatan tersebut termaksud perbuatan dusta atau
pembohong.
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya hadits maudhu’yaitu
sebagai berikut:
1.
Faktorpolitik
2.
Perbedaan
Ras dan Fanatik Golongan
3.
Qashshash(Tukang
Cerita)
4.
Mendekatkan
dengan kebodohan
5.
Menjilat
penguasa, dan
6.
Perbedaan
(Khilafiyah) dalam madzhab.
DAFTAR PUSTAKA
Jumantoro,
Totok. Kamus Ilmu Hadist. Jakarta:
Bumi Aksara, 2002.
Khon,
Abdul Majid. Ulumul Hadist. Jakarta:
Bumi Aksara, 2008.
Muslim,
Akib. Ilmu Mustalahul Hadist: Kajian
Historis Metodologis. Kediri: STAIN Kediri Press, 2010.
Sahrani,
Sohari. Ulumul Hadis. Bogor: Ghalia
Indonesia, 2015.
Sulaiman,
Noer. Antologi Ilmu Hadits. Jakarta:
Gaung Persada Press Jakarta, 2008.
Yazid
dan Qosim Koho. Himpunan Hadist-hadist
Lemah dan Palsu. Surabaya: Bina Ilmu, 2000.
[1] Totok
Jumantoro, Kamus Ilmu Hadist, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2002), 125.
[2] Akib
Muslim, Ilmu Mustalahul Hadist: Kajian
Historis Metodologis, (Kediri: STAIN Kediri Press, 2010), 203.
[8] Abdul
Majid Khon, Ulumul, 203.
[9] Ibid.
[10] Akib
Muslim, Ilmu Mustalahul, 212.
[11] Noer
Sulaiman, Antologi Ilmu, 187.
[12] Ibid.,
188.
[13] Abdul
Majid Khon, Ulumul, 206.
[15] Akib
Muslim, Ilmu Mustalahul, 216.
[16] Sohari
Sahrani, Ulumul Hadis, 167-168.
[17] Yazid dan
Qosim Koho, Himpunan Hadist-hadist Lemah
dan Palsu, (Surabaya: Bina Ilmu, 2000), 10.
[18] Akib
Muslim, Ilmu Mustalahul, 218.
[19] Ibid.,
219.
[20] Ibid.,
222.
[21] Abdul
Majid Khon, Ulumul, 215-216.
No comments:
Post a Comment