Blog Archive

Thursday, October 20, 2016

PSI1E ASBAB AN-NUZUL

ASBAB AN-NUZUL
Makalah ini disusun dan di ajukan sebagai sarana pemenuhan tugas mata kuliah  STUDI AL-QUR’AN”
Dosen Pengampu:
Qo’idatul Marhumah, M.Th.I
Disusun oleh:
Aniek Zubaida                        NIM: 933408816
Rika Avianti                NIM: 933409516
Naning Saniyatul H.   NIM: 933411416
Septiya Julian S.          NIM: 933410316
Muh. Imam M.            NIM: 933410116
M. Kholilur Rohman   NIM: 933408216
Mukti Rifaana Sari      NIM: 933410916
Yunita Fahma A.        NIM: 933409716
      KELAS 1 E
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI
JURUSAN USHULUDDIN DAN ILMU SOSIAL
PRODI PSIKOLOGI ISLAM
2016
ASBAB AN-NUZUL
Makalah ini disusun dan di ajukan sebagai sarana pemenuhan tugas mata kuliah  STUDI AL-QUR’AN”





Dosen Pengampu:
Qo’idatul Marhumah, M.Th.I
Disusun oleh:
Aniek Zubaida                        NIM: 933408816
Rika Avianti                NIM: 933409516
Naning Saniyatul H.   NIM: 933411416
Septiya Julian S.          NIM: 933410316
Muh. Imam M.            NIM: 933410116
M. Kholilur Rohman   NIM: 933408216
Mukti Rifaana Sari      NIM: 933410916
Yunita Fahma A.        NIM: 933409716

      KELAS 1 E

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI
JURUSAN USHULUDDIN DAN ILMU SOSIAL
PRODI PSIKOLOGI ISLAM
2016

KATA PENGANTAR

            Puji syukur kami panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa atas selesainya makalah yang berjudul Asbab An-Nuzul. Makalah sederhana ini dibuat guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah dan dapat dipertimbangkan oleh dosen pembimbing sebagai sarana penambahan nilai pada mata kuliah terkait.
            Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1.      Ibu Qo’idatul Marhumah, M.Th.I selaku Dosen Pengampu yang telah membimbing dan memberi arahan kepada kami,
2.      Serta semuapihak yang telah berkonstribusi baik langsung ataupun tidak langsung demiterselesaikannya makalah sederhana ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini.





Kediri,    Oktober 2016


Penulis          


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................... ...III
DAFTAR ISI................................................................................................... ...IV
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang................................................................................ ...1
1.2  Rumusan Masalah........................................................................... ...2
1.3  Tujuan............................................................................................. ...2
BAB II PEMBAHASAN
2.1.Pengertian Asbab An-Nuzul........................................................... ...3
2.2.Urgensi dan Kegunaan Asbab An-Nuzul....................................... ...4
2.3.Cara Mengetahui Riwayat Asbab An-Nuzul.................................. ...7
2.4.Macam-Macam Asbab An-Nuzul................................................... ...8
2.5. Manfaat Mengetahui Asbab An-Nuzul......................................... ...12
2.6.Kaidah “Al-‘Ibrah”                                                                          ...14
BAB III PENUTUP
3.1.Kesimpulan..................................................................................... ...16
3.2.Saran............................................................................................... ...16
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... ...18



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar  Belakang
Al-Qur’an adalah sumber rujukan paling pertama dan utama dalam ajaran Islam. Allah swt menurunkannya kepada Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada umat. Hakikat diturunkannya Al-Qur’an menjadi acuan moral secara universal bagi umat manusia untuk memecahkan problem sosial yang timbul ditengah-tengah masyarakat.
Oleh karenanya Al-Qur’an secara kategoris dan tematik, dihadirkan untuk menjawab berbagai problem aktual yang dihadapi masyarakatsesuai dengan konteks dan dinamika sejarahnya. Karena itu masuk akal jika para mufassir sepakat bahwa proses penurunan Al-Qur’an ke muka bumi secara berangsur-angsur (gradual), tidak sekaligus,disesuaikan dengan kapasitas intelektual dan konteks masalah yang dihadapi umat manusia. Graduasi penurunan Al-Qur’an menunjukkan tingkat kearifan dan kebesaran Allah Swt, sekaligus membuktikan bahwa pewahyuan total pada satu waktu adalah sesuatu yang bisa dikatakan mustahil, karena bertentangan dengan fitrah manusia sebagai mahluk yang dha’if(lemah)
Sebagian tugas untuk memahami pesan dari Al-Qur’an sebagai suatu kesatuan adalah mempelajari dalam konteks latar belakang. Latar belakang yang paling dekat adalah kegiatan dan perjuangan Nabi yang berlangsung 23 tahun dibawah bimbingan Al-Qur’an.
Orang akan salah menangkap pesan-pesan Al-Qur’an secara utuh, jika hanya memahami bahasanya saja, tanpa memahami konteks historisnya. Agar dipahami secara utuh, Al-Qur’an harus dicerna dalam konteks perjuangan Nabi dan latar belakang perjuangannya. Oleh sebab itu, hampir semua literatur yang berkenaan dengan Al-Qur’an menekankan pentingnya asbab An-Nuzul (alasan pewahyuan)


1.2.Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari asbab An-Nuzul?
2.      Apa urgensi dan kegunaan asbab An-Nuzul?
3.      Bagaimanakah cara mengetahui riwayat asbab An-Nuzul?
4.      Bagaimanakah pembagian asbab An-Nuzul?
5.      Apa manfaat dari mengetahui asbab An-Nuzul?
6.      Apa yang dimaksud dengan kaidah “al-ibrah”?
1.3.Tujuan
1.      Mahasiswa dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan asbab An-Nuzul
2.      Mahasiswa dapat mengetahui urgensi dan kegunaan asbab An-Nuzul
3.       Mahasiswa dapat mengetahui riwayat asbab An-Nuzul
4.      Mahasiswa dapat mengetahui pembagian asbab An-Nuzul
5.      Mahasiswa dapat mengetahui manfaat asbab An-Nuzul
6.      Mahasiswa dapat mengetahui kaidah “al-ibrah”










BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Asbab An-Nuzul
Ungkapan asbab An-Nuzul merupakan bentuk idhafah dari kata “asbab” dan“nuzul”. Secara etimologi, asbab An-Nuzul adalah sebab-sebab melatarbelakanginya terjadinya sesuatu. Meskipun segala fenomena yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu bisa disebut asbab An-Nuzul, namun dalam pemakaiannya, ungkapan asbab An-Nuzul khusus dipergunakan untuk menyatakan sebab-sebab yang melatarbelakangi turunnya Al-Qur’an, seperti halnya asbab al-wurud yang secara khusus digunakan bagi sebab-sebab terjadinya hadist.
Banyak pengertian terminologi yang dirumuskan oleh para ulama diantaranya:
                         2.1.1    Menurut Az-Zarqani, asbab An-Nuzul adalah khusus atau sesuatu yang terjadi saat ada hubungannya dengan turunnya ayat Al-Qur’an sebagai penjelas hukum pada saat peristiwa itu terjadi.[1]
                         2.1.2    Menurut Ash-Shabuni, asbab An-Nuzul adalah peristiwa atau kejadian yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat mulia yang berhubungan dengan peristiwa dan kejadian tersebut, baik berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi atau kejadian yang berkaitan dengan urusan agama.[2]
                         2.1.3    Menurut Shubhi Shalih, asbab An-Nuzul adalah sesuatu yang menjadi sebab turunnya satu atau beberapa ayat-ayat (Al-Qur’an) terkadang menyiratkan peristiwa itu sebagai respon atasnya. Atau sebagai penjelas terhadap hukum-hukum disaat peristiwa itu terjadi.[3]

                         2.1.4    Mana’ al-Qathan, asbab An-Nuzul adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan turunnya Al-Qur’an berkenaan dengannya waktu peristiwa itu terjadi, baik berupa satu kejadian atau berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi.[4]
Kendatipun redaksi-redaksi diatas menyebutkan pengertian yang sedikit berbeda, semuanya menyimpulkan bahwa asbab An-Nuzul adalah kejadian atau peristiwa yang melatarbelakangi turunnya Al-Qur’an.
Bentuk-bentuk peristiwa yang melatarbelakangi turunnya Al-Qur’an itu sangat beragam, diantaranya berupa konflik sosial seperti ketegangan yang terjadi antara suku Aus dan suku Khazraj; dan seperti kasus salah seorang sahabat yang mengimami shalat dalam keadaan mabuk; serta pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh salah seorang sahabat kepada Nabi, baik berkaitan dengan sesuatu yang telah lewat, sedang terjadi, atau yang akan terjadi[5].

2.2. Urgensi dan Kegunaan Asbab An-Nuzul
Az-Zarqani san As-Suyuthi mensinyalir adanya kalangan yang berpendapat bahwa mengetahui asbab An-Nuzul merupakan hal yang sia-sia dalam memahami Al-Qur’an. Mereka beranggapan bahwa mencoba memahami Al-Qur’an dengan meletakkan ke dalam konteks historis adalah sama dengan membatasi pesan-pesannya pada ruang dan waktu tertentu.
Namun, keberatan seperti ini tidaklah berdasar, karena tidak mungkin menguniversalkan pesan Al-Qur’an diluar masa dan tempat pewahyuan, kecuali melalui pemahaman yang semestinya terhadap makna Al-Qur’an dalam konteks kesejarahannya.
Sementara itu, mayoritas ulama bersepakat bahwa konteks kesejahteraan yang terakumulasi dalam riwayat-riwayat asbab An-Nuzul merupakan satu hal yang signifikan untuk memahami pesan-pesan Al-Qur’an. Dalam satu statement ibn Taimiyah menyatakan “asbab An-Nuzul sangat menolong dalam menginterpretasi Al-Qur’an” ungkapan senada juga dikemukakan oleh Ibn Daqiq Al-‘Ied dalam pernyataannya “penjelasan terhadap asbab An-Nuzul merupakan metode yang kondusif untuk menginterpretasikan makna-makna Al-Qur’an”
Dalam uraian yang lebih rinci, Az-Zarqani mengemukakan urgensi asbab An-Nuzul dalam memahami Al-Qur’an sebagai berikut:
                                                    2.2.1    Membantu dalam memahami sekaligus mengatasi ketidakpastian dalam menangkap pesan ayat-ayat Al-Qur’an. Di antaranya dalam :
Q.S Al-Baqarah{2}: 115 di nyatakan bahwa Timur dan Barat merupakan kepunyaan Allah. Dalam kasus shalat, dengan melihat zahir ayat diatas, seseorang boleh menghadap ke arah mana saja sesuai dengan kehendak hatinya. Ia seakan-akan tidak berkewajiban untuk menghadap kiblat ketika shalat. Akan tetapi, setelah melihat asbab An-Nuzul, tahapan bahwa interpretasi itu keliru. Sebab, ayat diatas berkaitan dengan seseorang yang sedag berada dalam perjalanan dan melakukan shalat diatas kendaraan, atau  berkaitan dengan orang berjihad dalam menentukan arah kiblat.
                                                    2.2.2    Mengatasi keraguan ayat yang diduga mengandung pengertian umum. Umpamanya dalam Q.S Al-An’am{6}: 145.
Artinya: “katakanlah, tidak kudapati didalam apa yang diwahyukan kepadaku sesuatu yang diharamkan bagi orang yang ingin memakainya, kecuali kalau makanan itu (berupa)bangkai, darah yang mengalir, daging babi, karena semua itu kotor, atau binatang yang disembelih bukan atas nama Allah”. ( Q.S. Al-An’am:145)
Menurut Asy-Syafi’i, pesan ayat ini tidak bersifat umum (hasr). Untuk mengatasi kemungkinan adanya keraguan dalam memahmai ayat diatas. Asy-syafi’i menggunakan alat bantu asbab An-Nuzul, menurutnya ayat ini diturunkan sehubungan dengan oang-orang kafir yang tidak mau memakan sesuatu kecuali apa yang telah mereka halalkan sendiri. Karena mengharamkan apa yang telah dihalalkan Allah dan menghalalkan apa yang telah diharamkan Allah, hal itu merupakan kebiasaan orang-orang kafir terutama orang Yahudi. Turunlah ayat diatas.
                                                    2.2.3    Mengkhususkan hukum yang terkandung dalam ayat Al-Qur’an bagi ulama yang berpendapat bahwa yang menjadi pegangan adalah sebab yang bersifat khusus dan bukanlah lafaz yang bersifat umum. Dengan demikian, ayat “zihar” dalam permulaan Q.S Al-Mujadalah [58], yang turun berkenaan dengan Aus ibn Samit yang menzihar istrinya (Khaulah bint Hakim ibn Tsa’labah) hanya berlaku bagi kedua orang tersebut. Hukum zihar yang berlaku bagi selain kedua orang itu, ditentukan dengan jalan analogi (qiyas).
                                                    2.2.4    Mengidentifikasikan pelaku yang menyebabkan Al-Qur’an turun. Umpamanya, Sayyidah Aisyah pernah menjernihkan kekeliruan Marwan yang menunjuk Abd ar-Rahman ibn Abu Bakar sebagai orang yang menyebabkan turunnya ayat: “Dan orang yang mengatakan kepada orangtuanya “Cis kamu berdua...” (Q.S. Al-Ahqaf:17). Untuk meluruskan persoalan, Sayyidah Aisyah berkata kepada Marwan; “Demi Allah bukan dia yang menyebabkan ayat ini turun. Dan aku sanggup untuk menyebutkan siapa orang yang sebenarnya”
                                                    2.2.5    Memudahkan untuk menghafal dan memahami ayat, serta untuk memantapkan wahyu kedalam hati orang yang mendengarnya. Sebab, hubungan sebab akibat (musabbab), hukum, peristiwa, dan pelaku, masa, dan tempat merupakan satu jalinan yang bisa mengikat hati.
Taufiq Adnan Amal dan Syamsul Rizal Panggabean menyatakan bahwa pmahaman terhadap konteks kesejarahan pra-Qur’an dan pada masa Al-Qur’an menjanjikan beberapa manfaat praktis. Pertama, pemahaman itu memudahkan kita mengidentifikasi gejala-gejala moral dan sosial pada masyarakat Arab ketika itu, sikap Al-Qur’an terhadapnya, dan cara Al-Qur’an memodifikasi  atau mentransformasi gejala itu hingga sejalan dengan pandangan dunia Al-Qur’an.Kedua, kesemuanya ini dapat dijadikan pedoman bagi umat Islam dalam mengidentifikasi dan menangani problem-problem yang mereka hadapi. Ketiga, pemahaman tentang konteks kesejarahan  pra-Qur’an dan pada masa Al-Qur’an dapat menghindarkan kita dari praktik-praktik pemaksaan pra-konsep dalam penafsiran.[6]

2.3. Cara Mengetahui Riwayat Asbab An-Nuzul
Asbab An-Nuzul adalah peristiwa yang terjadi pada zaman Rasulullah SAW. Oleh karena itu, tidak ada jalan lain untuk mengetahuinya, selain berdasarkan periwayatan (pentransmisian) yang benar (naql ash-shalih) dari orang-orang yang melihat dan mendengar langsung tentang turunnya ayat al-Qur’an.[7]
Dengan demikian, seperti halnya periwayatan pada umumnya, diperlukan kehati-hatian dalam menerima riwayat yang berkaitan dengan asbab An-Nuzul. Untuk itu, dalam kitab asbab An-Nuzul-nya, Al-Wahidy menyatakan:
Pembicaraan asbab An-Nuzul, tidak dibenarkan, kecuali dengan berdasarkan riwayat dan mendengar dari mereka yang secara langsung menyaksikan peristiwa nuzul, dan bersungguh-sungguh dalam mencarinya[8]
Para ulama salaf sangat keras dan ketat dalam menerima riwayat yang berkaitan dengan asbab An-Nuzul. Keketatan merekaitu dititikberatkan pada seleksi pribadi si pembawa riwayat (rawi) sumber riwayat (isnad) dan redaksi berita (matan). Bukti keketatan itu diperlihatkan oleh Ibn Sirin ketika menceritakan pengalamannya sendiri: “Aku pernah bertanya kepada Ubadah, tentang sebuah ayat Al-Qur’an , tetapi ia menjawab, ‘Hendaklah engkau bertaqwa kepada Allah dan berbicara yang benar. Orang-orang yang mengetahui mengenai apa ayat Al-Qur’an diturunkan sudah tidak ada lagi.[9]
Akan tetapi perlu dicatat, bahwa sikap kekritisan mereka tidak dikenakan terhadap materi asbab An-Nuzul yang diriwayatkan oleh sahabat Nabi. Mereka berasumsi bahwa apa yang katakan oleh sahabat Nabi, yang tidak termasuk dalam lapangan penukilan dan pendengaran, dapat dipastikan ia mendengar ijtihadnya sendiri. Karena itu pula, Ibn Shalah, Al-Hakim, dan para ulama hadistlainnya menetapkan “seorang sahabat Nabi yang mengalami masa turun wahyu, jika ia meriwayatkan suatu berita tentang Asbab an-Nuzul, riwayatnya itu bersifat marfu’.[10]
Berkaitan dengan asbab An-Nuzul, ucapan seorang tabi’ tidak dipandang sebagai hadist marfu’, kecuali bila diperkuat oleh hadist mursal lainnya, yang diriwayatkan oleh salah seorang Imam Tafsir yang dipastikan mendengar hadist itu dari Nabi. Para Imam Tafsir itu diantaranya: Ikramah, Mujahid, Sa’ad ibn Jubair, ‘Atha, Hasan Bisri, Sa’id ibn Musayyab, dan Adh-Dhahhak.[11]

2.4.Macam-Macam Asbab An-Nuzul
2.4.1        Dilihat dari Sudut Pandang Redaksi-Redaksi yang Dipergunakan dalam Riwayat Asbab An-Nuzul
                        Ada dua jenis redaksi yang digunakan oleh perawi dalam mengungkapkan riwayat asba An-Nuzul, yaitu sharih (visionable/jelas) dan muhtamilah (impossible/kemungkinan). Redaksi sharih artinya riwayat yang sudah jelas menunjukkan asbab An-Nuzul, dan tidak mungkin pula menunjukkan yang lainnya. Redaksi yang digunakan termasuk sharih bila perawi mengatakan :
سَبَبَا نُزُولِ هَذِهِ الأَيَةِ هَذَا.....
Artinya :
“sebab turunnya ayat ini adalah....”
          Atau ia menggunakan kata “maka” (fa taqibiyah) setelah ia mengatakan peristiwa tertentu. Misalnya ia mengatakan :

حَدَثَ هَذَا...فَنَزَلَتِ الأَيَةُ...
Artinya :
“telah terjadi...., maka teurunlah ayat.....”
Contoh riwayat  asbab An-Nuzul yang mengandung redaksi sharih adalah sebuah riwayat yang dibawakan oleh Jabir bahwa orang-orang Yahudi berkata, “apabila seorang suami mendatangi “qubul” istrinya dari belakang, anak yang lahir akan juling.” Maka turunlah ayat :
نِسَآءُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُواحَرْثَكُمْ اَنَّى شِئْتُمْ. (البقرة : 223)
Artinya :
“istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu hendaki” (QS. Al-Baqarah : 223)
          Adapun redaksi yang digunakan termasuk muhtamilah bila perawi mengatakan :
نَزَلَتْ هَذِهِالأَيَةُفِى كَذَا....
Artinya :
“Ayat ini turun berkenaan dengan...”
          Misalnya, riwayat Ibnu Umar yang menyatan :
نَزَلَتْفىِ إِتْيَانِ النِّسَاءِ فِى أَدْبَا رِهِنَّ.
Artinya :
“Ayat, istri-istri kalian adalah (ibarat) tanah tempat bercocok taman, turun berkenaan dengan mendatangi (menyetubuhi) istri dari belakang.”
Ataupun perawi mengatakan :
أَحْسِبُ هَذِهِ الأَيَةُإِلاَّفِى كَذَا....
Artinya :
“Saya kira ayat ini turun berkenaan dengan.....”
          Mengenai riwayat asbab An-Nuzul yang menggunakan redaksi muhtamilah, Az-Zarkasy menuturkan dalam kitabnya Al-Burhan fi ‘Ulum Al-Qu’an. Yangartinya “Sebagaimana diketahui, telah terjadi kebiasaan para sahabat Nabi dan tabi’in, jika seorang diantara mereka berkata, ‘Ayat ini diturunkan berkenaan dengan....’. Maka yang dimaksud adalah ayat itu mencakup ketentuan hukum tentang ini atau itu, dan bukan bermaksud menguraikan sebab turunnya Al-Qur’an.[12]
Skema
Redaksi Periwayatan Asbab An-Nuzul

2.4.1.  
2.4.2.      Dilihat dari Sudut Pandang Berbilangannya Asbab An-Nuzul untuk Satu Ayat atau Berbilangannya Ayat untuk Asbab An-Nuzul
2.4.2.1. Berbilangannya Asbab An-Nuzul untuk Satu Ayat (Ta’addud As-Sabab wa Nazil Al-Wahid)
Pada kenyataannya, tidak setiap ayat memiliki riwayat asbab An-Nuzul dalam satu versi. Ada kalanya satu ayat memiliki beberapa versi riwayat asbab An-Nuzul. Bentuk variasi itu terkadang dalam redaksinya dan terkadang pula dalam kualitasnya. Untuk mengatasi variasi riwayat asbab An-Nuzul dalam satu ayat dari sisi redaksi, para ulama mengemukakan cara-cara berikut :
v  Tidak mempermasalahkannya. Cara ini ditempuh apabila variasi riwayat-riwayat asbab An-Nuzul ini menggunakan redaksi muhtamilah (tidak pasti).
v  Mengambil versi riwayat asbab An-Nuzul yang menggunakan redaksi sharih. Cara ini ditempuh bila salah satu versi riwayat asbab An-Nuzul itu tidak menggunakan redaksi sharih (pasti).
v  Mengambil versi riwayat yang sahih (valid). Cara ini digunakan apabila seluruh riwayat itu menggunakan redaksi sharih (pasti), tetapi kualitas salah satunya tidak shalih.
Adapun terhadap variasi riwayat asbab An-Nuzul dalam satu ayat, versi berkualitas, para ulama mengemukakan langkah-langkah sebagai berikut :
v  Mengambil versi riwayat yang shahih. Cara ini mengambil bila terdapat dua versi riwayat tentang asbab An-Nuzul satu ayat, satu versi berkualitas sahih, sedangkan yang lainnya tidak.
v  Melakukan studi selektif (tarjih). Langkah ini diambil bila kedua versi asbab An-Nuzul yang berbeda-beda itu kualitasnnya sama-sama sahih.
v  Melakukan studi kompromi(jama’). Langkah ini diambil bila kedua riwayat yang kontradiktif itu sama-sama memiliki status kesahihan hadis yang sederajat dan tidak mungkin dilakukan tarjih.
2.4.2.2.Variasi ayat untuk Satu Sebab (Ta’addud Nazil wa As-Sabab Al-Wahid)
Terkadang suatu kejadian menjadi sebab turunnya dua ayat atau lebih. Hal ini dalam ‘Ulum Al-Qur’an disebut dengan istilah “Ta’addud Nazil wa as-Sabab al-Wahid” (terbilang ayat yang turun, sedangkan sebab turunnya satu). Misalnya riwayat asbab An-Nuzul yang diriwayatkan oleh Ibn Jarir Ath-Thabari, Ath-Thabrani, dan Ibn Mardawiyah dari Ibn Abbas.

2.5.Manfaat Mengetahi asbab An-Nuzul
Dalam memahami Al-Qur’an atau menafsiri  ayat Al-Qur’an ulama tidak akan bisa melakukannya tanpa terlebih dahulu mempelajari asbab An-Nuzul. Al-Suyuthi dalam kitabnya, al-Itqan, memaparkan beberapa perkataan ulama tentang pentingnya mengetahui asbab An-Nuzul ayat-ayat Al-Qur’an, seperti Ibn Daqiq al-Id yang mengatakan bahwa mengetahui sebab turunnya ayat merupakan jalan atau metode yang kuat dalam memahami makna-makna Al-Qur’an, dan Ibn Taimiyyah yang mengatakan bahwa mengetahui sebab turunnya suatu ayat bisa membantu pemahaman terhadap ayat tersebut.
Al-Syathibi mengungkapkan sebuah riwayat tentang pentingnya mengetahui asbab An-Nuzul yang berasal dari Isma’il al-Qadhi yang berkata : “Ada sekelompok orang dari penduduk Syam yang meminum arak. Saat itu penduduk Syam berada dibawah pemerintahan Yazid bin Abi Sufyan. Mereka berkata : “arak halal bagi kami.” Mereka juga menafsirkan sebuah ayat Al-Qur’an (sebagai dasar dari pendapat mereka tentang kehalalan arak). Ayat tersebut adalah :
لَيْسَ عَلَى الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّلِحَتِ جُنَاحٌ فِيمَا طَعِمُوا إِذَ مَا اتَّقَواوَّءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّلِحَتِ ثُمَّ اتَّقَواوَّأَحْسَنُوا قل وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَ
                       
Artinya :
“Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu. Apabila mereka bertakwa serta beriman, dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, kemudian meraka tetap bertakwa dan beriman, kemudian meraka (tetap juga) bertakwa dan berbuat kebajikan. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Al-Maidah[05]:93)
                        Kemudian Yazid menulis sebuah surat kepada sahabat Umar perihal kejadian tersebut. Lalu Umar mengirimkan surat balasan kepada Yazid dan memerintahkannya untuk mengirimkan orang-orang tersebut menghadapnya sebelum mereka merusak orang-orang yang berada disekitar Yazid. Ketika sekelompok peminum arak itu menghadap, Umar bermusyawarah dengan para sahabat dan warga yang lain tentang tindakan mereka. Kemudian orang-orang yang diajak bermusyawarah berkata : “Wahai Amir al-Mu’minin, mereka telah mendustakan Allah SWT. Dan telah memberlakukan syariat agama-Nya dengan hal-hal yang tidak diizinkan (dilarang) oleh Allah SWT..” Riwayat ini merupakan gambaran dari tindakan ketidaktahuaan terhadap asbab An-Nuzul, yang bisa membawa seseorang keluar dari tujuan sebuah ayat.[13]
                        Ketidaktahuaan terhadap asbab An-Nuzul juga dikhawatirkan akan mengakibatkan perbedaandan perselisihan diantara umat Islam. Banyak sekali manfaat dari pengetahuaan tentang asbab An-Nuzul, diantaranya adalah :
2.5.1.  Mengetahui hikmah dibalik penentuan hukum yang disyariatkan Allah SWT. melalui Al-Qur’an,
2.5.2. Membantu ndalam memahami sebuah ayat dan menghillangkan keracunan dari ayat tersebut,
2.5.3.  Menolak salah persepsi pembatasan sebuah hukum (al-hasr) dari lafadz secara jelas terdapat al-hasr,
2.5.4.  Menurunkan sebuah hukum,
2.5.5.  Mengetahui asbab An-Nuzul tidak keluar dari hukum teks yang ada ketika lafadz ayatnya umum (‘am) dan ada ayat yang men-takhshis-nya (penyempitan),
2.5.6.  Dengan mengetahui asbab An-Nuzul, dapat diketahui dan ditentukan bojek atau sasaran (nama orang) dari turunnya suatu ayat sehingga tidak menimbulkan kekeliruan, dan
2.5.7. Memudahkan hafalan, pemahaman, dan menetapkan wahyu pada sanubari orang-orang yang mengetahui asba An-Nuzul sebuah ayat.
                        Begitu banyaknya manfaat atau hikmah dalam mngetahui sejarah dari latar belakang turunnya ayat Al-Qur’an, sampai-sampai para ulama membuat ketentuan, yakni larangan seseorang yang tidak mengetahui asbab An-Nuzul untuk menfsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Hal ini dikhawatirkan akan terjadi kesalahpahaman dalam memahami kandungan ayat Al-Qur’an sebagaimana yang terjadi pada akhir-akhir ini, di mana seseorang sudah mulai memberanikan diri untuk menafsiri ayat Al-Qur’an tanpa disertai dengan pengetahuaan asbab An-Nuzul.

2.6.Kaidah “Al-‘Ibrah”
Ada sebuah persoalan yang penting dalam pembahasan asbab An-Nuzul. Dan Mayoritas ulama berpendapat bahwa pertimbangan untuk satu lafazh Al-Qur’an adalah keumuman lafazh dan bukannya kekhususan sebab(al-‘brah bi ‘umum al-lafzhi la bi khusus as-sabab). As-Suyuthi, memberikan alasan bahwa itulah yang dilakukan para sahabat dan golongan lainnya.ini bisa dibuktikan, antara lain, ketika turun ayat zihar dalam kasus Salman ibn Shakhar, ayat li’an dalam perkara Hilal ibn Umayyah, dan ayat qadzaf dalam kasus tuduhan terhasap ‘A’isyah, penyelesaian terhadap kasus-kasus tersebut juga diterapkan terhadap peristiwa lain yang serupa.[14]
Di sisi lain, ada juga ulama yang berpendapat bahwa ungkapan satu lafazh Al-Qur’an harus dipandang dari segi kekhususan sebab bukan dari segi keumuman lafazh (al-‘brah bikhusus as-sabab la bi‘umum al-lafzhi). Jadi cakupan ayat tersebut terbatas pada kasus yang menyebabkan sebuah ayat diturunkan.[15]
Perlu diberikan catatan bahwa perbedaan pendapat di atas hanya terjadi pada kasus ayat yang bersifat umum dan tidak terdapat petunjuk bahwa ayat tersebut berlaku khusus. Jika ternyata ada petunjuk demikian, seluruh ulama sepakat bahwa hukum ayat itu hanya berlaku untuk kasus yang disebutkan itu.
BAB III
PENUTUP

3.1.Kesimpulan
Secara etimologi, asbab An-Nuzul adalah sebab-sebab melatarbelakanginya  sesuatu. Mengenai tingkat urgensi dari asbab An-Nuzul, dalam satu statement ibn Taimiyah menyatakan “asbab an-nuzul sangat menolong dalam menginterpretasi al-Qur’an”
Asbab An-Nuzul adalah peristiwa yang terjadi pada zaman Rasulullah SAW. Olh karena itu, tidak ada jalan lain untuk mengetahuinya, selain berdasarkan periwayatan (pentransmisian) yang benar (naql ash-shalih) dari orang-orang yang melihat dan mendengar langsung tentang turunnya ayat Al-Qur’an.
Dilihat dari sudut pandang redaksi-redaksi yang dipergunakan dalam riwayat asbab An-Nuzul terbagi menjadi 2 bagian yaitu sharih dan Muhtamilah. sedangkan bila dilihat dari sudut pandang berbilangnya asbab An-Nuzul untuk satu ayat atau berbilangnya ayat untuk satu asbab An-Nuzul terbagi menjadi 2 juga, yakni berbilangnya asbab An-Nuzul untuk satu ayat dan variasi ayat untuk satu sebab.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa pertimbangan untuk satu lafazh Al-Qur’an adalah keumuman lafazh, dan bukannya kekhususan sebab. Disisi lain, ada juga ulama yang berpendapat bahwa ungkapan satu lafazh Al-Qur’an harus dipandang dari segi kekhususan sebab bukan dari segi keumuman lafazh.

3.2.Saran
Kami menyadari bahwasanya penyusun dari makalah ini ialah manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, sedangkan kesempurnaan hanya milik Alloh SWT, hingga dalam penulisan dan penyusunannya masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif akan senantiasa penyusun nanti dalam upaya evaluasi diri. Akhirnya, kami hanya bisa berharap bahwa dibalik ketidaksempurnaan penulisan dan penyusunan makalah ini, adalah ditemukan sesuatu yang dapat memberikan manfaat atau bahkan hikmah bagi penyusun maupun pembaca sekalian.





















DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihon.Ulum Al-Qur’an. Pustaka Setia:Bandung. 2010
https://id.wikipedia.org/wiki/Asbabun Nuzuldi akses pada tanggal 20 Oktober 2016



[1] Muhammad ‘Abd Az-‘Azhim Az-Zarqani, Manhil Al-‘Irfan, DarAl-Fikr, Bairut, t.t., Jilid I, hlm. 106
[2]Muhammad ‘Ali Ash-Shabuni, At-Tibyan fi ‘Ulum Al-Qur’an, Maktabah Al-Ghazali, Damaskus, 1390, hlm. 22
[3]Subhi al-Shalih, Mabahits fi ‘Ulum Al-Qur’an, Dar Al-Qalam li al-Malayyin, Bairut, 1988, hlm. 132
[4]Manna’ Al-Qaththan, Mabahits fi ‘Ulum Al-Qur’an, Mansyurat Al-‘Ashr Al-Hadis, ttp., 1973, hlm 78
[5]Rosihon Anwar. Ulum al-Qur’an. 2010. hlm 60
[6]Amal, op. Cit., hlm. 51.
[7]Az-Zarqany, op. Cit., hlm. 113-114; Ash-Shabuny, op. Cit., hlm. 23; Shalih, op. Cit., hlm. 135.
[8]Az-Zarqany, op. Cit., hlm 114
[9]As-Suyuthi, op. Cit., hlm 52
[10]Ibid., hlm 52 dan 229
[11]Ibid., hlm 557
[12]Ibid., hlm. 32.
[13]Abi Ishaq al-Syathibi, al-Muwafaqat fi Ushub al-Syari’ah, vol.III, hlm. 260.
[14]As-Suyuthi,op. Cit., hlm. 110.
[15]Ibid







2 comments:

  1. Assalamu'alaikum.. Saya Vika tolong berikan contoh asbabun nuzul yang mendapat perlakuan dijamak karena memiliki variasi yang berbeda. WassALAM

    ReplyDelete
  2. wa'alaikumussalam, kami mohon maaf, bisa dijelaskan lagi maksudnya mendapat perlakuan dijamak?? kami kurang faham..

    ReplyDelete