MemahamiRijalulHadist
Disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah
“UlumulHadist 3”
Dosen Pengampu :
Qaidatul Marhumah, M.Th. I
Disusun Oleh:
Moh. Eka Wahyudi (933800715)
PROGRAM
STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
JURUSAN
USHULUDDIN DAN ILMU SOSIAL
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
KEDIRI
2016
LATAR BELAKANG
Sebagai umat islam wajib hukumnya
berpedoman kepada Al-Qur'an dan juga Al-Hadits. Al-Qur'an sendiri diterima
secara mutawatir, sedangkan Hadits Nabi, periwayatannya berlangsung secara
mutawatir dan sebagiannya lagi secara ahad. Hadits sendiri terdiri dari matan
dan sanad. Para muhaditsin disamping memperhatikan matannya, juga memperhatikan
sanadnya. Sanad dapat dikatakan sebagai separuh dari ilmu hadits. Jika tanpa
adanya sanad, akan menjerumuskan ke lubang kesesatan. Karena sanad itu juga
menentukan tingkat kekuatan hadits nabi. Apakah dapat dijadikan hujjah atau
tidak. Dalam mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan sanad, ada cabang ilmu-
ilmu hadits yang khusus membahas hal-hal tersebut, yaitu Ilmu Rijalul Hadits.
Lalu kapankah ilmu ini mucul ? Untuk lebih jelasnya bisa di lihat dalam
pembahasan makalah berikut ini.
RUMUSAN MASALAH
- Apa pengertian ilmu Rijalul Hadits ?
- Apa objek kajian ilmu Rijalul Hadits ?
- Bagaimana historisitas ilmu Rijalul Hadits ?
- Bagaimana urgensi dan Problematika Ilmu Rijalul Hadits ?
- Bagaimana korelasi antara Tarikh ar Ruwah dan Jarh wa Ta'dil ?
- Apa saja kitab-kitab yang membahas tentang Rijalul Hadits ?
TUJUAN PEMBAHASAN
- Untuk mengetahui pengertian ilmu Rijalul Hadits
- Untuk mengetahui objek kajian ilmu Rijalul Hadits
- Untuk mengetahui historisitas ilmu Rijalul Hadits
- Untuk mengetahui urgensi dan Problematika Ilmu Rijalul Hadits
- Untuk mengetahui korelasi antara Tarikh ar Ruwah dan Jarh wa Ta'dil
- Untuk mengetahui kitab-kitab yang membahas tentang Rijalul Hadits
1.
Pengertian Rijalul
Hadits
Menurut bahasa,
rijal artinya para kaum pria. Yang di maksud disini adalah ilmu yang
membicarakan tentang tokoh/orang yang membawa hadits semenjak dari Nabi sampai
dengan periwayat (penulis kitab hadits).[1]
Menurut Istilah Rijalul Hadits adalah
علم
يبعث فيه عن احوال الرواة وسير هم من الصحابة والتابعين ومن بعدهم
"Ilmu
yang membahaskan para perawi hadits, baik sahabat, dari tabi'in, maupun dari
angkatan-angkatan sesudahnya."[2]
Ilmu Rijalul Hadits merupakan salah satu
dari ilmu-ilmu hadits yang sangat penting.[3] Ilmu hadits
melengkapi sanad dan matan. Sanad itulah perawi-perawi hadits. Maka merekalah
pokok pembicaraan ilmu Rijalul Hadits. Dengan sanadlah dapat diketahui mana hadits
yang dapat diterima dan mana yang ditolak, mana yang sah diamalkan atau yang
tidak. Ilmu Rijalul Hadits sendiri, terdiri dari dua ilmu yang besar, yaitu
Ilmu Tarikh ar-Ruwah dan Ilmu Jarh wa Ta'dil.
- Ilmu Tarikh ar-Ruwah adalah berasal dari kata tarikh yang artinya sejarah dan ar-ruwah jama' dari kata ar-rawi yang berarti para rawi.
Secara etimologi,
adalah
العلم الذي يعرف بزواة الحديث
الناحية التي تتعلق بروايتهم للحديث
"ilmu
yang membahas rawi-rawi Hadits, dari aspek yang berkaitan dengan periwayatan
mereka terhadap Hadits."
Ilmu Tarikh ar-Ruwah atau Ilmu Tarikh
ar-Rijal ini membahas rawi-rawi hadits, dari aspek yang berkaitan dengan
periwayatan mereka terhadap hadits. Ilmu ini menjelaskan hal ihwal para rawi
yang berkaitan dengan periwayatan hadits yang meliputi informasi tentang kurun
hidupnya (tahun lahir dan wafatnya), daerah kelahirannya, guru-gurunya,
murid-muridnya, negeri-negeri tempat kediaman gurunya, perlawatannya, tarikh
kedatangannnya ke negara-negara yang dikunjungi.[4]
- Ilmu Jarh wa Ta'dil secara etimologi, al-Jarh merupakan isim masdar dari kata jaraha-yajrahu yang berarti melukai. Baik luka yang berkaitan dengan fisik maupun non fisik.[5] Sedangkan menurut terminologi adalah Munculnya suatu sifat dalam diri perawi yang menodai sifat adilnya atau mencacatkan hafalan dan kekuatan ingatannya, yang mwngakibatkan gugur riwayatnya atau lemah atau bahkan tertolak riwayatnya." Jadi Ilmu Jarh wa Ta'dil adalah pengetahuan yang membahas tentang keadaan periwayat-periwayat hadits, baik mengenai cacatnya maupun kebersihannya dengan menggunakan lafal-lafal tertentu sehingga diterima atau sebaliknya ditolak riwayatnya.[6]
2.
Objek kajian ilmu
Rijalul Hadits
Ilmu Rijalul
mempunyai objekk kajiannya. Yang menjadi objek kajian dalam ilmu ini adalah
para perawi itu sendiri, yakni dari sisi kualitas pribadinya (keadilannya, yang
meliputi Islam, mukallaf, melaksanakan
ketentuan agama,dan memelihara muru’ah) dan kapasitas keilmuannya
(kedhabitannya, yakni hafal dengan sempurna hadits yang diterimanya, mampu
memahami dan menyampaikan kepada orang lain hadits yang diterima dan
dihafalkannya). Rawi yang adil dan dhabitlah yang periwayatannya diterima.Para
perawi itu, yakni mulai dari sahabat, tabi'in, tabi'it-tabi'in, muhadlramin,
mawaly, dan hal-hal yang berpautan dengannya. Dibawah ini akan dibahas tentang
beberapa pengertian para perawi hadits tersebut.
a)
Sahabat
Menurut
Jumhuru'l-Muhadsitsin, yang dikatakan sahabat ialah
من لا قى رسول الله صلى الله عليه وسلم
ملاقاةعرفيةفى حال الحياةحال كونه مسلماومؤمنابه
"OrangyangbertemuRasulullahSAWdenganpertemuanyangwajarsewaktu
Rasulullah SAW masih hidup, dalam keadaan Islam lagi iman."[7]
Dengan ketentuan tersebut, maka orang
Islam yang hidup segenerasi dengan Rasulullah SAW, tetapi tidak pernah bertemu
dengan Rasulullah atau bertemu dengan
Rasulullah tetapi beliau telah wafat, maka mereka itu tidak dapat dikatakan
sebagai sahabat. Dan juga jika ada seorang sahabat yang murtad, seperti
Abdullah bin Jahsy, bukan lagi dikatakan sahabat.
Oleh hampir seluruh Ulama ada yang
berpendapat bahwa seluruh sahabat Nabi
dinilai bersifat Adil. Bahkan Abu Zur'ah al-Razy (w. 264 H/878M)
menyatakan barang siapa mengkritik sahabt Nabi yang mengakibatkan menurunnya
kehormatan diri sahabat itu, maka orang tersebut termasuk Zindiq.[8] Pendapat ini cukup
berlebih-lebihan, karena seluruh sahabat tanpa terkecuali telah dianggap
sebagai manusia yang tak bercacat sedikitpun. Kalangan ulama secara keras menyatakan
bahwa seluruh sahabat Nabi bersifat adil. Menurut kalangan ulama tersebut,
argumen-argumen yang mendasari sifat adilnya para sahabat Nabi terdapat pada
dalil-dalil Qur'an, Hadits Nabi dan ijma' ulama
Hadits
Rasulullah SAW :
لا
تسبوااصحاب فلوأن احدكم انفق مثل أحد ذهبا ما بلغ مد احدهم ولانصيفه
"Janganlahkalianmencaci
-maki sahabatku.
Sekirannya diantara kalian bersedekah emas sebesar bukit Uhud, niscaya
(sedekahmu itu) tidak akan sampai menyamai secupak atau separuh cupak dari para
sahabatku itu.” (HR. Bukhari, Abu Dawud, Al-Turmudzi, dan Ahmad
dari Abiy Sa'id al-Khudriy)
Hadits tersebut muncul tatkala Nabi
mendengar Khalid bin al-Walid bertengkar dengan 'Abd al-Rahman bin 'Awf. Lalu
Nabi menegur Khalid dengan sabdanya diatas.
Sebenarnya, yang dilarang oleh Nabi
adalah perbuatan memaki atau mengumpat. Kegiatan meneliti pribadi sahabat Nabi
tidak sama dengan perbuatan memaki. Tujuan penelitian adalah baik, yakni untuk
mengetahui kesahihan salah satu sumber ajaran Islam. Karena itu, Hadits yang
disebutkan diatas tidak dapat dijadikan argumen bahwa seluruh sahabat Nabi
bersifat adil dan tidak diperkenankan dikritik.
b)
Tabi'in
Adalah من لقي واحدا
من الصحابة فأكثر
"Orangyangbertemudenganseseorangsahabatataulebih".
Menurut kebanyakan
Ahli Hadits, seperti Al-Hakim, Ibnu Shalah, An-Nawawy dan Al-Iraqy, yang
disebut tabi'in adalah orang-orang yang menjumpai sahabat dalam keadaan iman
dan islam, dan mati dalam keadaan islam, baik perjumpaannya itu lama maupun
sebentar.[9]
Para Tabi'in tidak
dapat dihitung jumlahnya, karena saat Rasulullah telah wafat, ada sekitar
100.000 lebih sahabat, yang kemudian melawat keberbagai-bagai kota dan tersebar
ke seluruh daerah.
c) Tabi'ut-tabi'in
Tabi'ut tabi'in atau Atbaut Tabi'in (
bahasa Arab : تابع لتابعين ) adalah generasi
setelah Tabi'in, artinya pengikut Tabi'in , adalah orang Islam teman
sepergaulan dengan para Tabi'in dan tidak mengalami masa hidup Sahabat Nabi .
Tabi'ut tabi'in adalah di antara tiga kurun generasi terbaik dalam sejarah
Islam, setelah Tabi'in dan Shahabat. Tabi'ut tabi'in disebut juga murid
Tabi'in. Menurut banyak literatur Hadis : Tab'ut Tabi'in adalah orang
Islam dewasa yang pernah bertemu atau
berguru pada Tabi'in dan sampai wafatnya beragama Islam. Dan ada juga yang
menulis bahwa Tabi'in yang ditemui harus masih dalam keadaan sehat ingatannya.
Karena Tabi'in yang terahir wafat sekitar 110-120 Hijriah [1] .
Tabi'in sendiri serupa seperti definisi
di atas hanya saja mereka bertemu dengan Sahabat. Sahabat yang terakhir wafat
sekitar 80-90 Hijriah.
d) Muhadlramin
Ialah orang-orang
yang mengalami hidup pada zaman jahiliyah dan hidup pada zaman Nabi Muhammad
SAW dalam keadaan Islam, tetapi tidak sempat menemuinya dan mendengarkan Hadits
daripadanya. Muhadlramin itu adalah sebagian dari tabi'in, bahkan menurut Ibnu
Hajar, mereka tergolong tabi'in besar. Seperti Amru bin Maimun, Aswad bin Yazid
An-Nakha'iy, dsb. Iman Muslim mencatat jumlah muhadlramin itu sebanyak 20
orang, Al-'Iraqy mencatatnya sebanyak 42 orang.
e). Al-Mawaly
Ialah para rawy dan
ulama yang semula asalnya budak. Orang yang memerdekakan budak disebut Maula
dan perwaliannya disebut wala'.
3.
Urgensi dan
Problematika Ilmu Rijalul Hadits
Secara eksplisit, penelitian atau kritik
hadits selalu diarahkan pada kritik sanad dan kritik matan. Pada kritik sanad,
kajian difokuskan pada kualitas para rawi dan metode periwayatan yang
dilakukan.
Berangkat dengan realitas fokus kajian
kritik sanad pada penilaian kualitas para rawi, maka kebetadaan Ilmu Rijalul
Hadits tidak bisa dipandang sebelah mata. Pertama, karena dengan ilmu ini
terkuak data-data rijalul hadits yang terlibat dalam civitas periwayatan hadits
dari masa ke masa semenjak zaman Rasulullah, baik dari segi biografi maupun
dari segi kualitas rijalnya. Kedua, dengan ilmu ini diketahui pula sikap dan
pandangan para ahli Hadits yang menjadi kritikus terhadap para rawi yang
menjadi transmitter hadits dan sikap mereka dalam menjaga otentisitas
hadits-hadits Nabi. Ketiga, ini yang paling urgen, dengan ilmu ini, dapat
diketahui kualitas dan otentisitas suatu hadits.
Kajian Ilmu Rijalul Hadits mengarahkan
pada figur rawi dalam dataran teoritis menginformasikan jawaban terhadap
pertanyaan what, who, where, when, dan why terhadap rawi yang dikaji.Suryadi 6
Dengan menjadikan kitab-kitab Rijalul
Hadits sebagai acuan, memunculkan banyak persoalan. Bagaimana sebenarnya
kedudukan kitab-kitab tersebut dengan mempertimbangkan data-data yang umumnya
diberikan. Ini sangat penting, karena realiyas kajian yang dilakukan seorang
peneliti biografi dan kualitas pribadi maupun intelektualitas rawi pada umumnya
tidak berhenti pada kajian terhadap beberapa orang, tetapi terhadap ribuan
bahkan puluhan ribu rawi yang semasa maupun yang hidup beberapa abad sebelumnya
yang mungkin memiliki nama sampai beberapa tingkat.
Persoalan semakin bertambah dengan
adanya, realitas perbedaan metodw yang digunakan para pengkaji perawi dalam
menuliskan karyanya yang nantinya dijadikan acuan bagi orang-orang yang hidup
sesudahnya. Ada yang diausun berdasarkan abjad, ada yang berdasar thabaqah dan
ada yang didasarkan pada kriteria-kriteria tertentu. Kondisi inilah yang
menyulitkan bagi pengkaji Ulumul Hadita
karena adanya keharusan merujuk aebanyak mungkin kitab-kitab dengan
berbagai metodenya untuk mendapatkan data yang selengkap mungkin.
4.
Historisitas Ilmu
Rijalul Hadits
Sebenarnya kemunculan Ilmu Rijalul Hadits
sejalan dengan dengan kemunculan periwayatan hadits itu sendiri, yakni sejak
masa Nabi. Hanya saja ilmu ini menjadi ilmu tersendiri setelah upaya kodifikasi
hadits mulai dirintis. Pada masa Nabi hal ini telah dibuktikan dalam Al-Qur'an
:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَن
تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
“Wahai orang-orang
yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita,
maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena
kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.”
(Q.S al-Hujurat (49):
6)
Setelah agama islam tersiar dengan luas
di masyarakat, dipeluk dan dianut oleh penduduk yang bertimpat tinggal di luar
jazirah Arabia, dan para sahabat mulai terpencar di beberapa wilayah bahkan
tidak sedikit jumlahnya yang telah meninggal dunia.
Pada saat itu juga telah banyak terjadi
pemalsuan tentang hadits Nabi yang dilakukan oleh orang-orang tidak bertanggung
jawab yang hanya mempertahankan ideologi golongan dan mazhabnya. Pemalsuan
Hadits ini mulai tersiar sejak awal berdirinya ke-khilafahan Ali bin Abi Thalib
r.a, sehingga mendorong para ulama hadits agar lebih berhati-hati dalam
melakukan periwayatan hadits. Sebenarnya khalifah Umar bin Khathab sempat
merencanakan untuk menghimpun semua hadits Nabi. Para sahabat yang mendengar
rencana khalifah itu sangat menyetujuinya. Namun khalifah Umar setelah shalat istikharah
selama satu bilan, akhirnya dia mengurungkan rencana itu, karena khalifah Umar
khawatir umat Islam akan terganggu konsentrasinya dalam mempelajari dan
mendalami Al- Qur'an.
Kodifikasi Hadits yang resmi baru
dirintis oleh khalifah Umar bin Abdul Aziz (w. 110 H/720 M). Oleh karenanya
penelitian terhadap orisinalitas hadits memang sangat diperlukan, agar hadits
nabi dapat dipertanggung jawabkan. Pentingnya masalah orisinalitas hadits ini
telah memotivasi para ulama hadits untuk melahirkan kajian ilmu hadits yang
terkait dengan sanad, yakni Ilmu Rijalul Hadits
5.
Korelasi antara
Tarikh ar Ruwah dan Jarh wa Ta'dil
Korelasi antara Ilmu Tarikh ar-Ruwah dan
Ilmu Jarh wa Ta'dil tidak dapat dipisahkan, karena kedua Ilmu tersebut saling
ada keterkaitan antara satu sama lain. Dengan melihat karakteristik Ilmu Tarikh
ar-Ruwah dan Ilmu Jarh wa Ta'dil, sebenarnya ilmu-ilmu tersebut dikategorikan
dalam kelompok ilmu-ilmu kemanusiaan (Human Sciences), yakni ilmu pengetahuan
yang mempelajari tentang manusia dari segala aspek hidupnya, ciri khasnya,
tingkah lakunya, perorangan maupun bersama dan menjadikan manusia sebagai
subyek sekaligus objek. Para pakar Ilmu Hadits memberikan sikap kritis terhadap
sanad sebagaimana pernyataan yang dikemukakan Muhammad Ibn Sirrin (w. 101 H);
"Sanad hadits merupakan bagian dari agama, sekiranya sanad hadits tidak
ada, niscaya siapa saja akan bebas menyatakan apa yang dikehendakinya."
Dalam Ilmu Tarikh ar-Ruwah dan Ilmu Jarh
wa Ta'dil terdapat indikasi bahwa adanya semangat ilmiah yang didasari semangat
religius oleh para ahli hadits dalam upaya kritis para ahli hadits. Indikasi
tersebut terlihat dari :Pertama, adanya kejelasan penentuan obyek dan
kriteria obyek yang dikaji. Kedua, para pakar Hadits juga menetapkan
syarat-syarat yang harus dipenuhi ahli Hadits untuk menjadi kritikus, seperti
bersifat adil, tidak fanatik terhadap mazabnya, tidak bermusuhan dengan
periwayat yang dinilainya. Ketiga, sikap kritis ulama Hadits nampak dengan
adanya penyusunan kaedah-kaedah al-Jarh wa Ta'dil. Sedangkan yang keempat
adalah adanya metode komparasi/saling rujuk untuk saling konfirmasi keberadaan
rawi per rawi baik antar ahli hadits maupun dengan dokumen-dokumen tertulis.
DAFTAR PUSTAKA
Ash-Shiddieqy,Hasbi.
Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Jakarta: Bulan Bintang, 1980
-------, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah
Hadits, Jakarta: Bulan Bintang, 1994
Ismail, Kaedah. Kesahihan Sanad Hadis.
Jakarta: Bulan Bintang, 1995
Rahman,Fatchur.Ikhtisar
Musthalahu'l-Hadits. Bandung: Al-Ma'arif, 1974
Suryadi.Metodologi
Ilmu Rijalil Hadis, Yogyakarta:
Madani Pustaka Hikmah, 2003
Suryadilaga,Alfatih.
Ulumul Hadits, Yogyakarta: Teras, 2010
Zuhri,Muh.Hadits
Nabi Telaah Historis dan Metodologis, Yogyakarta: TiaraWacanaYogya, 2003
[1] Muh Zuhri, Hadits Nabi Telaah Historis dan
Metodologis (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2003), 117.
[2]Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits
(Jakarta: Bulan Bintang, 1980), 153.
[3]Hasbi Ash-Shiddieqy, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits
(Jakarta: Bulan Bintang, 1994), 136.
[4]Suryadi, Metodologi Ilmu Rijalil Hadis (Yogyakarta:
Madani Pustaka Hikmah, 2003), 12.
[5]Ibid, 27.
[6]Alfatih Suryadilaga, Ulumul Hadits (Yogyakarta:
Teras, 2010), 156.
[8]Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis (Jakarta:
Bulan Bintang, 1995), 160.
[9]Fatchur Rahman, Ikhtisar
Musthalahu'l-Hadits (Bandung: Al-Ma'arif, 1974), 254.
SIAPA YANG MEMPELOPORI ILMU RIJAL HADIS?
ReplyDeletePembukuan/kitab apa yang pertama kali di bukukan dalam rijalul hadist??
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteKitab-kitab yang membahas ilmu rijalul hadis?
ReplyDeleteSejarah ilmu rijal hadis kurang lengkap.
ReplyDelete