ASBAB
AN-NUZUL
Makalah
ini disusun dan di ajukan sebagai sarana pemenuhan tugas mata kuliah “STUDI
AL-QUR’AN”

Dosen
Pengampu:
Qo’idatul
Marhumah, M.Th.I
Disusun
oleh:
Aniek
Zubaida NIM:
933408816
Rika
Avianti NIM: 933409516
Naning
Saniyatul H. NIM: 933411416
Septiya
Julian S. NIM: 933410316
Muh.
Imam M. NIM: 933410116
M.
Kholilur Rohman NIM: 933408216
Mukti
Rifaana Sari NIM: 933410916
Yunita
Fahma A. NIM: 933409716
KELAS 1 E
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI
JURUSAN
USHULUDDIN DAN ILMU SOSIAL
PRODI PSIKOLOGI ISLAM
2016
ASBAB AN-NUZUL
Makalah ini disusun dan di ajukan sebagai sarana
pemenuhan tugas mata kuliah “STUDI AL-QUR’AN”
Dosen
Pengampu:
Qo’idatul
Marhumah, M.Th.I
Disusun
oleh:
Aniek
Zubaida NIM: 933408816
Rika
Avianti NIM: 933409516
Naning
Saniyatul H. NIM: 933411416
Septiya
Julian S. NIM: 933410316
Muh.
Imam M. NIM: 933410116
M.
Kholilur Rohman NIM: 933408216
Mukti
Rifaana Sari NIM: 933410916
Yunita
Fahma A. NIM: 933409716
KELAS 1 E
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
KEDIRI
JURUSAN USHULUDDIN DAN ILMU SOSIAL
PRODI PSIKOLOGI ISLAM
2016
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa atas selesainya makalah yang
berjudul Asbab An-Nuzul. Makalah sederhana ini dibuat guna memenuhi
salah satu tugas mata kuliah dan dapat dipertimbangkan oleh dosen pembimbing
sebagai sarana penambahan nilai pada mata kuliah terkait.
Kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Ibu Qo’idatul Marhumah, M.Th.I selaku Dosen Pengampu yang telah
membimbing dan memberi arahan kepada kami,
2. Serta
semuapihak yang telah berkonstribusi baik langsung ataupun tidak langsung
demiterselesaikannya makalah sederhana ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini
belumlah sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari
rekan-rekan sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini.
Kediri, Oktober 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................... ...III
DAFTAR ISI................................................................................................... ...IV
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................ ...1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................... ...2
1.3
Tujuan............................................................................................. ...2
BAB II PEMBAHASAN
2.1.Pengertian Asbab An-Nuzul........................................................... ...3
2.2.Urgensi dan Kegunaan Asbab An-Nuzul....................................... ...4
2.3.Cara Mengetahui Riwayat Asbab An-Nuzul.................................. ...7
2.4.Macam-Macam Asbab An-Nuzul................................................... ...8
2.5. Manfaat Mengetahui Asbab An-Nuzul......................................... ...12
2.6.Kaidah “Al-‘Ibrah” ...14
BAB III PENUTUP
3.1.Kesimpulan..................................................................................... ...16
3.2.Saran............................................................................................... ...16
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... ...18
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Al-Qur’an adalah sumber rujukan paling
pertama dan utama dalam ajaran Islam. Allah swt menurunkannya kepada Nabi
Muhammad SAW untuk disampaikan kepada umat. Hakikat diturunkannya Al-Qur’an menjadi
acuan moral secara universal bagi umat manusia untuk memecahkan problem sosial
yang timbul ditengah-tengah masyarakat.
Oleh karenanya Al-Qur’an secara
kategoris dan tematik, dihadirkan untuk menjawab berbagai problem aktual yang
dihadapi masyarakatsesuai dengan konteks dan dinamika sejarahnya. Karena itu
masuk akal jika para mufassir sepakat
bahwa proses penurunan Al-Qur’an ke muka bumi secara berangsur-angsur
(gradual), tidak sekaligus,disesuaikan dengan kapasitas intelektual dan konteks
masalah yang dihadapi umat manusia. Graduasi penurunan Al-Qur’an menunjukkan
tingkat kearifan dan kebesaran Allah Swt, sekaligus membuktikan bahwa pewahyuan
total pada satu waktu adalah sesuatu yang bisa dikatakan mustahil, karena
bertentangan dengan fitrah manusia sebagai mahluk yang dha’if(lemah)
Sebagian tugas untuk memahami pesan dari
Al-Qur’an sebagai suatu kesatuan adalah mempelajari dalam konteks latar
belakang. Latar belakang yang paling dekat adalah kegiatan dan perjuangan Nabi
yang berlangsung 23 tahun dibawah bimbingan Al-Qur’an.
Orang akan salah menangkap pesan-pesan
Al-Qur’an secara utuh, jika hanya memahami bahasanya saja, tanpa memahami
konteks historisnya. Agar dipahami secara utuh, Al-Qur’an harus dicerna dalam
konteks perjuangan Nabi dan latar belakang perjuangannya. Oleh sebab itu,
hampir semua literatur yang berkenaan dengan Al-Qur’an menekankan pentingnya
asbab An-Nuzul (alasan pewahyuan)
1.2.Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian dari asbab An-Nuzul?
2. Apa
urgensi dan kegunaan asbab An-Nuzul?
3. Bagaimanakah
cara mengetahui riwayat asbab An-Nuzul?
4. Bagaimanakah
pembagian asbab An-Nuzul?
5. Apa
manfaat dari mengetahui asbab An-Nuzul?
6. Apa
yang dimaksud dengan kaidah “al-ibrah”?
1.3.Tujuan
1. Mahasiswa
dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan asbab An-Nuzul
2. Mahasiswa
dapat mengetahui urgensi dan kegunaan asbab An-Nuzul
3. Mahasiswa dapat mengetahui riwayat asbab An-Nuzul
4. Mahasiswa
dapat mengetahui pembagian asbab An-Nuzul
5. Mahasiswa
dapat mengetahui manfaat asbab An-Nuzul
6. Mahasiswa
dapat mengetahui kaidah “al-ibrah”
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Asbab An-Nuzul
Ungkapan asbab An-Nuzul merupakan bentuk
idhafah dari kata “asbab” dan“nuzul”.
Secara etimologi, asbab An-Nuzul adalah sebab-sebab melatarbelakanginya terjadinya
sesuatu. Meskipun segala fenomena yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu bisa
disebut asbab An-Nuzul, namun dalam pemakaiannya, ungkapan asbab An-Nuzul
khusus dipergunakan untuk menyatakan sebab-sebab yang melatarbelakangi turunnya
Al-Qur’an, seperti halnya asbab al-wurud yang secara khusus digunakan bagi
sebab-sebab terjadinya hadist.
Banyak pengertian terminologi yang
dirumuskan oleh para ulama diantaranya:
2.1.1 Menurut
Az-Zarqani, asbab An-Nuzul adalah khusus atau sesuatu yang terjadi saat ada hubungannya
dengan turunnya ayat Al-Qur’an sebagai penjelas hukum pada saat peristiwa itu
terjadi.[1]
2.1.2 Menurut
Ash-Shabuni, asbab An-Nuzul adalah peristiwa atau kejadian yang menyebabkan
turunnya satu atau beberapa ayat mulia yang berhubungan dengan peristiwa dan
kejadian tersebut, baik berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi atau
kejadian yang berkaitan dengan urusan agama.[2]
2.1.3 Menurut
Shubhi Shalih, asbab An-Nuzul adalah sesuatu yang menjadi sebab turunnya satu
atau beberapa ayat-ayat (Al-Qur’an) terkadang menyiratkan peristiwa itu sebagai
respon atasnya. Atau sebagai penjelas terhadap hukum-hukum disaat peristiwa itu
terjadi.[3]
2.1.4 Mana’
al-Qathan, asbab An-Nuzul adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan turunnya
Al-Qur’an berkenaan dengannya waktu peristiwa itu terjadi, baik berupa satu
kejadian atau berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi.[4]
Kendatipun redaksi-redaksi diatas
menyebutkan pengertian yang sedikit berbeda, semuanya menyimpulkan bahwa asbab
An-Nuzul adalah kejadian atau peristiwa yang melatarbelakangi turunnya Al-Qur’an.
Bentuk-bentuk peristiwa yang
melatarbelakangi turunnya Al-Qur’an itu sangat beragam, diantaranya berupa
konflik sosial seperti ketegangan yang terjadi antara suku Aus dan suku
Khazraj; dan seperti kasus salah seorang sahabat yang mengimami shalat dalam
keadaan mabuk; serta pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh salah seorang
sahabat kepada Nabi, baik berkaitan dengan sesuatu yang telah lewat, sedang
terjadi, atau yang akan terjadi[5].
2.2. Urgensi dan Kegunaan Asbab An-Nuzul
Az-Zarqani san As-Suyuthi mensinyalir adanya
kalangan yang berpendapat bahwa mengetahui asbab An-Nuzul merupakan hal yang
sia-sia dalam memahami Al-Qur’an. Mereka beranggapan bahwa mencoba memahami Al-Qur’an
dengan meletakkan ke dalam konteks historis adalah sama dengan membatasi
pesan-pesannya pada ruang dan waktu tertentu.
Namun, keberatan seperti ini tidaklah berdasar,
karena tidak mungkin menguniversalkan pesan Al-Qur’an diluar masa dan tempat
pewahyuan, kecuali melalui pemahaman yang semestinya terhadap makna Al-Qur’an
dalam konteks kesejarahannya.
Sementara itu, mayoritas ulama bersepakat bahwa
konteks kesejahteraan yang terakumulasi dalam riwayat-riwayat asbab An-Nuzul
merupakan satu hal yang signifikan untuk memahami pesan-pesan Al-Qur’an. Dalam
satu statement ibn Taimiyah menyatakan “asbab
An-Nuzul sangat menolong dalam menginterpretasi Al-Qur’an” ungkapan senada
juga dikemukakan oleh Ibn Daqiq Al-‘Ied dalam pernyataannya “penjelasan terhadap asbab An-Nuzul
merupakan metode yang kondusif untuk menginterpretasikan makna-makna Al-Qur’an”
Dalam uraian yang lebih rinci, Az-Zarqani
mengemukakan urgensi asbab An-Nuzul dalam memahami Al-Qur’an sebagai berikut:
2.2.1 Membantu
dalam memahami sekaligus mengatasi ketidakpastian dalam menangkap pesan
ayat-ayat Al-Qur’an. Di antaranya dalam :
Q.S Al-Baqarah{2}: 115 di nyatakan bahwa Timur dan
Barat merupakan kepunyaan Allah. Dalam kasus shalat, dengan melihat zahir ayat
diatas, seseorang boleh menghadap ke arah mana saja sesuai dengan kehendak
hatinya. Ia seakan-akan tidak berkewajiban untuk menghadap kiblat ketika
shalat. Akan tetapi, setelah melihat asbab An-Nuzul, tahapan bahwa interpretasi
itu keliru. Sebab, ayat diatas berkaitan dengan seseorang yang sedag berada
dalam perjalanan dan melakukan shalat diatas kendaraan, atau berkaitan dengan orang berjihad dalam
menentukan arah kiblat.
2.2.2 Mengatasi
keraguan ayat yang diduga mengandung pengertian umum. Umpamanya dalam Q.S
Al-An’am{6}: 145.
Artinya: “katakanlah, tidak kudapati didalam apa
yang diwahyukan kepadaku sesuatu yang diharamkan bagi orang yang ingin
memakainya, kecuali kalau makanan itu (berupa)bangkai, darah yang mengalir,
daging babi, karena semua itu kotor, atau binatang yang disembelih bukan atas
nama Allah”. ( Q.S. Al-An’am:145)
Menurut Asy-Syafi’i, pesan ayat ini tidak bersifat
umum (hasr). Untuk mengatasi kemungkinan adanya keraguan dalam memahmai ayat
diatas. Asy-syafi’i menggunakan alat bantu asbab An-Nuzul, menurutnya ayat ini
diturunkan sehubungan dengan oang-orang kafir yang tidak mau memakan sesuatu
kecuali apa yang telah mereka halalkan sendiri. Karena mengharamkan apa yang
telah dihalalkan Allah dan menghalalkan apa yang telah diharamkan Allah, hal
itu merupakan kebiasaan orang-orang kafir terutama orang Yahudi. Turunlah ayat
diatas.
2.2.3 Mengkhususkan
hukum yang terkandung dalam ayat Al-Qur’an bagi ulama yang berpendapat bahwa
yang menjadi pegangan adalah sebab yang bersifat khusus dan bukanlah lafaz yang
bersifat umum. Dengan demikian, ayat “zihar” dalam permulaan Q.S Al-Mujadalah
[58], yang turun berkenaan dengan Aus ibn Samit yang menzihar istrinya (Khaulah
bint Hakim ibn Tsa’labah) hanya berlaku bagi kedua orang tersebut. Hukum zihar
yang berlaku bagi selain kedua orang itu, ditentukan dengan jalan analogi
(qiyas).
2.2.4 Mengidentifikasikan
pelaku yang menyebabkan Al-Qur’an turun. Umpamanya, Sayyidah Aisyah pernah
menjernihkan kekeliruan Marwan yang menunjuk Abd ar-Rahman ibn Abu Bakar
sebagai orang yang menyebabkan turunnya ayat: “Dan orang yang mengatakan
kepada orangtuanya “Cis kamu berdua...” (Q.S. Al-Ahqaf:17). Untuk
meluruskan persoalan, Sayyidah Aisyah berkata kepada Marwan; “Demi Allah bukan
dia yang menyebabkan ayat ini turun. Dan aku sanggup untuk menyebutkan siapa
orang yang sebenarnya”
2.2.5 Memudahkan
untuk menghafal dan memahami ayat, serta untuk memantapkan wahyu kedalam hati
orang yang mendengarnya. Sebab, hubungan sebab akibat (musabbab), hukum,
peristiwa, dan pelaku, masa, dan tempat merupakan satu jalinan yang bisa
mengikat hati.
Taufiq
Adnan Amal dan Syamsul Rizal Panggabean menyatakan bahwa pmahaman terhadap
konteks kesejarahan pra-Qur’an dan pada masa Al-Qur’an menjanjikan beberapa
manfaat praktis. Pertama, pemahaman
itu memudahkan kita mengidentifikasi gejala-gejala moral dan sosial pada
masyarakat Arab ketika itu, sikap Al-Qur’an terhadapnya, dan cara Al-Qur’an
memodifikasi atau mentransformasi gejala
itu hingga sejalan dengan pandangan dunia Al-Qur’an.Kedua, kesemuanya ini dapat dijadikan pedoman bagi umat Islam dalam
mengidentifikasi dan menangani problem-problem yang mereka hadapi. Ketiga, pemahaman tentang konteks
kesejarahan pra-Qur’an dan pada masa Al-Qur’an
dapat menghindarkan kita dari praktik-praktik pemaksaan pra-konsep dalam
penafsiran.[6]
2.3. Cara Mengetahui Riwayat Asbab An-Nuzul
Asbab An-Nuzul adalah peristiwa yang terjadi pada
zaman Rasulullah SAW. Oleh karena itu, tidak ada jalan lain untuk
mengetahuinya, selain berdasarkan periwayatan (pentransmisian) yang benar (naql ash-shalih) dari orang-orang yang
melihat dan mendengar langsung tentang turunnya ayat al-Qur’an.[7]
Dengan demikian, seperti halnya periwayatan pada
umumnya, diperlukan kehati-hatian dalam menerima riwayat yang berkaitan dengan asbab
An-Nuzul. Untuk itu, dalam kitab asbab An-Nuzul-nya, Al-Wahidy menyatakan:
“Pembicaraan asbab
An-Nuzul, tidak dibenarkan, kecuali dengan berdasarkan riwayat dan mendengar
dari mereka yang secara langsung menyaksikan peristiwa nuzul, dan
bersungguh-sungguh dalam mencarinya”[8]
Para ulama salaf sangat keras dan ketat dalam
menerima riwayat yang berkaitan dengan asbab An-Nuzul. Keketatan merekaitu
dititikberatkan pada seleksi pribadi si pembawa riwayat (rawi) sumber riwayat
(isnad) dan redaksi berita (matan). Bukti keketatan itu diperlihatkan oleh Ibn
Sirin ketika menceritakan pengalamannya sendiri: “Aku pernah bertanya kepada Ubadah, tentang sebuah ayat Al-Qur’an ,
tetapi ia menjawab, ‘Hendaklah engkau bertaqwa kepada Allah dan berbicara yang
benar. Orang-orang yang mengetahui mengenai apa ayat Al-Qur’an diturunkan sudah
tidak ada lagi.” [9]
Akan tetapi perlu dicatat, bahwa sikap kekritisan
mereka tidak dikenakan terhadap materi asbab An-Nuzul yang diriwayatkan oleh
sahabat Nabi. Mereka berasumsi bahwa apa yang katakan oleh sahabat Nabi, yang
tidak termasuk dalam lapangan penukilan dan pendengaran, dapat dipastikan ia
mendengar ijtihadnya sendiri. Karena
itu pula, Ibn Shalah, Al-Hakim, dan para ulama hadistlainnya menetapkan
“seorang sahabat Nabi yang mengalami masa turun wahyu, jika ia meriwayatkan
suatu berita tentang Asbab an-Nuzul, riwayatnya itu bersifat marfu’.[10]
Berkaitan dengan asbab An-Nuzul, ucapan seorang
tabi’ tidak dipandang sebagai hadist marfu’, kecuali bila diperkuat oleh hadist
mursal lainnya, yang diriwayatkan oleh salah seorang Imam Tafsir yang
dipastikan mendengar hadist itu dari Nabi. Para Imam Tafsir itu diantaranya:
Ikramah, Mujahid, Sa’ad ibn Jubair, ‘Atha, Hasan Bisri, Sa’id ibn Musayyab, dan
Adh-Dhahhak.[11]
2.4.Macam-Macam Asbab An-Nuzul
2.4.1
Dilihat dari Sudut Pandang Redaksi-Redaksi yang Dipergunakan dalam
Riwayat Asbab An-Nuzul
Ada dua jenis redaksi yang digunakan
oleh perawi dalam mengungkapkan riwayat asba An-Nuzul, yaitu sharih (visionable/jelas)
dan muhtamilah (impossible/kemungkinan). Redaksi sharih artinya
riwayat yang sudah jelas menunjukkan asbab An-Nuzul, dan tidak mungkin pula
menunjukkan yang lainnya. Redaksi yang digunakan termasuk sharih bila perawi
mengatakan :
سَبَبَا
نُزُولِ هَذِهِ الأَيَةِ هَذَا.....
Artinya :
“sebab turunnya ayat ini adalah....”
Atau ia menggunakan kata “maka” (fa taqibiyah) setelah ia
mengatakan peristiwa tertentu. Misalnya ia mengatakan :
حَدَثَ
هَذَا...فَنَزَلَتِ الأَيَةُ...
Artinya :
“telah terjadi...., maka teurunlah
ayat.....”
Contoh riwayat asbab An-Nuzul yang mengandung redaksi sharih
adalah sebuah riwayat yang dibawakan oleh Jabir bahwa orang-orang Yahudi
berkata, “apabila seorang suami mendatangi “qubul” istrinya dari belakang, anak
yang lahir akan juling.” Maka turunlah ayat :
نِسَآءُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُواحَرْثَكُمْ اَنَّى
شِئْتُمْ. (البقرة : 223)
Artinya :
“istri-istrimu adalah (seperti)
tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu
itu bagaimana saja kamu hendaki” (QS. Al-Baqarah : 223)
Adapun
redaksi yang digunakan termasuk muhtamilah bila perawi mengatakan :
نَزَلَتْ
هَذِهِالأَيَةُفِى كَذَا....
Artinya :
“Ayat ini turun berkenaan dengan...”
Misalnya,
riwayat Ibnu Umar yang menyatan :
نَزَلَتْفىِ
إِتْيَانِ النِّسَاءِ فِى أَدْبَا رِهِنَّ.
Artinya :
“Ayat, istri-istri kalian adalah
(ibarat) tanah tempat bercocok taman, turun berkenaan dengan mendatangi
(menyetubuhi) istri dari belakang.”
Ataupun perawi mengatakan :
أَحْسِبُ
هَذِهِ الأَيَةُإِلاَّفِى كَذَا....
Artinya :
“Saya kira ayat ini turun berkenaan
dengan.....”
Mengenai
riwayat asbab An-Nuzul yang menggunakan redaksi muhtamilah, Az-Zarkasy
menuturkan dalam kitabnya Al-Burhan fi ‘Ulum Al-Qu’an. Yangartinya “Sebagaimana
diketahui, telah terjadi kebiasaan para sahabat Nabi dan tabi’in, jika seorang
diantara mereka berkata, ‘Ayat ini diturunkan berkenaan dengan....’. Maka yang
dimaksud adalah ayat itu mencakup ketentuan hukum tentang ini atau itu, dan
bukan bermaksud menguraikan sebab turunnya Al-Qur’an.” [12]
Skema
Redaksi
Periwayatan Asbab An-Nuzul
2.4.1.
2.4.2.
Dilihat dari Sudut Pandang Berbilangannya Asbab An-Nuzul untuk Satu
Ayat atau Berbilangannya Ayat untuk Asbab An-Nuzul
2.4.2.1. Berbilangannya Asbab An-Nuzul untuk Satu Ayat (Ta’addud
As-Sabab wa Nazil Al-Wahid)
Pada kenyataannya, tidak setiap
ayat memiliki riwayat asbab An-Nuzul dalam satu versi. Ada kalanya satu ayat
memiliki beberapa versi riwayat asbab An-Nuzul. Bentuk variasi itu terkadang
dalam redaksinya dan terkadang pula dalam kualitasnya. Untuk mengatasi variasi
riwayat asbab An-Nuzul dalam satu ayat dari sisi redaksi, para ulama
mengemukakan cara-cara berikut :
v Tidak
mempermasalahkannya. Cara ini ditempuh apabila variasi riwayat-riwayat asbab
An-Nuzul ini menggunakan redaksi muhtamilah (tidak pasti).
v Mengambil
versi riwayat asbab An-Nuzul yang menggunakan redaksi sharih. Cara ini
ditempuh bila salah satu versi riwayat asbab An-Nuzul itu tidak menggunakan
redaksi sharih (pasti).
v Mengambil
versi riwayat yang sahih (valid). Cara ini digunakan apabila seluruh riwayat
itu menggunakan redaksi sharih (pasti), tetapi kualitas salah satunya
tidak shalih.
Adapun terhadap variasi riwayat
asbab An-Nuzul dalam satu ayat, versi berkualitas, para ulama mengemukakan
langkah-langkah sebagai berikut :
v Mengambil
versi riwayat yang shahih. Cara ini mengambil bila terdapat dua versi riwayat
tentang asbab An-Nuzul satu ayat, satu versi berkualitas sahih, sedangkan yang
lainnya tidak.
v Melakukan
studi selektif (tarjih). Langkah ini diambil bila kedua versi asbab
An-Nuzul yang berbeda-beda itu kualitasnnya sama-sama sahih.
v Melakukan
studi kompromi(jama’). Langkah ini diambil bila kedua riwayat yang
kontradiktif itu sama-sama memiliki status kesahihan hadis yang sederajat dan
tidak mungkin dilakukan tarjih.
2.4.2.2.Variasi ayat untuk Satu Sebab (Ta’addud Nazil wa As-Sabab
Al-Wahid)
Terkadang suatu
kejadian menjadi sebab turunnya dua ayat atau lebih. Hal ini dalam ‘Ulum
Al-Qur’an disebut dengan istilah “Ta’addud Nazil wa as-Sabab al-Wahid” (terbilang
ayat yang turun, sedangkan sebab turunnya satu). Misalnya riwayat asbab
An-Nuzul yang diriwayatkan oleh Ibn Jarir Ath-Thabari, Ath-Thabrani, dan Ibn
Mardawiyah dari Ibn Abbas.
2.5.Manfaat Mengetahi asbab An-Nuzul
Dalam memahami
Al-Qur’an atau menafsiri ayat Al-Qur’an
ulama tidak akan bisa melakukannya tanpa terlebih dahulu mempelajari asbab An-Nuzul.
Al-Suyuthi dalam kitabnya, al-Itqan, memaparkan beberapa perkataan ulama
tentang pentingnya mengetahui asbab An-Nuzul ayat-ayat Al-Qur’an, seperti Ibn
Daqiq al-Id yang mengatakan bahwa mengetahui sebab turunnya ayat merupakan
jalan atau metode yang kuat dalam memahami makna-makna Al-Qur’an, dan Ibn
Taimiyyah yang mengatakan bahwa mengetahui sebab turunnya suatu ayat bisa
membantu pemahaman terhadap ayat tersebut.
Al-Syathibi
mengungkapkan sebuah riwayat tentang pentingnya mengetahui asbab An-Nuzul yang
berasal dari Isma’il al-Qadhi yang berkata : “Ada sekelompok orang dari
penduduk Syam yang meminum arak. Saat itu penduduk Syam berada dibawah
pemerintahan Yazid bin Abi Sufyan. Mereka berkata : “arak halal bagi kami.”
Mereka juga menafsirkan sebuah ayat Al-Qur’an (sebagai dasar dari pendapat mereka
tentang kehalalan arak). Ayat tersebut adalah :
لَيْسَ
عَلَى الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّلِحَتِ جُنَاحٌ فِيمَا طَعِمُوا إِذَ
مَا اتَّقَواوَّءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّلِحَتِ ثُمَّ اتَّقَواوَّأَحْسَنُوا قل
وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَ
Artinya :
“Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amalan yang saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu.
Apabila mereka bertakwa serta beriman, dan mengerjakan amalan-amalan yang
saleh, kemudian meraka tetap bertakwa dan beriman, kemudian meraka (tetap juga)
bertakwa dan berbuat kebajikan. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan.” (QS.
Al-Maidah[05]:93)
Kemudian
Yazid menulis sebuah surat kepada sahabat Umar perihal kejadian tersebut. Lalu
Umar mengirimkan surat balasan kepada Yazid dan memerintahkannya untuk
mengirimkan orang-orang tersebut menghadapnya sebelum mereka merusak
orang-orang yang berada disekitar Yazid. Ketika sekelompok peminum arak itu menghadap,
Umar bermusyawarah dengan para sahabat dan warga yang lain tentang tindakan
mereka. Kemudian orang-orang yang diajak bermusyawarah berkata : “Wahai Amir
al-Mu’minin, mereka telah mendustakan Allah SWT. Dan telah memberlakukan
syariat agama-Nya dengan hal-hal yang tidak diizinkan (dilarang) oleh Allah
SWT..” Riwayat ini merupakan gambaran dari tindakan ketidaktahuaan terhadap asbab
An-Nuzul, yang bisa membawa seseorang keluar dari tujuan sebuah ayat.[13]
Ketidaktahuaan
terhadap asbab An-Nuzul juga dikhawatirkan akan mengakibatkan perbedaandan
perselisihan diantara umat Islam. Banyak sekali manfaat dari pengetahuaan
tentang asbab An-Nuzul, diantaranya adalah :
2.5.1. Mengetahui hikmah dibalik penentuan hukum
yang disyariatkan Allah SWT. melalui Al-Qur’an,
2.5.2. Membantu
ndalam memahami sebuah ayat dan menghillangkan keracunan dari ayat tersebut,
2.5.3. Menolak salah persepsi pembatasan sebuah
hukum (al-hasr) dari lafadz secara jelas terdapat al-hasr,
2.5.4. Menurunkan sebuah hukum,
2.5.5. Mengetahui asbab An-Nuzul tidak keluar dari
hukum teks yang ada ketika lafadz ayatnya umum (‘am) dan ada ayat yang
men-takhshis-nya (penyempitan),
2.5.6. Dengan mengetahui asbab An-Nuzul, dapat
diketahui dan ditentukan bojek atau sasaran (nama orang) dari turunnya suatu
ayat sehingga tidak menimbulkan kekeliruan, dan
2.5.7.
Memudahkan hafalan, pemahaman, dan menetapkan wahyu pada sanubari orang-orang
yang mengetahui asba An-Nuzul sebuah ayat.
Begitu
banyaknya manfaat atau hikmah dalam mngetahui sejarah dari latar belakang
turunnya ayat Al-Qur’an, sampai-sampai para ulama membuat ketentuan, yakni
larangan seseorang yang tidak mengetahui asbab An-Nuzul untuk menfsirkan
ayat-ayat Al-Qur’an. Hal ini dikhawatirkan akan terjadi kesalahpahaman dalam memahami
kandungan ayat Al-Qur’an sebagaimana yang terjadi pada akhir-akhir ini, di mana
seseorang sudah mulai memberanikan diri untuk menafsiri ayat Al-Qur’an tanpa
disertai dengan pengetahuaan asbab An-Nuzul.
2.6.Kaidah “Al-‘Ibrah”
Ada sebuah persoalan yang penting
dalam pembahasan asbab An-Nuzul. Dan Mayoritas ulama
berpendapat bahwa pertimbangan untuk satu lafazh Al-Qur’an adalah keumuman
lafazh dan bukannya kekhususan sebab(al-‘brah bi ‘umum al-lafzhi la bi
khusus as-sabab). As-Suyuthi, memberikan alasan bahwa itulah yang dilakukan
para sahabat dan golongan lainnya.ini bisa dibuktikan, antara lain, ketika
turun ayat zihar dalam kasus Salman ibn Shakhar, ayat li’an dalam perkara Hilal
ibn Umayyah, dan ayat qadzaf dalam kasus tuduhan terhasap ‘A’isyah,
penyelesaian terhadap kasus-kasus tersebut juga diterapkan terhadap peristiwa
lain yang serupa.[14]
Di sisi lain, ada juga ulama yang berpendapat bahwa
ungkapan satu lafazh Al-Qur’an harus dipandang dari segi kekhususan sebab bukan
dari segi keumuman lafazh (al-‘brah bikhusus as-sabab la bi‘umum al-lafzhi).
Jadi cakupan ayat tersebut terbatas pada kasus yang menyebabkan sebuah ayat
diturunkan.[15]
Perlu diberikan catatan bahwa perbedaan pendapat di
atas hanya terjadi pada kasus ayat yang bersifat umum dan tidak terdapat
petunjuk bahwa ayat tersebut berlaku khusus. Jika ternyata ada petunjuk
demikian, seluruh ulama sepakat bahwa hukum ayat itu hanya berlaku untuk kasus
yang disebutkan itu.
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Secara etimologi, asbab An-Nuzul adalah sebab-sebab
melatarbelakanginya sesuatu. Mengenai
tingkat urgensi dari asbab An-Nuzul, dalam satu statement ibn Taimiyah
menyatakan “asbab an-nuzul sangat
menolong dalam menginterpretasi al-Qur’an”
Asbab An-Nuzul adalah peristiwa yang terjadi pada
zaman Rasulullah SAW. Olh karena itu, tidak ada jalan lain untuk mengetahuinya,
selain berdasarkan periwayatan (pentransmisian) yang benar (naql ash-shalih) dari orang-orang yang
melihat dan mendengar langsung tentang turunnya ayat Al-Qur’an.
Dilihat dari sudut pandang redaksi-redaksi yang
dipergunakan dalam riwayat asbab An-Nuzul terbagi menjadi 2 bagian yaitu sharih
dan Muhtamilah. sedangkan bila dilihat dari sudut pandang berbilangnya asbab An-Nuzul
untuk satu ayat atau berbilangnya ayat untuk satu asbab An-Nuzul terbagi menjadi
2 juga, yakni berbilangnya asbab An-Nuzul untuk satu ayat dan variasi ayat
untuk satu sebab.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa pertimbangan untuk
satu lafazh Al-Qur’an adalah keumuman lafazh, dan bukannya kekhususan sebab.
Disisi lain, ada juga ulama yang berpendapat bahwa ungkapan satu lafazh Al-Qur’an
harus dipandang dari segi kekhususan sebab bukan dari segi keumuman lafazh.
3.2.Saran
Kami menyadari bahwasanya penyusun dari makalah ini
ialah manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, sedangkan
kesempurnaan hanya milik Alloh SWT, hingga dalam penulisan dan penyusunannya
masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif
akan senantiasa penyusun nanti dalam upaya evaluasi diri. Akhirnya, kami hanya
bisa berharap bahwa dibalik ketidaksempurnaan penulisan dan penyusunan makalah
ini, adalah ditemukan sesuatu yang dapat memberikan manfaat atau bahkan hikmah
bagi penyusun maupun pembaca sekalian.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihon.Ulum Al-Qur’an. Pustaka Setia:Bandung.
2010
https://id.wikipedia.org/wiki/Asbabun
Nuzuldi akses pada tanggal 20 Oktober
2016
[1] Muhammad ‘Abd
Az-‘Azhim Az-Zarqani, Manhil Al-‘Irfan, DarAl-Fikr, Bairut, t.t., Jilid
I, hlm. 106
[2]Muhammad ‘Ali
Ash-Shabuni, At-Tibyan fi ‘Ulum Al-Qur’an, Maktabah Al-Ghazali,
Damaskus, 1390, hlm. 22
[3]Subhi al-Shalih, Mabahits
fi ‘Ulum Al-Qur’an, Dar Al-Qalam li al-Malayyin, Bairut, 1988, hlm. 132
[4]Manna’ Al-Qaththan, Mabahits
fi ‘Ulum Al-Qur’an, Mansyurat Al-‘Ashr Al-Hadis, ttp., 1973, hlm 78
[5]Rosihon
Anwar. Ulum al-Qur’an. 2010. hlm 60
[6]Amal,
op. Cit., hlm. 51.
[7]Az-Zarqany, op.
Cit., hlm. 113-114; Ash-Shabuny, op. Cit., hlm. 23; Shalih, op.
Cit., hlm. 135.
[8]Az-Zarqany, op.
Cit., hlm 114
[9]As-Suyuthi, op.
Cit., hlm 52
[10]Ibid., hlm 52 dan
229
[11]Ibid.,
hlm 557
[12]Ibid., hlm. 32.
[13]Abi Ishaq
al-Syathibi, al-Muwafaqat fi Ushub al-Syari’ah, vol.III, hlm. 260.
[14]As-Suyuthi,op.
Cit., hlm. 110.
[15]Ibid
Assalamu'alaikum.. Saya Vika tolong berikan contoh asbabun nuzul yang mendapat perlakuan dijamak karena memiliki variasi yang berbeda. WassALAM
ReplyDeletewa'alaikumussalam, kami mohon maaf, bisa dijelaskan lagi maksudnya mendapat perlakuan dijamak?? kami kurang faham..
ReplyDelete