Blog Archive

Thursday, October 13, 2016

IAT3 HADIS MURSAL, HADIS MARFU’, HADIS MAWQUF, HADIS MAQTHU’ Devi Luxkyta Setiyaningtias (933803115)



HADIS MURSAL, HADIS MARFU’, HADIS MAWQUF, HADIS MAQTHU’
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah
Ulumul Hadis 3
Dosen Pengampu: Qoidatul Marhumah, M. Th. I
stain-kediri.gif





  




Disusun Oleh:
Devi Luxkyta Setiyaningtias  (933803115)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR
JURUSAN USHULUDDIN DAN ILMU SOSIAL
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KEDIRI
2016



KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT., yang telah melimpahkan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW., yang kita harapkan syafaatnya kelak di hari akhir.
Ucapan terimakasih penyusun sampaikan kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu dalam penyusunan makalah ini, tidak lupa kepada dosen pengampu matakuliah Ulumul Hadis yang telah memberi bimbingan kepada penyusun.
Penyusun menyadari makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi tersusunnya makalah lain yang lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Kediri, 05 Oktober 2016

Penyusun




DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang..................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah................................................................................. 1
C.     Tujuan Penulisan................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Hadis ditinjau dari Sumber Berita........................................................ 3
B.     Hadis Dha’if berdasarkan Gugurnya Rawi.......................................... 11
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan........................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 14
           


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Hadis adalah perkataan, perbuatan, dan taqrir Rasulullah SAW terhadap sesuatu hal atau perbuatan sahabat yang diketahuinya. Hadis merupakan sumber syari’atyang kebenarannya bersifat pasti, sebagaimana dalam Al-Qur’an. Firman Alah SWT: “(dan) tiadalah yang diucapkannya (oleh Muhammad) itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapan itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” QS. An-Najm: 3-4.
Hadis berfungsi sebagai penjelas dan penguat makna kandungan ayat-ayat Al-Qur’an, sehingga kedudukannya dalam agama Islam menjadi sumber hukum yang kedua setelah Al-Qur’an sebagaimana telah disepakati oleh mayoritas ulama.
Ketika kita mendengar suatu hadis, kta tidak akan langsung tahu apakah hadis tersebut shahih atau tida, lemah (dhaif) atau tidak, atau tergolong Hadis Marfu’ (disandarkan pada Nabi SAW), atau Hadis Mawquf (yang disandarkan pada sahabat), atau Hadis Maqtu’ (yang berhenti pada masa tabi’in). Maka dari itu diperlukan ilmu khusus untuk mempelajari hadis, yakni Ulumul Hadis.


B.     Rumusan Masalah
Adapun perumusan dalam makalah ini, sebagai berikut:
1.      Apa pengertian dari Hadis Mursal, Hadis Marfu’, Hadis Maquf, dan Hadis Maqtu’?
2.      Bagaimana kehujjahan dari Hadis Mursal, Hadis Marfu’, Hadis Maquf, dan Hadis Maqtu’?
3.      Bagaimana contoh dari Hadis Mursal, Hadis Marfu’, Hadis Maquf, dan Hadis Maqtu’?

C.    Tujuan
Adapun tujuan penulisan, sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui pengertian Hadis Mursal, Hadis Marfu’, Hadis Maquf, dan Hadis Maqtu’.
2.      Untuk mengetahui kehujjahan dari Hadis Mursal, Hadis Marfu’, Hadis Maquf, dan Hadis Maqtu’.
3.      Untuk mengetahui contoh dari Hadis Mursal, Hadis Marfu’, Hadis Maquf, dan Hadis Maqtu’.















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Hadis ditinjau dari Sumber Berita
1.      Hadis Marfu’
Marfu’ menurut bahasa “yang diangkat” atau “yang ditinggikan”, ialah lawan kata makhfudh.[1]HadisMarfu’ adalah segala perkataan, perbuatan, dan ketetapan yang disandarkan kepada Nabi SAW. Baik ersambung sanad-nya atau tidak, baik yag menyandarkan itu Sahabat Nabi SAW, ataupun bukan.[2] Dari definisi tersebut mengakumulasi ragam dan macam-macam hadis marfu’,[3] yaitu:

a)      HadisMarfu’Qawli Haqiqi
Hadis yang disandarkan kepada Nabi SAW. Berupa sabda beliau, yang dalam bentuk beritanya dengan tegas dinyatakan bahwa Nabi telah bersabda. Di antara tanda-tandanya, sebelum menyebutkan matan hadis, biasanya didahului dengan kata-kata:
سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقُوْلُ:
Aku mendengar Rasulullah SAW berkata
حَدَّثَنِي رَسُوْلُ اللهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَذَا
Diceritakan kepadaku oleh Rasulullah SAW begini[4]
قَالَ رَسُوْلُ اللهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Berkatalah Rasulullah SAW

b)      HadisMarfu’Fi’li Haqiqi
Yang dimaksud dari hadis fi’li haqiqi adalah perbuatan Rasulullah SAW. Misalnya:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ يَعْنِي النَّبِيَّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصْبِحُ جُنُبًا ثُمَّ يَغْتَسِلُ ثُمَّ يَغْدُوْ إِلى الصَّلَاةِ فَأَسْمَعُ قِرَاءَتَهُ وَيَصُومُ
“Dari A’isyah ra. berkata: Nabi SAW., pada waktu subuh masih dalam keadaan junub. Kemudian beliau mandi janabah dan pergi shalat shubuh. Saya mendengar bacaan beliau pada waktu itu beliau dalam keadaan puasa”(HR. Ahmad)

c)      Hadis Marfu’ Taqriri Haqiqi
Hadis yang menjelaskan tentang perbuatan Sahabat yang dilakukan dihadapan Rasulullah SAW., dengan tidk memperoleh reaksi beliau, baik dengan menyetujuinya atau mencegahnya. Contoh:
قَالَ اِبْنُ عَبَّاسِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ كُنَّا نُصَلِّيْ رَكْعَتَيْنِ بَعْدَ غُرُوْبِ الشَّمْسِ وَكَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَرَانَا وَلَمْ يَأْمُرْنَا وَلَمْ يَنْهَانَا
“Ibn ‘Abbas ra. berkata: Kami shalat dua rakaat setelah terbenam matahari, sedang Rasulullah SAW melihat kami dan beliau tidak memerintahkan kepada kami atau melarangnya”.

d)     HadisMarfu’ Qawli Hukmi
Hadis yang tidak secara tegas disandarkan kepada sabdanya tetapi ke-rafa’i-annya dapat diketahui karena adanya qarinah (keterangan)  yang lain, bahwa berita itu berasal dari Nabi SAW.
Tanda-tanda dari hadis ini, biasanya didahului dengan kata-kata:
أَمَرَ...
أَمَرَنَا بِكَذَا
نَهاَنَا عَنْ كَذَا
Contoh:
عَنْ أَنَسٍ قَلَ أُمِرَ بِلَالٌ أَنْ يَشْفَعَ الْأَذَانَ وَيُوتِرَ الْإِقَامَةَ (متفق عليه)
            Dari Anas ra. Bilal telah diperintahkan untuk mengucapkan lafaz-lafaz azan secara genap dan iqamah secara ganjil.
(H.R. al-Bukhari dan Muslim)

e)      Hadis Marfu’ Fi’li Hukmi
Hadis yang menjelaskan tentang perbuatan Sahabat, yang dilakukan dihadapan Rasulullah SAW atau pada zaman Rasulullah. Kalau dalam hadis tidak ada penjelasan dilakukan dihadapan Rasulullah atau dizaman Rasulullah, maka hadis tersebut bukan hadis marfu’, tetapi hadis mawquf, demikian pendapat Jumhur. Sedangkan sebagian ulama mengatakan, walaupun hal tersebut tidak dijelaskan, tetapi perbuatan itu sifatnya umum (tidak dilakukan secara tersembunyi), maka hadis tersebut tetap hadis marfu’. Tetapi jika perbuatan tersebut tidak brsifat umum, maka termasuk dalam hadis mawquf.[5]Contohnya:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ كُنَّا نَتَوَضَّأُ نَحْنُ وَالنِّسَاءُ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ نُدْلِي فِيهِ أَيْدِيَنَا (رواه أبو داود)
Ibn ‘Umar berkata: “Pada zaman Rasulullah SAW kami berwudhu bersama kaum wanita di dalam satu bejana. Kami menjulurkan tangan-tangan kami pada bejana tersebut” (HR. Abu Dawud)

f)       Hadis Marfu’ Taqriri Hukmi
Hadis yang berisi suatu berita yang berasal dari sahabat, kemudian diikuti dengan kata-kata: Sunnat Abi al-Qasim, atau Sunnat Nabiyyina, Min al-Sunnah, atau kata-kata semacamnya. Contoh:
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرِ الْجُهَنِيِّ أَنَّهُ قَدِمَ عَلَى عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ مِنْ مِصْرَ فَقَالَ مُنْذُ كَمْ لَمْ تَنْزِعْ خُفَّيْكَ قَالَ مِنَ الجُمُعَةِ إِلَى الجُمُعَةِ قَالَ أَصَبْتَ السُّنَّةَ (إبن ماجة)
“Dari ‘Uqbah bin Amir al-Juhani ra. bahwasanya dia menghadap kepada ‘Umar bin al-Khaththab, setelah dia bepergian dari Mesir. Maka ‘Umar bertanya kepadanya: Sejak kapan kamu tidak melepaskan sepatu hufmu. ‘Uqbah menjawab, sejak hari Jumat sampai hari jumat. ‘Umar berkata: Kamu sesuai dengan sunnah”(HR. Ibn Majah).

2.      Hadis Mawquf
HadisMawquf adalah perkataan atau perbuatan yan disandarkan kepada Sahabat, baik sanad-nya bersambung ataupun terputus.[6]
Menurut pengertian istiah ulama hadis:

Sesuatu yang disandarkan kepada sahabat, baik dari pekerjaan, perkataan, dan persetujuan, baik bersambung sanadnya maupun terputus.

Kata Ibnu Al-Atsir dalam Al-Jami’:
Hadis yang dihentikan (sandarannya) pada seseorang sahabat tidak tersembunyi bagi seseorang ahli hadis, yaitu suatu hadis yang disandarkan kepada seorang sahabat. Apabila telah sampai kepada seorang sahabat, ia (seorang perawi) berkata: bahwasanya sahabat berkata begini, atau berbuat begini, atau menyuruh begini.

Sedangkan sebagian ulama mendefinisikan hadis mawquf adalah:
Hadis yang disandarkan kepada seorang sahabat, tidak sampai kepada Nabi.
Dari berbagaidefinisi di atasdapatkitafahamibahwasegalasesuatu yang disandarkankepadaseorangsahabatatausegolongansahabat, baikperkataan, perbuatan, ataupersetujuannya, bersambungsanadnyamaupunterputusdisebutdenganhadismawquf.Sandaranhadisinihanyasampaikepadasahabat, tidaksampaikepadaRasulullah saw.
a)      ContohHadisMawquf
Berikutiniadalahcontohhadismawqufantara lain:
(1)   HadisMawqufQauli (yang berupaperkataan)
Ali bin AbiThalibra.berkata, ”Berbicaralahkepadamanusiasesuaidenganapa yang merekaketahui, apakah kalian inginmerekamendustakan Allah danRasul-Nya?”
(2)   Hadismawquffili (yang berupaperbuatan) sepertiperkataan Imam Bukhari,
“Ibnu Abbas menjadi imam sedangkandia (hanya) bertayammum.”
(3)   Hadismauquftaqriri (yang berupapersetujuan) sepertiperkataantabi’in
فَعَلْتُ كَذَاأَمَامَ أَحَدِ الصَّحَابَةِ وَلَمْ يُنْكِرْ عَلَيَّ                                                   
“Akutelahmelakukanbegini di hadapansalahseorangsahabatdandiatidakmengingkariku”
b)      KehujjahanHadisMawquf
Ada prinsipnyahadismawquftidakdapatdijadikanhujjah, kecualiadaqarinah yang menunjukkan (menjadikan) marfu’,[7]karenaiahanyaperkataanatauperbuatansahabatsemata, tidakdisandarkankepadaRasulullah saw.
Sesuatu yang disandarkanpadaseseorangselainRasulullah saw tidakbisadijadikanhujjah, dantidak halal menyandarkanhaltersebutkepadaRasulullah saw, karenatergolongihtimal (dugaan yang kecenderungansalahnyalebihbesar) danbukandzan (dugaan yang kuatkebenarannya). Ihtimaltidakbernilaiapa-apa.[8]
Para ulama berbeda pendapat untuk hal ini, Imam Syafi’i menyatakan bahwa hadis mawquf tidak dapat dijadikan hujjah atau tidak. Demikian pula dengan Imam Malik, ia menyatakan apa yang berasal dari Nabi SAW saya akan taati dengan sepenuh hati. Apa yang berasal dari Sahabat, saya akan memilihnya mana yang lebih kuat argumentasinya. Dan apa yang berasal dari Tabi’in, maka kalau mereka berijtihad maka saya dapat juga berijtihad. Ada ulama yang berpendapat bahwa hadis mawquf dapat saja dijadikan hujjah, karena hadis mawquf lebih didahulukan daripada Qiyas.[9]

3.      Hadis Maqthu’
Menurutbahasa kata maqthu’ berasaldariakar kata قَطَّعَيُقَطَّعُقَطْعًاقَاطِعٌوَمَقْطُوْعٌyangberartiterpotongatauteputus, lawandarimawshul yang berartibersambung. Kata terputus di sinidimaksudkantidaksampaikepadaRasulullah saw, hanyasampaikepadatabi’insaja.[10]
Menurutistilahhadismaqthuadalah:
مَااُضِيْفَإِلَيالتَّابِعِّيأَوْ مَنْ دُوْنَهُ مِنْ قَوْلٍ أَوْ فِعْلِ
“Sesuatu yang disandarkankepadaseorangtabi’indan orang setelahnyadaripadaTabi’inkemudian orang-orang setelahmereka, baikberupaperkataanatauperbuatandansesamanya.[11]
Perbedaanantarahadismaqthu’ denganmunqathi’ adalahbahwasannya al-maqthu’ adalahbagiandarisifatmatan, sedangkan al-munqathi’ bagiandarisifatsanad.Hadis yang maqthu’ itumerupakanperkataantabi’inatau orang yang di bawahnya, danbisajadisanadnyabersambungsampaikepadanya.Sedangkanmunqathi’ sanadnyatidakbersambungdantidakadakaitannyadenganmatan.[12]
Dari berbagaidefinisi di atasdapatkitafahamibahwasegalasesuatu yang disandarkankepada tabi’inatau orang setelahnya, baikperkataan, perbuatan, ataupersetujuannya, bersambungsanadnyamaupunterputusdisebutdenganhadismaqthu’.
a)      ContohHadisMaqthu’
1)      Hadismaqthu’ qauli (yang berupaperkataan) sepertiperkataanHasan al Bashritentangsholat di belakangbid’ah:
صَلٌ وَعَلَيْهِ بِدْعَتُهُ
“Shalatlahdandialah yang menanggungbid’ahnya”
2)      Hadismaqthu’ fi’li (yang berupaperbuatan) sepertiperkataanIbrahim binMuhammad al-Muntasyir.
كَانَ مَسْرُوْقٌ يُرْخِيْ السُّتْرَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَهْلِهِ وَيَقْبَلُ عَلَىصَلَاتِهِ وَيُخَلِّيْهِمْ وَدُنْيَاهُمْ
“Masruqmembentangkanpembatasantaradiadankeluarganya (istrinya) danmenghadapishalatnya, danmembiarkanmerekadenganduniamereka”
3)      Hadismaqthu’ taqriri (yang berupapersetujuan) sepertiperkataanHakam bin‘Utaibah, iaberkata: “Adalahseoranghambamengimami kami dalammesjiditu, sedangsyuraih (juga) shalatdisitu.”
Syuraihadalahseorangtabi`in.RiwayathadisinimenunjukanbahwaSyuraihmembenarkanseoranghambatersebutuntukmenjadi imam.
b)      KehujjahanHadisMaqthu’
Hadismaqthu’ tidakdapatdijadikanhujjahdalamhukumsyarakarenaiabukan yang datingdariRasulullah saw, hanyaperkataanatauperbuatansebagianatausalahseorangumat Islam.[13]
Dengandemikian, hadismaqthu’ tidakdapatdijadikansebagaihujjahataudaliluntukmenetapkansuatuhokumdanbahkanlebihlemahdarihadismauquf, karena status dariperkataantabi’insamadenganperkataanulamalainnya.

B.     Hadis Dha’if Berdasarkan Gugurnya Rawi
1.      Hadis Mursal
Pada pembahasan ini Hadis Mursal, masuk ke dalam hadis dha’if yang berdasar pada gugurnya rawi.

2.      Klasifikasi Hadis Mursal
Ditinjau dari segi siapa yang menggugurkan dan dari segi sifat-sifat penggugurannya hadis, hadis mursal terbagi kepada mursal jaly, mursal shababy, dan mursal khafy.
a)      Mursal Jaly, yaitu bila pengguguran yang telah dilakukan oleh rawi (tabi’iy), adalah jelas sekali, dapat diketahui secara umum, bahwa orang yang menggugurkan itu tidak hidup sezaman dengan orang yang digugurkan yang mendapat berita.[14]
b)      Mursal Shababy, yaitu periwayatan di antara sahabat yunior dari Nabi SAW., padahal mereka tidak melihat dan tidak mendengar langsung dari beliau. Hal ini terjadi karena usianya yang masih kecil seperti Ibnu Abbas, Ibnu Zubair, dan lain-lain atau yang masuk Islam belakangan.[15]
c)      Mursal Khafi, adalah gugurnya perawi dimana saja tempat dari sanad di antara dua orang perawi yang semasa tetapi bertemu.[16]
3.      Berhujjah dengan Hadis Mursal
Para ulama berbeda pendapat tentang penggunaan hadismursal sebagai hujjah. Muhammad ‘Ajaj Al-Kitab menyebutkan bahwa perbedaan tersebut mencapai sepuluh pendapat, tetapi yang tergolong masyhur hanya tiga pendapat.
a)    Membolehkan berhujjah dengan hadis mursal secara mutlak, ulama yang etrmasuk kelompok ini, yaitu Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Ahmad.
b)    Tidak membolehkan secara mutlak, yaitu menurut Imam Nawawi, pendapat ini didukung oleh jumhur ulama ahli hadis, Imam Syafi’i kebanyakan ulama ahli fikih dan ahli usul.
c)    Membolehkn menggunakan, apabila ada syarat lain yang musnad, diamalkan oleh sebagian ulama dan sebagian besar ahli ilmu. Apabila terdapat riwayat lain yang musnad, maka hadis mursal itu bisa dijadikan hujjah, demikian pendapat jumhur ulama dan ahli hadis.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa hadis ditinjau dari sumber beritanya terdapat hadis qudsi, hadis marfu’, hadis mawquf, dan hadis maqthu’. Sedangkan dari gugurnya rawi terdapat banyak hadis dan Hadis Mursal masuk kedalamnya.
Hadis marfu’ adalah hadis yang disandarkan pada Rasulullah SAW., dan pada pembahasan hadis marfu’ terbagi menjadi enam. Hadis mawquf adalah hadis yang disandarkan pada Sahabat. Hadis maqthu’ adalah hadis yang disandarkan pada tabi’in.


















DAFTAR PUSTAKA
Al-Qaththan.Mabahits fi Ulum al-Hadits. terj.Mifdhol Abdurrahman. Jakarta: Pustaka alKautsar, 2005.
An-Nabhani, Taqiyuddin.Al-Syakhshiyah al-Islamiyah. terj. Zakia Ahmad. Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2003.
Khon, Abdul Majid. ed. Achmad Zirzis. Ulumul Hadis. Jakarta: Amzah, 2008.
Rahman, Fatchur.Ikhtisar Mushthalahul Hadis. Bandung: Al Ma’arif, 1974.
Solahudin, M. Agus.Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia, 2009.
Sulaiman, M. Noor. ed. Rusli. Antologi Ilmu Hadis. Jakarta: Gaung Persada, 2008.



[1]Abdul Majid Khon, ed. Achmad Zirzis, Ulumul Hadis, (Jakarta: Amzah, 2008), 222.
[2]M. Noor Sulaiman, ed. Rusli, Antologi Ilmu Hadis (Jakarta: Gaung Persada, 2008), 120.
[3]Ibid, 120-123.
[4]Abdul Majid, Ulumul, 224.
[5]Noor, Antologi, 123.
[6] Ibid, 124.
[7]M. Agus Solahudin, Agus Suyadi, Ulumul Hadis,(Bandung: Pustaka Setia, 2009) 155.
[8]Taqiyuddin an-Nabhani, Al-Syakhshiyah al-Islamiyah, terj. Zakia Ahmad, (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2003), 470.
[9]Noor, Antologi, 126.
[10]Abdul Majid, Ulumul, 231.
[11] Ibid.
[12]Al-Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Hadits, terj.Mifdhol Abdurrahman (Jakarta: Pustaka alKautsar, 2005), 174.
[13]Abdul Majid, Ulumul, 232.
[14]Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadis (Bandung: Al Ma’arif, 1974), 209.
[15]Abdul, Ulumul, 171
[16]Ibid.


No comments:

Post a Comment