Blog Archive

Wednesday, October 26, 2016

IAT3 MemahamiRijalulHadist Moh. Eka Wahyudi (933800715)



MemahamiRijalulHadist
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
UlumulHadist 3
Dosen Pengampu :



Qaidatul Marhumah, M.Th. I

Disusun Oleh:
                        Moh. Eka Wahyudi                 (933800715)
           
                       





PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
JURUSAN USHULUDDIN DAN ILMU SOSIAL
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) KEDIRI
2016

LATAR BELAKANG
Sebagai umat islam wajib hukumnya berpedoman kepada Al-Qur'an dan juga Al-Hadits. Al-Qur'an sendiri diterima secara mutawatir, sedangkan Hadits Nabi, periwayatannya berlangsung secara mutawatir dan sebagiannya lagi secara ahad. Hadits sendiri terdiri dari matan dan sanad. Para muhaditsin disamping memperhatikan matannya, juga memperhatikan sanadnya. Sanad dapat dikatakan sebagai separuh dari ilmu hadits. Jika tanpa adanya sanad, akan menjerumuskan ke lubang kesesatan. Karena sanad itu juga menentukan tingkat kekuatan hadits nabi. Apakah dapat dijadikan hujjah atau tidak. Dalam mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan sanad, ada cabang ilmu- ilmu hadits yang khusus membahas hal-hal tersebut, yaitu Ilmu Rijalul Hadits. Lalu kapankah ilmu ini mucul ? Untuk lebih jelasnya bisa di lihat dalam pembahasan makalah berikut ini.
RUMUSAN MASALAH
  1. Apa pengertian ilmu Rijalul Hadits ?
  2. Apa objek kajian ilmu Rijalul Hadits ?
  3. Bagaimana historisitas ilmu Rijalul Hadits ?
  4. Bagaimana urgensi dan Problematika Ilmu Rijalul Hadits ?
  5. Bagaimana korelasi antara Tarikh ar Ruwah dan Jarh wa Ta'dil ?
  6. Apa saja kitab-kitab yang membahas tentang Rijalul Hadits ?
TUJUAN PEMBAHASAN
  1. Untuk mengetahui pengertian ilmu Rijalul Hadits
  2. Untuk mengetahui objek kajian ilmu Rijalul Hadits
  3. Untuk mengetahui historisitas ilmu Rijalul Hadits
  4. Untuk mengetahui urgensi dan Problematika Ilmu Rijalul Hadits
  5. Untuk mengetahui korelasi antara Tarikh ar Ruwah dan Jarh wa Ta'dil
  6. Untuk mengetahui kitab-kitab yang membahas tentang Rijalul Hadits

1.                  Pengertian Rijalul Hadits
Menurut bahasa, rijal artinya para kaum pria. Yang di maksud disini adalah ilmu yang membicarakan tentang tokoh/orang yang membawa hadits semenjak dari Nabi sampai dengan periwayat (penulis kitab hadits).[1]
Menurut Istilah Rijalul Hadits adalah
علم يبعث فيه عن احوال الرواة وسير هم من الصحابة والتابعين ومن بعدهم
"Ilmu yang membahaskan para perawi hadits, baik sahabat, dari tabi'in, maupun dari angkatan-angkatan sesudahnya."[2]
Ilmu Rijalul Hadits merupakan salah satu dari ilmu-ilmu hadits yang sangat penting.[3] Ilmu hadits melengkapi sanad dan matan. Sanad itulah perawi-perawi hadits. Maka merekalah pokok pembicaraan ilmu Rijalul Hadits. Dengan sanadlah dapat diketahui mana hadits yang dapat diterima dan mana yang ditolak, mana yang sah diamalkan atau yang tidak. Ilmu Rijalul Hadits sendiri, terdiri dari dua ilmu yang besar, yaitu Ilmu Tarikh ar-Ruwah dan Ilmu Jarh wa Ta'dil.
  1. Ilmu Tarikh ar-Ruwah adalah berasal dari kata tarikh yang artinya sejarah dan ar-ruwah jama' dari kata ar-rawi yang berarti para rawi.
Secara etimologi, adalah
العلم الذي يعرف بزواة الحديث الناحية التي تتعلق بروايتهم للحديث
"ilmu yang membahas rawi-rawi Hadits, dari aspek yang berkaitan dengan periwayatan mereka terhadap Hadits."
Ilmu Tarikh ar-Ruwah atau Ilmu Tarikh ar-Rijal ini membahas rawi-rawi hadits, dari aspek yang berkaitan dengan periwayatan mereka terhadap hadits. Ilmu ini menjelaskan hal ihwal para rawi yang berkaitan dengan periwayatan hadits yang meliputi informasi tentang kurun hidupnya (tahun lahir dan wafatnya), daerah kelahirannya, guru-gurunya, murid-muridnya, negeri-negeri tempat kediaman gurunya, perlawatannya, tarikh kedatangannnya ke negara-negara yang dikunjungi.[4]
  1. Ilmu Jarh wa Ta'dil secara etimologi, al-Jarh merupakan isim masdar dari kata jaraha-yajrahu yang berarti melukai. Baik luka yang berkaitan dengan fisik maupun non fisik.[5] Sedangkan menurut terminologi adalah Munculnya suatu sifat dalam diri perawi yang menodai sifat adilnya atau mencacatkan hafalan dan kekuatan ingatannya, yang mwngakibatkan gugur riwayatnya atau lemah atau bahkan tertolak riwayatnya." Jadi Ilmu Jarh wa Ta'dil adalah pengetahuan yang membahas tentang keadaan periwayat-periwayat hadits, baik mengenai cacatnya maupun kebersihannya dengan menggunakan lafal-lafal tertentu sehingga diterima atau sebaliknya ditolak riwayatnya.[6]
2.                  Objek kajian ilmu Rijalul Hadits
Ilmu Rijalul mempunyai objekk kajiannya. Yang menjadi objek kajian dalam ilmu ini adalah para perawi itu sendiri, yakni dari sisi kualitas pribadinya (keadilannya, yang meliputi Islam, mukallaf,  melaksanakan ketentuan agama,dan memelihara muru’ah) dan kapasitas keilmuannya (kedhabitannya, yakni hafal dengan sempurna hadits yang diterimanya, mampu memahami dan menyampaikan kepada orang lain hadits yang diterima dan dihafalkannya). Rawi yang adil dan dhabitlah yang periwayatannya diterima.Para perawi itu, yakni mulai dari sahabat, tabi'in, tabi'it-tabi'in, muhadlramin, mawaly, dan hal-hal yang berpautan dengannya. Dibawah ini akan dibahas tentang beberapa pengertian para perawi hadits tersebut.
a)       Sahabat
Menurut Jumhuru'l-Muhadsitsin, yang dikatakan sahabat ialah
من لا قى رسول الله صلى الله عليه وسلم ملاقاةعرفيةفى حال الحياةحال كونه مسلماومؤمنابه
"OrangyangbertemuRasulullahSAWdenganpertemuanyangwajarsewaktu Rasulullah SAW masih hidup, dalam keadaan Islam lagi iman."[7]
Dengan ketentuan tersebut, maka orang Islam yang hidup segenerasi dengan Rasulullah SAW, tetapi tidak pernah bertemu dengan Rasulullah  atau bertemu dengan Rasulullah tetapi beliau telah wafat, maka mereka itu tidak dapat dikatakan sebagai sahabat. Dan juga jika ada seorang sahabat yang murtad, seperti Abdullah bin Jahsy, bukan lagi dikatakan sahabat.
Oleh hampir seluruh Ulama ada yang berpendapat bahwa seluruh sahabat Nabi  dinilai bersifat Adil. Bahkan Abu Zur'ah al-Razy (w. 264 H/878M) menyatakan barang siapa mengkritik sahabt Nabi yang mengakibatkan menurunnya kehormatan diri sahabat itu, maka orang tersebut termasuk Zindiq.[8] Pendapat ini cukup berlebih-lebihan, karena seluruh sahabat tanpa terkecuali telah dianggap sebagai manusia yang tak bercacat sedikitpun. Kalangan ulama secara keras menyatakan bahwa seluruh sahabat Nabi bersifat adil. Menurut kalangan ulama tersebut, argumen-argumen yang mendasari sifat adilnya para sahabat Nabi terdapat pada dalil-dalil Qur'an, Hadits Nabi dan ijma' ulama
Hadits Rasulullah SAW :
لا تسبوااصحاب فلوأن احدكم انفق مثل أحد ذهبا ما بلغ مد احدهم ولانصيفه
"Janganlahkalianmencaci -maki sahabatku. Sekirannya diantara kalian bersedekah emas sebesar bukit Uhud, niscaya (sedekahmu itu) tidak akan sampai menyamai secupak atau separuh cupak dari para sahabatku itu.” (HR. Bukhari, Abu Dawud, Al-Turmudzi, dan Ahmad dari Abiy Sa'id al-Khudriy)
Hadits tersebut muncul tatkala Nabi mendengar Khalid bin al-Walid bertengkar dengan 'Abd al-Rahman bin 'Awf. Lalu Nabi menegur Khalid dengan sabdanya diatas.
Sebenarnya, yang dilarang oleh Nabi adalah perbuatan memaki atau mengumpat. Kegiatan meneliti pribadi sahabat Nabi tidak sama dengan perbuatan memaki. Tujuan penelitian adalah baik, yakni untuk mengetahui kesahihan salah satu sumber ajaran Islam. Karena itu, Hadits yang disebutkan diatas tidak dapat dijadikan argumen bahwa seluruh sahabat Nabi bersifat adil dan tidak diperkenankan dikritik.

b)     Tabi'in
Adalah                        من لقي واحدا من الصحابة فأكثر
"Orangyangbertemudenganseseorangsahabatataulebih".
Menurut kebanyakan Ahli Hadits, seperti Al-Hakim, Ibnu Shalah, An-Nawawy dan Al-Iraqy, yang disebut tabi'in adalah orang-orang yang menjumpai sahabat dalam keadaan iman dan islam, dan mati dalam keadaan islam, baik perjumpaannya itu lama maupun sebentar.[9]
Para Tabi'in tidak dapat dihitung jumlahnya, karena saat Rasulullah telah wafat, ada sekitar 100.000 lebih sahabat, yang kemudian melawat keberbagai-bagai kota dan tersebar ke seluruh daerah.
c)      Tabi'ut-tabi'in
Tabi'ut tabi'in atau Atbaut Tabi'in ( bahasa Arab : تابع لتابعين ) adalah generasi setelah Tabi'in, artinya pengikut Tabi'in , adalah orang Islam teman sepergaulan dengan para Tabi'in dan tidak mengalami masa hidup Sahabat Nabi . Tabi'ut tabi'in adalah di antara tiga kurun generasi terbaik dalam sejarah Islam, setelah Tabi'in dan Shahabat. Tabi'ut tabi'in disebut juga murid Tabi'in. Menurut banyak literatur Hadis : Tab'ut Tabi'in adalah orang
Islam dewasa yang pernah bertemu atau berguru pada Tabi'in dan sampai wafatnya beragama Islam. Dan ada juga yang menulis bahwa Tabi'in yang ditemui harus masih dalam keadaan sehat ingatannya. Karena Tabi'in yang terahir wafat sekitar 110-120 Hijriah [1] .
Tabi'in sendiri serupa seperti definisi di atas hanya saja mereka bertemu dengan Sahabat. Sahabat yang terakhir wafat sekitar 80-90 Hijriah.
d)     Muhadlramin
Ialah orang-orang yang mengalami hidup pada zaman jahiliyah dan hidup pada zaman Nabi Muhammad SAW dalam keadaan Islam, tetapi tidak sempat menemuinya dan mendengarkan Hadits daripadanya. Muhadlramin itu adalah sebagian dari tabi'in, bahkan menurut Ibnu Hajar, mereka tergolong tabi'in besar. Seperti Amru bin Maimun, Aswad bin Yazid An-Nakha'iy, dsb. Iman Muslim mencatat jumlah muhadlramin itu sebanyak 20 orang, Al-'Iraqy mencatatnya sebanyak 42 orang.
e). Al-Mawaly
Ialah para rawy dan ulama yang semula asalnya budak. Orang yang memerdekakan budak disebut Maula dan perwaliannya disebut wala'.

3.                  Urgensi dan Problematika Ilmu Rijalul Hadits
 Secara eksplisit, penelitian atau kritik hadits selalu diarahkan pada kritik sanad dan kritik matan. Pada kritik sanad, kajian difokuskan pada kualitas para rawi dan metode periwayatan yang dilakukan.
Berangkat dengan realitas fokus kajian kritik sanad pada penilaian kualitas para rawi, maka kebetadaan Ilmu Rijalul Hadits tidak bisa dipandang sebelah mata. Pertama, karena dengan ilmu ini terkuak data-data rijalul hadits yang terlibat dalam civitas periwayatan hadits dari masa ke masa semenjak zaman Rasulullah, baik dari segi biografi maupun dari segi kualitas rijalnya. Kedua, dengan ilmu ini diketahui pula sikap dan pandangan para ahli Hadits yang menjadi kritikus terhadap para rawi yang menjadi transmitter hadits dan sikap mereka dalam menjaga otentisitas hadits-hadits Nabi. Ketiga, ini yang paling urgen, dengan ilmu ini, dapat diketahui kualitas dan otentisitas suatu hadits.
Kajian Ilmu Rijalul Hadits mengarahkan pada figur rawi dalam dataran teoritis menginformasikan jawaban terhadap pertanyaan what, who, where, when, dan why terhadap rawi yang dikaji.Suryadi 6
Dengan menjadikan kitab-kitab Rijalul Hadits sebagai acuan, memunculkan banyak persoalan. Bagaimana sebenarnya kedudukan kitab-kitab tersebut dengan mempertimbangkan data-data yang umumnya diberikan. Ini sangat penting, karena realiyas kajian yang dilakukan seorang peneliti biografi dan kualitas pribadi maupun intelektualitas rawi pada umumnya tidak berhenti pada kajian terhadap beberapa orang, tetapi terhadap ribuan bahkan puluhan ribu rawi yang semasa maupun yang hidup beberapa abad sebelumnya yang mungkin memiliki nama sampai beberapa tingkat.
Persoalan semakin bertambah dengan adanya, realitas perbedaan metodw yang digunakan para pengkaji perawi dalam menuliskan karyanya yang nantinya dijadikan acuan bagi orang-orang yang hidup sesudahnya. Ada yang diausun berdasarkan abjad, ada yang berdasar thabaqah dan ada yang didasarkan pada kriteria-kriteria tertentu. Kondisi inilah yang menyulitkan bagi pengkaji Ulumul Hadita  karena adanya keharusan merujuk aebanyak mungkin kitab-kitab dengan berbagai metodenya untuk mendapatkan data yang selengkap mungkin.
4.                  Historisitas Ilmu Rijalul Hadits
Sebenarnya kemunculan Ilmu Rijalul Hadits sejalan dengan dengan kemunculan periwayatan hadits itu sendiri, yakni sejak masa Nabi. Hanya saja ilmu ini menjadi ilmu tersendiri setelah upaya kodifikasi hadits mulai dirintis. Pada masa Nabi hal ini telah dibuktikan dalam Al-Qur'an :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.” (Q.S al-Hujurat (49): 6)
Setelah agama islam tersiar dengan luas di masyarakat, dipeluk dan dianut oleh penduduk yang bertimpat tinggal di luar jazirah Arabia, dan para sahabat mulai terpencar di beberapa wilayah bahkan tidak sedikit jumlahnya yang telah meninggal dunia.
Pada saat itu juga telah banyak terjadi pemalsuan tentang hadits Nabi yang dilakukan oleh orang-orang tidak bertanggung jawab yang hanya mempertahankan ideologi golongan dan mazhabnya. Pemalsuan Hadits ini mulai tersiar sejak awal berdirinya ke-khilafahan Ali bin Abi Thalib r.a, sehingga mendorong para ulama hadits agar lebih berhati-hati dalam melakukan periwayatan hadits. Sebenarnya khalifah Umar bin Khathab sempat merencanakan untuk menghimpun semua hadits Nabi. Para sahabat yang mendengar rencana khalifah itu sangat menyetujuinya. Namun  khalifah Umar setelah shalat istikharah selama satu bilan, akhirnya dia mengurungkan rencana itu, karena khalifah Umar khawatir umat Islam akan terganggu konsentrasinya dalam mempelajari dan mendalami Al- Qur'an. 
Kodifikasi Hadits yang resmi baru dirintis oleh khalifah Umar bin Abdul Aziz (w. 110 H/720 M). Oleh karenanya penelitian terhadap orisinalitas hadits memang sangat diperlukan, agar hadits nabi dapat dipertanggung jawabkan. Pentingnya masalah orisinalitas hadits ini telah memotivasi para ulama hadits untuk melahirkan kajian ilmu hadits yang terkait dengan sanad, yakni Ilmu Rijalul Hadits
5.                  Korelasi antara Tarikh ar Ruwah dan Jarh wa Ta'dil
Korelasi antara Ilmu Tarikh ar-Ruwah dan Ilmu Jarh wa Ta'dil tidak dapat dipisahkan, karena kedua Ilmu tersebut saling ada keterkaitan antara satu sama lain. Dengan melihat karakteristik Ilmu Tarikh ar-Ruwah dan Ilmu Jarh wa Ta'dil, sebenarnya ilmu-ilmu tersebut dikategorikan dalam kelompok ilmu-ilmu kemanusiaan (Human Sciences), yakni ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang manusia dari segala aspek hidupnya, ciri khasnya, tingkah lakunya, perorangan maupun bersama dan menjadikan manusia sebagai subyek sekaligus objek. Para pakar Ilmu Hadits memberikan sikap kritis terhadap sanad sebagaimana pernyataan yang dikemukakan Muhammad Ibn Sirrin (w. 101 H); "Sanad hadits merupakan bagian dari agama, sekiranya sanad hadits tidak ada, niscaya siapa saja akan bebas menyatakan apa yang dikehendakinya."
Dalam Ilmu Tarikh ar-Ruwah dan Ilmu Jarh wa Ta'dil terdapat indikasi bahwa adanya semangat ilmiah yang didasari semangat religius oleh para ahli hadits dalam upaya kritis para ahli hadits. Indikasi tersebut terlihat dari :Pertama, adanya kejelasan penentuan obyek dan kriteria obyek yang dikaji. Kedua, para pakar Hadits juga menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi ahli Hadits untuk menjadi kritikus, seperti bersifat adil, tidak fanatik terhadap mazabnya, tidak bermusuhan dengan periwayat yang dinilainya. Ketiga, sikap kritis ulama Hadits nampak dengan adanya penyusunan kaedah-kaedah al-Jarh wa Ta'dil. Sedangkan yang keempat adalah adanya metode komparasi/saling rujuk untuk saling konfirmasi keberadaan rawi per rawi baik antar ahli hadits maupun dengan dokumen-dokumen tertulis.














































DAFTAR PUSTAKA

Ash-Shiddieqy,Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Jakarta:  Bulan Bintang, 1980
-------, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits, Jakarta: Bulan Bintang, 1994
Ismail, Kaedah. Kesahihan Sanad Hadis. Jakarta: Bulan Bintang, 1995
Rahman,Fatchur.Ikhtisar Musthalahu'l-Hadits. Bandung: Al-Ma'arif, 1974
Suryadi.Metodologi Ilmu Rijalil Hadis,  Yogyakarta: Madani Pustaka Hikmah, 2003
Suryadilaga,Alfatih. Ulumul Hadits, Yogyakarta: Teras, 2010
Zuhri,Muh.Hadits Nabi Telaah Historis dan Metodologis, Yogyakarta: TiaraWacanaYogya, 2003



[1] Muh Zuhri, Hadits Nabi Telaah Historis dan Metodologis (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2003), 117.
[2]Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), 153.
[3]Hasbi Ash-Shiddieqy, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits (Jakarta: Bulan Bintang, 1994), 136.
[4]Suryadi, Metodologi Ilmu Rijalil Hadis (Yogyakarta: Madani Pustaka Hikmah, 2003), 12.
[5]Ibid, 27.
[6]Alfatih Suryadilaga, Ulumul Hadits (Yogyakarta: Teras, 2010), 156.
[7]Fatchur Rahman, Ikhtisar Musthalahu'l-Hadits (Bandung: Al-Ma'arif, 1974), 245.
[8]Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), 160.

[9]Fatchur Rahman, Ikhtisar Musthalahu'l-Hadits (Bandung: Al-Ma'arif, 1974), 254.

5 comments:

  1. SIAPA YANG MEMPELOPORI ILMU RIJAL HADIS?

    ReplyDelete
  2. Pembukuan/kitab apa yang pertama kali di bukukan dalam rijalul hadist??

    ReplyDelete
  3. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  4. Kitab-kitab yang membahas ilmu rijalul hadis?

    ReplyDelete
  5. Sejarah ilmu rijal hadis kurang lengkap.

    ReplyDelete