Blog Archive

Thursday, October 20, 2016

PSI 1 E MUHKAM DAN MUTASYABIH



MUHKAM DAN MUTASYABIH
Makalah ini disusun dan di ajukan sebagai sarana pemenuhan tugas mata kuliah
STUDI AL-QUR’AN
 
Dosen Pengampu :
Qo’idatul Marhumah, M.Th.I
Disusun oleh :

Nana nafisa                                         933412016
Evi Puji Lestar            i                                   933408916
Sefi Puspita Dwi Wulanti                   933410716
Dwi Intan Pramesti Rosa                    933410216
Siti Indah Rahayu                               933411516
Nursan Ghozalba                                933408516
Samrotul Mufidah                               933411116

SEKOLAT TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI (STAIN)
JURUSAN USHULUDDIN DAN ILMU SOSIAL
PRODI PSIKOLOGI ISLAM
2016


KATA PENGANTAR


Puji syukur kita panjtakna kepada Allah YME atas  selesainya tugas makalah kami yang berjudul Muhkam dan Mutasabih. Makalah ini dubuat guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah yang dapat dipertimbangkan oleh dosen pembimbing sebagai sarana penambahan nilai pada mata kuliah studi Al Quran.
Kami mengucapkan banyak terimakasih pada ibu Qo’idatul Marhumah, M.Th.I
Selaku dosen pengampu yang telah membimbing dan memberi arahan kepada kami.
Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan sangat dibuuhkan untuk penyempurnaan makalah ini.















                                                                                                Kediri, 20 Oktober 2016



                                                                                                            penulis



DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................ii
BAB I: PENDAHULUAN...................................................................................................1
            LATAR BELAKANG..............................................................................................1
            RUMUSAN MASALAH..........................................................................................1
            TUJUAN...................................................................................................................2
BAB II: PEMBAHASAN.....................................................................................................3
1.      Apa pengertian dari al muhkam dan al mutasyabih ...........................................................3
2.      Perbedaan al muhkam dan al mutasabyh ............................................................................3
3.      Perbedaan pendapat tentang kemungkinan mengetahui mutasyabih...................................4
4.      Bagaimana sebab-sebab adannya al muhkam dan al  mutasabyh        .....................................6
5.      Macam-macam dari al muhkam dan al mutasabyh..............................................................9
6.      Hikmah dan Nilai- Nilai Pendidikan dalam Ayat- Ayat Muhkam dan Mutasyabih 10
7.      Hikmah Keberadaan Ayat-ayat Mutasyabihat Dalam Al-Qur’an............................10

BAB III : PENUTUP ...........................................................................................................11
Kesimpulan................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA            ...........................................................................................................12













BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Allah menurunkan Qur’an kepada hamba-Nya agar ia menjadi pemberi peringatan bagi semesta alam. Ia menggriskan bagi makhluk-Nya itu akidah yang benar dan prinsip-prinsip yang lurus dalam ayat-ayat yang tegas keterangannya dan jelas ciri-cirinya. Itu semua merupakan karunia-Nya kepada umat manusia, dimana Ia menetapkan bagi mereka pokok-pokok agama untuk menyelamatkan akidah mereka dan menerangkan jalan lurus yang haru mereka tempuh. Ayat-ayat tersebut adalah Ummul Kitab yang tidak diperseliihkan lagi pemahamannya demi menyelamatkan umat Islam dan menjaga eksistensinya.
Pokok-pokok agama tersebut di beberapa tempat dalam Qur’an terkadang datang dari lafaz, ungkapan dan uslub(gaya bahasa) yang berbeda-beda tetapi maknanya tetap satu. Maka sebagiannyaa serupa dengan sebagian yang lainteapi maknanya cocok dan serasi. Tak ada kontradiktif di dalamnya. Adapun mengenai masalahcabang agama yang bukan pokok, ayat-ayatnya ada yang  bersifat umum da samar-samae (mutasyabih) yang memberikan pluang bagi mujtahid yang handal ilmunya untuk dapat mengembalikannya kepada yang tegas maksudnya (muhkam)dengan cara mngembalikan masalah cabang kepada masalah pokok, dan yang bersifat partikalkepadaa yng bersifat universal. Sementara itu beberapa hati yaang memperturutkan hawa nafsu teresat dengan ayat yang mutasyabih ini. Dengan ketegasan dan kejelasan dalm masalh pokok dan keumuman dalam masaalah cabaang tersebut, maka Islam menjadi agama abadi bgi umat manusia yang menjamin baginya kebaikan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat, di sepanjang masa dan waktu.

RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian dari al muhkam dan al mutasyabih ?
2.      Perbedaan al muhkam dan al mutasabyh ?
3.      Perbedaan pendapat tentang kemungkinan mengetahui mutasyabih?
4.      Bagaimana sebab-sebab adannya al mhhkam dan al  mutasabyh 
5.      Macam-macam dari al muhkam dan al mutasabyh
6.      Hikmah dan Nilai- Nilai Pendidikan dalam Ayat- Ayat Muhkam dan Mutasyabih
7.      Hikmah Keberadaan Ayat-ayat Mutasyabihat Dalam Al-Qur’an


TUJUAN PENULISAN
1.      Dapat mengetahui pengertian dari al muhkam dan al mutasabih
2.      Dapat mengetahui perbedaan al muhkam dan al mutasabih
3.      Dapat mengetahui perbedaan pendapat tentang al muhkam dan al mutasabih
4.      Dapat memahami sebab-sebab adannya al muhkam dan al mutasabih
5.      Dapat mengerti macam macam dari al muhkam dan al mutasyabih
6.      Dapat mengetahui Hikmah dan Nilai- Nilai Pendidikan dalam Ayat- Ayat Muhkam dan Mutasyabih
7.      Dapat mengetahui Hikmah Keberadaan Ayat-ayat Mutasyabihat Dalam Al-Qur’an



























BAB II
 PEMBAHASA


·         Sejarah Ayat Muhkam dan Mutasyabih

Secara tegas dapat dikatakan bahwa asal mula adanya ayat-ayat muhkamah dan mutasyabihat ialah dari Allah SWT. Allah SWT memisahkan atau membedakan ayat-ayat yang muhkam dari yang mutasyabih, dan menjadikan ayat muhkam sebagai bandingan ayat yang mutasyabihat. Allah SWT berfirman:
هوالّذي انزل عليك الكتب منه ايت محكمت هن ام الكتب واخر متشبهت (ال عمران:)

Artinya: “Dia-lah yang telah menurunkan Al-Kitab (Alquran) kepada kamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi Alquran, dan yang lain ayat-ayat mutasyabihat”. (Q. S. Ali Imron: 7)
Dari ayat tersebut, jelas Allah SWT menjelaskan bahwa Dia menurunkan Alquran itu ayat-ayatnya ada yang muhkamat dan ada yang mutasyabihat. Menurut kebanyakan ulama, sebab adanya ayat-ayat muhkamat itu sudah jelas, yakni sebagaimana sudah ditegaskan dalam ayat 7 surah Ali Imran di atas. Di samping itu, Al Quran merupakan kitab yang muhkam, seperti keterangan ayat 1 surah Hud:
كتب احكمت ايته (هو د:)
Artinya: “Suatu Kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi”.
Juga karena kebanyakan tertib dan susunan ayat-ayat Alquran itu rapi dan urut, sehingga dapat dipahami umat dengan mudah, tidak menyulitkan dan tidak samar artinya, disebabkan kebanyakan maknanya juga mudah dicerna akal pikiran. Tetapi sebab adanya ayat-ayat mutasyabihat dalam Alquran ialah karena adanya kesamaran maksud syarak dalam ayat-ayat-Nya sehingga sulit dipahami umat, tanpa dikatakan dengan arti ayat lain, disebabkan karena bisa dita’wilkan dengan bermacam-macam dan petunjuknya pun tidak tegas, karena sebagian besar merupakan hal-hal yang pengetahuannya hanya dimonopoli oleh Allah SWT.


·         Muhkamdan Mutasyabih dalam Arti Umum
Kata al-hukm berarti memutuskan dua hal atau perkara. Maka hakim adalah orang yang mencegah yang zalim dan memutuskan antara dua pihak yang bersengketa, serta memisahkan antara yang hak daan yang baatil dan antara kebenaran dan kebohongan.
Muhkam berarti (sesuatu) yaang dikokohkan. Ihkam al-kalam berati mengokohkan perkataan dengan memisahkan berita yang benar dari yang salah, dan urusan yang lurus dari yang sesat. Jadi, kalam muhkam adalah perkataaan yang seperti sifatnya.
Mutasyabih secara bahasa berarti tasyabuh, yakin bahwa salah satu dari dua hal seruap dengan yang lain. Dan syubhah ialah keadaan salah satu dari dua hal itu tidak dapat dibedakan dari yang lain karena adanya kemiripan diantara keduanya secara konkrit maupun abstrak. Jadi, tasyabuh al-kalam adalah kesamaan dan kesesuaian perkataan, karea sebagiannya membetulkan sebagian yang lain.

·         Perbedaan MUHKAM dan MUTASYABIH

Dalam Qur’an terdapat ayat-ayat muhkam dan mutasyabih dalam arti khusus. Mengenai pengertian muhkam dan mutasyabih terdapat banyak perbedaan pendapat. Yang terpenting adalah sebagai berikut:
1.      Muhkan adalah ayat yang mudah diketahui maksudnya, sedang mutasyabih hanyalah diketahui maksudnya oleh Allah sendiri.
2.      Muhkam adalah ayat yang hanya mengandung satu wajah, sedang mutasyabih mengandung banyak wajah.
3.      Muhkan adalaah yang maksudnya dapat diketahui secara langsung, tanpa memerlukan keterangan lain, sedang mutasyabih tidak demikian; ia memerlukan penjelasan dengan merujuk ayat lain.
Para Ulama memberikan contoh ayat-ayat muhkam dalam Qur’an dengan ayat-ayat nasikh, ayat-ayat tentang halal, haram, hukuman, kewajibaan, janji dan ancaman. Sementara untuk ayat-ayat mutasyabih mereka mencontohkan dengan ayat-ayat mansukh dan ayat-ayat tentang Asma Allah dan sifat-sifat-Nya.

·         Pandangan Para Ulama Menyikapi Ayat-ayat Mutasyabih

Pada dasarnya perbedaan pendapat para Ulama dalam menanggapi sifat-sifat mutasyabihat dalam Al-Qur’an dilatarbelakangi oleh perbedaan pemahaman atas firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surah Ali Imran ayat 7.
Subhi Al-Shalih membedakan pendapat para ulama ke dalam dua mazhab, yaitu:
1.   Mazhab Salaf
Yaitu orang-orang yang mempercayai dan mengimani sifat-sifat mutasyabihat ini dan menyerahkan hakikatnya kepada Allah sendiri. Para Ulama Salaf mengharuskan kita berwaqaf (berhenti) dalam membaca QS. Ali Imran : 7 pada lafal jalalah. Hal ini memberikan pengertian bahwa hanya Allah yang mengerti takwil dari ayat-ayat mutasyabihat yang ada. Mazhab ini juga disebut mazhab Muwaffidah atau Tafwid
2.   Mazhab Khalaf
Yaitu orang-orang yang mentakwilkan (mempertangguhkan) lafal yang mustahil dzahirnya kepada makna yang layak dengan zat Allah. Dalam memahami QS. Ali-Imran : 7 mazhab ini mewaqafkan bacaan mereka pada lafal “Warraasikhuuna fil ‘Ilmi”. Hal ini memberikan pengertian bahwa yang mengetahui takwil dari ayat-ayat mutasyabih adalah Allah dan orang-orang yang Rasikh (mendalam) dalam ilmunya. Mazhab ini disebut juga Mazhab Muawwilah atau Mazhab Takwil.
Berikut ini adalah beberapa contoh sifat-sifat mutasyabih yang menjadikan perbedaan pendapat antara mazhab Salaf dan mazhab Khalaf:
1. Lafal “Ístawa” pada Al-Qur’an surah Thaha ayat 5. Allah berfirman:
Artinya: “(yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas ‘Ars.”
Dalam ayat ini diterangkan bahwa pencipta langit dan bumi ini adalah Allah Yang Maha Pemurah yang bersemayam di atas Arsy.
Menurut mazhab Salaf, arti kata Istiwa’ sudah jelas, yaitu bersemayam (duduk) di atas Arsy (tahta). Namun tata cara dan kafiatnya tidak kita ketahui dan diharuskan bagi kita untuk menyerahkan sepenuhnya urusan mengetahui hakikat kata Istiwa’ itu kepada Allah sendiri. Sedangkan mazhab Khalaf memaknakan Istiwa’ dengan ketinggian yang abstrak berupa pengendalian Allah terhadap alam ini tanpa merasa kepayahan.
2. Lafal “yadun”  pada Al-Qur’an surah Al-Fath ayat 10. Allah berfirman:
Artinya: ”Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu Sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah tangan Allah di atas tangan mereka.”
Pada ayat di atas terdapat lafal yadun yang secara bahasa berarti tangan. Para ulama salaf mengartikan sebagaimana adanya dan menyerahkan hakikat maknanya kepada Allah. Sedangkah ulama Khalaf memaknai lafal yadun dengan “kekuasaan” karena tidak mungkin Allah itu mempunyai tangan seperti halnya pada makhluk.

·         Sikap Para Ulama Terhadap Ayat-Ayat Al-Mutasyabih

Para ulama berbeda pendapat tentang apakah arti ayat-ayat mutasyabih dapat diketahui oleh manusia, atau hanya Allah saja yang mengetahuinya. Sumber perbedaan mereka terdapat dalam pemahaman struktur kalimat pada QS. ‘Ali Imran : 7
Dalam memahami ayat tersebut, muncul dua pandapat. Yang pertama, Wa al-rasikhuna fi al-‘ilm di-athaf-kan pada lafazh Allah, sementara lafazh yaaquluna  sebagai hal. Itu artinya, bahwa ayat-ayat mutasyabih pun diketahui orang-orang yang mendalami ilmunya. Yang kedua, Wa al-rasikhuna fi al-‘ilm sebagai mubtada’ dan yaaqulunasebagai khabar. Itu artinya bahwa ayat-ayat mutasyabih hanya diketahui oleh Allah, sedangkan orang-orang yang mempelajari ilmunya hanya mengimaninya.
Ada sedikit ulama yang berpihak pada ungkapan gramatikal yang pertama. Seperti Imam An-Nawawi, didalamSyarah Muslim, ia berkata, “Pendapat inilah yang paling shahih karena tidak mungkin Allah mengkhitabi hamba-hambaNya dengan uraian yang tidak ada jalan untuk mengetahuinya.”. Kemudian ada Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Ishaq Asy-Syirazi yang mengatakan, “Tidak ada satu ayatpun yang maksudnya hanya diketahui Allah. Para ulama sesungguhnya juga mengetahuinya. Jika tidak, apa bedanya mereka dengan orang awam?”.
Namun sebagian besar sahabat, tabi’in, generasi sesudahnya, terutama kalangan Ahlussunnah berpihak pada gramatikal ungkapan yang kedua. Seperti pendapat dari :
1.      Al-Bukhari, Muslim, dan yang lainnya mengeluarkan sebuah riwayat dari Aisyah yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda ketika mengomentari QS. ‘Ali Imran ayat 7 :
“Jika engkau menyaksikan orang-orang yang mengikuti ayat-ayat mutasyabih untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, orang itulah yang dicela Allah, maka berhati-hatilah menghadapi mereka.”
2.      Ibn Abu Dawud, dalam Al-Mashahif,  mengeluarkan sebuah riwayat dari Al-A’masy. Ia menyebutkan bahwa diantara qira’ah Ibn Mas’ud disebutkan :
“Sesungguhnya penakwilan ayat-ayat mutasyabih hanya milik Allah semata, sedangkan orang-orang yang mendalami ilmunya berkata, “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabih.”
3.      Imam Malik pernah ditanya mengenai pengertian lafadz istawa. Ia mengatakan: Istawa adalah diketahui. dan bagaimananya adalah sesuatu yang tidah diketahui. Bertanya tentangnya adalah Bid’ah
   Sedang Ar-raghib Al-Ashfahany mengambil jalan tengah dalam masalah ini. Beliau membagi mutasyabih dari segi kemungkinan mengetahuinya menjadi tiga bagan:
1.      Bagian yang tak ada jalan untuk mengetahuinya, seperti waktu tibanya hari kiamat.
2.      Bagian manusia menemukan sebab-sebab mengetahuinya, seperti lafadz-lafadz yang ganjil, sulit difahami namun bisa ditemukan artinya.
3.      Bagian yang terletak di antara dua urusan itu yang hanya diketahui oleh Ulama’ yang mumpuni saja.





·         Sebab-Sebab Adanya AyatMutasyabbih

Dikatakan dengan tegas, bahwa sebab adanya ayat Muhkam dan Mutasyabih ialah karena Allah SWT menjadikan demikian. Allah membedakan antara ayat – ayat yang Muhkam dari yang Mutasyabih, dan menjadikan ayat Muhkam sebagai bandingan ayat yang Mutasyabih.
Pada garis besarnya sebab adanya ayat – ayat Mutasyabihat dalam Al – Qur’an ialah karena adanya kesamaran maksud syara’ dalam ayat – ayat-Nya sehingga sulit dipahami umat, tanpa dikatakan dengan arti ayat lain, disebabkan karena bisa dita’wilkan dengan bermacam – macam dan petunjuknya pun tidak tegas, karena sebagian besar merupakan hal – hal yang pengetahuanya hanya dimonopoli oleh Allah SWT saja.
Adapun adanya ayat Mutasyabihat dalam Al – Qur’an desebabkan 2(dua) hal :
A. Kesamaran Lafal
1. Kesamaran Lafal Mufrad, dibagi menjadi 2 (dua) :
a. Kesamaran lafal Mufrad Gharib (asing)
Contoh : Lafal dalam ayat 31 surat Abasa : kata Abban jarang terdapat dalam Al Qur’an, sehingga asing. Kemudian dalam ayat selanjutnya , ayat 32 : (untuk kesenangan kamu dan binatang – binatang ternakmu), sehingga jelas dimaksud Abban adalah rerumputan.
b. Kesamaran Lafal Mufrad yang bermakna Ganda. Kata Al – Yamin bisa bermakna tangan kanan, keleluasan atau sumpah.
2.       Kesamaran dalam Lafal Murakkab
 Kesamaran dalam lafal Murakkab itu disebabkan karena lafal yang Murakkab terlalu ringkas, terlalu luas atau karena susunan kalimatnya kurang tertib.
B. Kesamaran pada Makna Ayat

Kesamaran pada makna ayat seperti dalam ayat – ayat yang menerangkan sifat – sifat Allah, seperti sifat rahman rahim-Nya, atau sifat qudrat iradat-Nya, maupun sifat – sifat lainnya. Dan seperti makna dari ihwal hari kiamat, kenikmatan surga, siksa kubur, dan sebagainya manusia bisa mengerti arti maksud ayat-Nya, sedangkan mereka tidak pernah melihatnya




·         Macam – Macam Ayat Muhkam dan Mutasyabih

Sesuai dengan sebab-sebab adanya ayat mutasyabihat dalam Alquran dengan adanya kesamaran maksud syarak dalam ayat-ayat-Nya sehingga sulit dipahami umat, tanpa dikatakan arti yang lain, disebabkan karena bisa dita’wilkan dengan bermacam-macamayat mutasyabihat itu ada 3 macam, sebagai berikut:
1.    Ayat-ayat mutasyabihat yang tidak dapat diketahui oleh seluruh umat manuia, kecuali Allah SWT.
Contohnya seperti Dzat Allah SWT, hakikat sifat-sifat-Nya, waktu datangnya hari kiamat dan sebagainya. Hal-hal ini termasuk urusan-urusan ghaib yang diketahui Allah SWt, seperti ayat 34 surah Lukman:
Artinya: “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat., dan Dialah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati.”
2.      Ayat-ayat mutasyabihat yang dapat diketahui oleh semua orang dengan jalan pembahasan dan pengkajian yang mendalam.
Contohnya seperti merinci yang mujmal, menentukan yang musytarak, mengqayyidkan yang mutlak, menertibkan yang kurang tertib, dan sebagainya.
3.      Ayat-ayat mutasyabihat yang hanya dapat diketahui oleh para pakar ilmu dan sain, bukan oleh semua orang, apalagi orang awam. Hal-hal ini termasuk urusan-urusan yang hanya diketahui oleh Allah SWT dan orang-orang yang rosyikh ilmu pengetahuannya, seperti keterangan ayat 7 surah Ali Imrom: 1








·         Hikmah dan Nilai- Nilai Pendidikan dalam Ayat- Ayat Muhkam dan Mutasyabih

Al-Quran adalah rahmat bagi seluruh alam, yang didalamnya terdapat berbagai mukzijat dan keajaiban serta berbagai misteri yang harus dipecahkan oleh umat di dunia ini.Alloh tidak akan mungkin memberikan sesuatu kepada kita tanpa ada sebabnya. Di bawah ini ada beberapa hikmah tentang adanya ayat-ayat muhkan dan mutasyabih, diantara hikmahnya adalah :

1.      Andai kata seluruh ayat Al-Qur’an terdiri dari ayat-ayat muhkamat, maka akan sirnalah ujian keimanan dan amal karena pengertian ayat yang jelas.
2.      Apabila seluruh ayat Al-Qur’an mutasyabihat, niscaya akan padamlah kedudukannya sebagai penjelas dan petunjuk bagi manusia orang yang benar keimanannya yakin bahwa Al-Qur’an seluruhnya dari sis Allah, segala yang datang dari sisi Allah pasti hak dan tidak mungkin bercampur dengan kebatilan.
لاَ يَأْتِيْهِ الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلاَ مِنْ خَلْفِهِ تَنْزِيْلٌ مِنْ حَكَيْمٍ حَمِيْدٍ
Terjemahan: “Tidak akan datang kepadanya (Al-Qur’an) kebatilan, baik dari depan maupun dari belakang, yang diturunkan dari Tuhan yang Maha Bijaksana lagi Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji”.(Q.S. Fushshilat [41]: 42)

3.      Al-Qur’an yang berisi ayat-ayat muhkamat dan ayat-ayat mutasyabihat, menjadi motivasi bagi umat Islam untuk terus menerus menggali berbagai kandungannya sehingga kita akan terhindar dari taklid, membaca Al-Qur’an dengan khusyu’ sambil merenung dan berpikir.
4.      Ayat-ayat Mutasyabihat ini mengharuskan upaya yang lebih banyak untuk mengungkap maksudnya, sehingga menambah pahala bagi orang yang mengkajinya. Jika Al-Quran mengandung ayat-ayat mutasyabihat, maka untuk memahaminya diperlukan cara penafsiran dan tarjih  antara satu dengan yang lainnya. Hal ini memerlukan berbagai ilmu, seperti ilmu bahasa, gramatika, ma’ani, ilmu bayan, ushul fiqh dan sebagainya. Apabila ayat-ayat mutasyabihat itu tidak ada niscaya tidak akan ada ilmu-ilmu tidak akan muncul.
Menurut Yusuf Qardhawi, adanya muhkam  dan mutasyabih sebenarnya merupakan ke-mahabijaksanaan-Nya Allah, bahwa Al-Qur’an ditujukan kepada semua kalangan, karena bagi orang yang mengetahui berbagai tabiat manusia, di antara mereka ada yang senang terhadap bentuklahiriyah dan telah merasa cukup dengan bentuk literal suatu nash. Ada yang memberikan perhatian kepada spritualitas suatu nash, dan tidak merasa cukup dengan bentuk lahiriyahnya saja, sehingga ada orang yang menyerahkan diri kepada Allah dan ada orang yang melakukan pentakwilan, ada manusia intelek dan manusia spiritual. mengajarkan ”ajaran” muhkam dan mutasyabih kepada manusia agar kita mengakui adanya perbedaankarakter pada setiap individu, sehingga kita harus menghargainya. Kalau kita sebagai guru, sudah sepatutnya meneladani-Nya untuk kita aplikasikan dalam menyampaikan pelajaran yang dapat diterima oleh peserta didik yang berbeda-beda dalam kecerdasan dan karakter.


·         Hikmah Keberadaan Ayat-ayat Mutasyabihat Dalam Al-Qur’an

Dalam pembahasan ini perlu dijelaskan faedah atau hikmah ayat-ayat mutasyabihat, diantaranya :

  1. Memperlihatkan kelemahan akal manusia. Akal sedang dicoba untuk meyakini keberadaan ayat-ayat mutasyabih sebagaimana Allah memberi cobaan pada badan untuk beribadah. Seandainya akal yang merupakan anggota badan paling mulia itu tidak diuji, tentunya seseorang yang berpengetahuan tinggi akan menyombongkan keilmuannya sehingga enggan tunduk kepada naluri kehambaannya. Ayat-ayat mutasyabih merupakan sarana bagi penundukan akal terhadap Allah karena kesadaraannya akan ketidakmampuan akalnya untuk mengungkap ayat-ayat mutasyabih itu.
2.                      Teguran bagi orang-orang yang mengutak-atik ayat-ayat mutasybih. Sebagaimana Allah menyebutkan wa ma yadzdzakkaru ila ulu al-albab sebagai cercaan terhadap orang-orang yang mengutak-atik ayat-ayat mutasyabih. Sebaliknya Allah memberikan pujian bagi orang-orang yang mendalami ilmunya, yakni orang-orang yang tidak mengikuti hawa nafsunya untuk mengotak-atik ayat-ayat mutasyabih sehingga mereka berkata rabbana la tuzighqulubana. Mereka menyadari keterbatasan akalnya dan mengharapkan ilmu ladunni.
3.                      Membuktikan kelemahan dan kebodohan manusia. Sebesar apapun usaha dan persiapan manusia, masih ada kekurangan dan kelemahannya. Hal tersebut menunjukkan betapa besar kekuasaan Allah SWT, dan kekuasaan ilmu-Nya yang Maha Mengetahui segala sesuatu.
4.                      Memperlihatkan kemukjizatan Al-Quran, ketinggian mutu sastra dan balaghahnya, agar manusia menyadari sepenuhnya bahwa kitab itu bukanlah buatan manusia biasa, melainkan wahyu ciptaan Allah SWT.
5.                      Mendorong kegiatan mempelajari disiplin ilmu pengetahuan yang bermacam-macam.









BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN


Muhkam adalah ayat yang memberikan makna yang jelas dan dapat dijangkau oleh pemahaman akal. Sedangkan mutasyabih adalah ayat yang memberikan makna yang tidak jelas, tidak dapat berdiri sendiri dan membutuhkan keterangan yang lain.
Para ulama berbeda terhadap adanya ayat-ayat muhkam dan mutasyabih. Sebagian ulama berpendapat bahwa ayat mutasyabih tidak dapat diketahui kecuali hanya oleh Allah. Mereka mencoba mengembalikan ayat mutasyabih kepada ayat muhkam.
Hikmah adanya ayat-ayat mutasyabihat adalah dengan adanya ayat-ayat mutasyabihat, membuktikan kelemahan dan kebodohan manusia. Sebesar apapun usaha dan persiapan manusia, masih ada kekurangan dan kelemahannya. Hal tersebut menunjukkan betapa besar kekuasaan Allah SWT, dan kekuasaan ilmu-Nya yang Maha Mengetahui segala sesuatu.





















DAFTAR PUSTAKA

Khalil al Qattan ,manna, 2015, STUDI ILMU-ILMU AL-QUR’AN, Bogor, Pt.MINTRA KERJAYA INDONESIA


No comments:

Post a Comment