BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Beriman kepada hari
Akhir dan kejadian yang ada padanya merupakan salah satu rukun iman yang wajib
diyakini oleh setiap muslim. Untuk mencapai kesempurnaan iman terhadap hari
Akhir, maka semestinya setiap muslim mengetahui peristiwa dan tahapan yang akan
dilalui manusia pada hari tersebut. Di antaranya yaitu masalah hisab
(perhitungan) yang merupakan maksud dari iman kepada hari Akhir. Karena,
pengertian dari beriman kepada hari kebangkitan adalah, beriman dengan hari
kembalinya manusia kepada Allah lalu dihisab. Sehingga hakikat iman kepada hari
kebangkitan adalah iman kepada hisab ini.
Rumusan Masalah
1.
Apakah
hisab itu?
2.
Untuk
siapa hisab diberlakukan?
3.
Kapan
hisab terjadi?
4.
Bagaimana
proses berjalannya hisab?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Hisab
Diriwayatkan dari ‘Abdullah ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَجْمَعُ اللهُ
الأَوَّلِيْنَ وَالآخِرِيْنَ لِمِيْقَاتِ يَوْمٍ مَعْلُوْمٍ قِيَامًا أَرْبَعِيْنَ
سَنَةً شَاخِصَةً أَبْصَارُهُمْ يَنْتَظِرُوْنَ فَصْلَ الْقَضَاءِ
“Allah mengumpulkan semua manusia dari yang
pertama sampai yang terakhir, pada waktu hari tertentu dalam keadaan berdiri
selama empat puluh tahun. Pandangan-pandangan mereka menatap (ke langit), menanti
pengadilan Allah.” [1]
Pengertian hisab disini adalah, peristiwa Allah menampakkan kepada
manusia amalan mereka di dunia dan menetapkannya.[2]Atau Allah mengingatkan dan
memberitahukan kepada manusia tentang amalan kebaikan dan keburukan yang telah
mereka lakukan.[3]
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah menyatakan, Allah akan menghisab seluruh makhluk dan berkhalwat
kepada seorang mukmin, lalu menetapkan dosa-dosanya.[4] Syaikh Shalih Ali Syaikh
mengomentari pandangan ini dengan menyatakan, bahwa inilah makna al muhasabah
(proses hisab). Demikian juga Syaikh Ibnu Utsaimin menyatakan, muhasabah adalah
proses manusia melihat amalan mereka pada hari Kiamat.[5]
Hisab menurut istilah aqidah memiliki dua pengertian.
Pertama. Al ‘Aradh (penampakan dosa dan pengakuan), mempunyai dua pengertian.
Pertama. Al ‘Aradh (penampakan dosa dan pengakuan), mempunyai dua pengertian.
1. Pengertian umum,
yaitu seluruh makhluk ditampakkan di hadapan Allah dalam keadaan menampakkan
lembaran amalan mereka. Ini mencakup orang yang dimunaqasyah hisabnya dan yang
tidak dihisab.
2. Pemaparan amalan
maksiat kaum Mukminin kepada mereka, penetapannya, merahasiakan (tidak dibuka
dihadapan orang lain) dan pengampunan Allah atasnya. Hisab demikian ini
dinamakan hisab yang ringan (hisab yasir).[6]
Kedua. Munaqasyah
(diperiksa secara sungguh-sungguh) dan inilah yang dinamakan hisab
(perhitungan) antara kebaikan dan keburukan.
Untuk itulah Syaikhul
Islam menyatakan, hisab, dapat dimaksudkan sebagai perhitungan antara amal
kebajikan dan amal keburukan, dan di dalamnya terkandung pengertian munaqasyah.
Juga dimaksukan dengan pengertian pemaparan dan pemberitahuan amalan terhadap
pelakunya.[7]Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam menyatakan di dalam sabdanya:
مَنْ حُوسِبَ عُذِّبَ
قَالَتْ عَائِشَةُ فَقُلْتُ أَوَلَيْسَ يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى فَسَوْفَ
يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا قَالَتْ فَقَالَ إِنَّمَا ذَلِكِ الْعَرْضُ وَلَكِنْ
مَنْ نُوقِشَ الْحِسَابَ يَهْلِكْ
“Barangsiapa yang dihisab, maka ia tersiksa”.
Aisyah bertanya,”Bukankah Allah telah berfirman ‘maka ia akan diperiksa dengan
pemeriksaan yang mudah’ [8]” Maka Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab: “Hal itu adalah al ‘aradh. Namun barangsiapa yang
dimunaqasyah hisabnya, maka ia akan binasa”.
B. Yaumul Hisab
Yaumul hisab atau hari perhitungan amal
adalah hari dimana Allah memperlihatkan kepada hamba-hamba-Nya tentang amal mereka.
Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ
إِلَيْنَا إِيَابَهُمْ (25) ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا حِسَابَهُمْ (26)
“Sungguh,
kepada Kami-lah mereka kembali. kemudian sesungguhnya (kewajiban) Kami-lah
membuat perhitungan atas mereka.” (QS. Al-Ghasyiyah: 25
– 26).
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam sering berdoa di dalam sholat dengan mengucapkan:
اَللَّهُمَّ
حَاسِبْنِيْ حِسَابًا يَسِيْرَا
Allohumma haasibni hisaaban
yasiiro (Ya Allah, hisablah diriku dengan hisab yang mudah.”
Kemudian ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha bertanya tentang apa itu hisab yang mudah? Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab: “Allah memperlihatkan kitab
(hamba)-Nya kemudian Allah memaafkannya begitu saja. Barangsiapa yang
dipersulit hisabnya, niscaya ia akan binasa.” [9]
C. Bentuk-Bentuk Hisab
di Akhirat
Allah Ta’ala berfirman:
الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” (QS. Yasin: 65)
Allah Ta’ala berfirman:
وَقَالُوا لِجُلُودِهِمْ لِمَ شَهِدتُّمْ عَلَيْنَا قَالُوا أَنطَقَنَا اللَّهُ الَّذِي أَنطَقَ كُلَّ شَيْءٍ وَهُوَ خَلَقَكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
“Dan mereka
berkata kepada kulit mereka: “Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami?” Kulit
mereka menjawab: “Allah yang menjadikan segala sesuatu pandai berkata telah
menjadikan kami pandai (pula) berkata, dan Dia-lah yang menciptakan kamu pada
kali pertama dan hanya kepada-Nya lah kamu dikembalikan.” (QS. Alfusilat: 21)
Allah Ta’ala
berfirman:
يَا أَيُّهَا الإِنسَانُ إِنَّكَ كَادِحٌ إِلَى رَبِّكَ كَدْحًا فَمُلاقِيهِ. فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ. فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا
“Hai manusia,
sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka
pasti kamu akan menemui-Nya. Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah
kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah.” (QS. Al-Insyiqaq: 6-8)
Dari Anas bin Malik radhiallahu anhu dia berkata:
كُنَّا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَضَحِكَ فَقَالَ هَلْ تَدْرُونَ مِمَّ أَضْحَكُ؟ قُلْنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ مِنْ مُخَاطَبَةِ الْعَبْدِ رَبَّهُ. يَقُولُ: يَا رَبِّ أَلَمْ تُجِرْنِي مِنْ الظُّلْمِ؟ يَقُولُ: بَلَى. فَيَقُولُ: فَإِنِّي لَا أُجِيزُ عَلَى نَفْسِي إِلَّا شَاهِدًا مِنِّي. فَيَقُولُ: كَفَى بِنَفْسِكَ الْيَوْمَ عَلَيْكَ شَهِيدًا وَبِالْكِرَامِ الْكَاتِبِينَ شُهُودًا. فَيُخْتَمُ عَلَى فِيهِ فَيُقَالُ لِأَرْكَانِهِ انْطِقِي قَالَ فَتَنْطِقُ بِأَعْمَالِهِ. ثُمَّ يُخَلَّى بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْكَلَامِ فَيَقُولُ: بُعْدًا لَكُنَّ وَسُحْقًا فَعَنْكُنَّ كُنْتُ أُنَاضِلُ
“Suatu ketika
kami pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu beliau
tertawa dan bertanya: “Tahukah kalian apa yang membuatku tertawa?” Kami
menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau bersabda, “Aku
menertawakan percakapan seorang hamba dengan Rabbnya. Ia berkata, “Wahai Rabb,
bukankah Engkau telah menghindarkanku dari kezhaliman?” Allah menjawab, “Ya.”
Ia berkata, “Sesungguhnya aku tidak mengizinkan diriku (untuk dihisab) kecuali
jika saksinya berasal dari diriku sendiri.” Allah berfirman, “Kalau begitu pada
hari ini cukuplah jiwamu yang menjadi saksi atas dirimu,” (Al Israa`: 16) dan
juga para malaikat yang mulia yang mencacat amalanmu menjadi para saksi.” Maka
dibungkamlah mulutnya dan dikatakan kepada anggota badannya, “Bicaralah.” Maka
anggota badannya pun mengungkap semua amal perbuatan yang dilakukannya.” Beliau
meneruskan, “Kemudian diapun dibiarkan berbicara maka dia berkata, “Menjauh dan
celakalah kalian, untuk melindungi kalianlah aku berjuang?” [10]
Abdullah bin Umar
radhiallahu ‘anhuma pernah ditanya oleh seorang lelaki, “Bagaimana anda
mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda tentang an-najwaa
(pembicaraan rahasia antara Allah dengan hamba-Nya pada hari kiamat)?” Maka dia
berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ يُدْنِي الْمُؤْمِنَ فَيَضَعُ عَلَيْهِ كَنَفَهُ وَيَسْتُرُهُ فَيَقُولُ أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا فَيَقُولُ نَعَمْ أَيْ رَبِّ حَتَّى إِذَا قَرَّرَهُ بِذُنُوبِهِ وَرَأَى فِي نَفْسِهِ أَنَّهُ هَلَكَ قَالَ سَتَرْتُهَا عَلَيْكَ فِي الدُّنْيَا وَأَنَا أَغْفِرُهَا لَكَ الْيَوْمَ فَيُعْطَى كِتَابَ حَسَنَاتِهِ وَأَمَّا الْكَافِرُ وَالْمُنَافِقُونَ فَيَقُولُ الْأَشْهَادُ: هَؤُلَاءِ الَّذِينَ كَذَبُوا عَلَى رَبِّهِمْ أَلَا لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الظَّالِمِينَ
“Sesungguhnya
Allah mendekat kepada seorang mukmin lalu Dia melindungi dan menutupinya. Lalu
Allah berfirman, “Apakah kamu mengenal dosamu yang ini? Apakah kamu mengenal
dosamu yang ini?” Maka mukmin tersebut berkata: “Ya, wahai Rabbku”. Hingga
ketika Dia telah membuat dia mengakui semua dosanya dan dia memandang bahwa
dirinya akan celaka, Allah berfirman, “Aku telah menutupi semua dosamu itu di
dunia dan Aku mengampuninya untukmu pada hari ini.” Maka orang itu diberikan
kitab catatan kebaikannya. Adapun orang kafir dan orang-orang munafik, maka
para saksi berkata, “Mereka itulah orang-orang yang mendustakan Rabb mereka.
Maka laknat Allah atas orang-orang yang zhalim”. (QS. Hud: 18) (HR. Al-Bukhari no. 24Selain )
Qishash, pada hari
kiamat Allah Ta’ala juga menetapkan adanya hisab atas setiap hamba-hambaNya,
yang mukmin maupun yang kafir. Adapun bentuk hisabnya, maka sesuai dengan
hikmah dan keadilan Allah. Di antara mereka ada yang dihisab dengan hisab yang
mudah, yang kaifiatnya sebagaimana dijabarkan dalam hadits Abdullah bin Umar
radhiallahu anhuma di atas. Di antara mereka ada yang dihisab dan diadili
dengan saksi dari anggota tubuh mereka sendiri. Dan di antara mereka ada yang
dosanya diperdengarkan dengan keras di hadapan seluruh makhluk untuk
mempermalukan mereka.
Allahumma hasibnaa hisaban yasira (Ya Allah, hisablah kami dengan hisab yang mudah)
Allahumma hasibnaa hisaban yasira (Ya Allah, hisablah kami dengan hisab yang mudah)
D. CARA HISAB SEORANG
MUKMIN DAN KAFIR
Allah Subhanahu wa Ta’ala yang Maha Pengasih dan
Maha Lembut tidak menghisab kaum Mukminin dengan munaqasyah, namun mencukupkan
dengan al aradh. Dia hanya memaparkan dan menjelaskan semua amalan tersebut di
hadapan mereka, dan Dia merahasiakannya, tidak ada orang lain yang melihatnya,
lalu Allah berseru : “Telah Aku rahasiakan hal itu di dunia, dan sekarang Aku
ampuni semuanya”.
Demikian dijelaskan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Ibnu ‘Umar, beliau
berkata :
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ اللَّهَ يُدْنِي الْمُؤْمِنَ
فَيَضَعُ عَلَيْهِ كَنَفَهُ وَيَسْتُرُهُ فَيَقُولُ أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا
أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا فَيَقُولُ نَعَمْ أَيْ رَبِّ حَتَّى إِذَا قَرَّرَهُ
بِذُنُوبِهِ وَرَأَى فِي نَفْسِهِ أَنَّهُ هَلَكَ قَالَ سَتَرْتُهَا عَلَيْكَ فِي
الدُّنْيَا وَأَنَا أَغْفِرُهَا لَكَ الْيَوْمَ فَيُعْطَى كِتَابَ حَسَنَاتِهِ
وَأَمَّا الْكَافِرُ وَالْمُنَافِقُونَ فَيَقُولُ الْأَشْهَادُ هَؤُلَاءِ
الَّذِينَ كَذَبُوا عَلَى رَبِّهِمْ أَلَا لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الظَّالِمِينَ
Aku telah mendengar
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah
mendekati seorang mukmin, lalu meletakkan padanya sitar dan menutupinya (dari
pandangan orang lain), lalu (Allah) berseru : ‘Tahukah engkau dosa ini? Tahukah
engkau dosa itu?’ Mukmin tersebut menjawab,’Ya, wahai Rabb-ku,’ hingga bila
selesai meyampaikan semua dosa-dosanya dan mukmin tersebut melihat dirinya
telah binasa, Allah berfirman,’Aku telah rahasiakan (menutupi) dosa itu di
dunia, dan Aku sekarang mengampunimu,’ lalu ia diberi kitab kebaikannya.
Sedangkan orang kafir dan munafik, maka Allah berfirman : ‘Orang-orang inilah
yang telah berdusta terhadap Rabb mereka’. Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan)
atas orang-orang yang zhalim”. [HR al Bukhari].
Adapun orang-orang
kafir, mereka akan dipanggil di hadapan semua makhluk. Kepada mereka
disampaikan semua nikmat Allah, kemudian akan dipersaksikan amalan kejelekan
mereka disana. Dijelaskan dalam hadits Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
فَيَلْقَى الْعَبْدَ
فَيَقُولُ أَيْ فُلْ أَلَمْ أُكْرِمْكَ وَأُسَوِّدْكَ وَأُزَوِّجْكَ وَأُسَخِّرْ
لَكَ الْخَيْلَ وَالْإِبِلَ وَأَذَرْكَ تَرْأَسُ وَتَرْبَعُ فَيَقُولُ بَلَى قَالَ
فَيَقُولُ أَفَظَنَنْتَ أَنَّكَ مُلَاقِيَّ فَيَقُولُ لَا فَيَقُولُ فَإِنِّي
أَنْسَاكَ كَمَا نَسِيتَنِي ثُمَّ يَلْقَى الثَّانِيَ فَيَقُولُ أَيْ فُلْ أَلَمْ
أُكْرِمْكَ وَأُسَوِّدْكَ وَأُزَوِّجْكَ وَأُسَخِّرْ لَكَ الْخَيْلَ وَالْإِبِلَ
وَأَذَرْكَ تَرْأَسُ وَتَرْبَعُ فَيَقُولُ بَلَى أَيْ رَبِّ فَيَقُولُ
أَفَظَنَنْتَ أَنَّكَ مُلَاقِيَّ فَيَقُولُ لَا فَيَقُولُ فَإِنِّي أَنْسَاكَ
كَمَا نَسِيتَنِي ثُمَّ يَلْقَى الثَّالِثَ فَيَقُولُ لَهُ مِثْلَ ذَلِكَ
فَيَقُولُ يَا رَبِّ آمَنْتُ بِكَ وَبِكِتَابِكَ وَبِرُسُلِكَ وَصَلَّيْتُ
وَصُمْتُ وَتَصَدَّقْتُ وَيُثْنِي بِخَيْرٍ مَا اسْتَطَاعَ فَيَقُولُ هَاهُنَا
إِذًا قَالَ ثُمَّ يُقَالُ لَهُ الْآنَ نَبْعَثُ شَاهِدَنَا عَلَيْكَ
وَيَتَفَكَّرُ فِي نَفْسِهِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْهَدُ عَلَيَّ فَيُخْتَمُ عَلَى
فِيهِ وَيُقَالُ لِفَخِذِهِ وَلَحْمِهِ وَعِظَامِهِ انْطِقِي فَتَنْطِقُ فَخِذُهُ
وَلَحْمُهُ وَعِظَامُهُ بِعَمَلِهِ وَذَلِكَ لِيُعْذِرَ مِنْ نَفْسِهِ وَذَلِكَ
الْمُنَافِقُ وَذَلِكَ الَّذِي يَسْخَطُ اللَّهُ عَلَيْهِ
Lalu Allah menemui hambaNya
dan berkata : “Wahai Fulan! Bukankah Aku telah memuliakanmu, menjadikan engkau
sebagai pemimpin, menikahkanmu dan menundukkan untukmu kuda dan onta, serta
memudahkanmu memimpin dan memiliki harta banyak?” Maka ia menjawab: “Benar”.
Allah berkata lagi: “Apakah engkau telah meyakini akan menjumpaiKu?” Maka ia
menjawab: “Tidak,” maka Allah berfirman : “Aku biarkan engkau sebagaimana
engkau telah melupakanKu”. Kemudian (Allah) menemui orang yang ketiga dan
menyampaikan seperti yang disampaikan di atas. Lalu ia (orang itu) menjawab:
“Wahai Rabbku! Aku telah beriman kepadaMu, kepada kitab suciMu dan rasul-rasul
Mu. Juga aku telah shalat, bershadaqah,” dan ia memuji dengan kebaikan
semampunya. Allah menjawab: “Kalau begitu, sekarang (pembuktiannya),” kemudian
dikatakan kepadanya: “Sekarang Kami akan membawa para saksi atasmu,” dan orang
tersebut berfikir siapa yang akan bersaksi atasku. Lalu mulutnya dikunci dan
dikatakan kepada paha, daging dan tulangnya: “Bicaralah!” Lalu paha, daging dan
tulangnya bercerita tentang amalannya, dan itu untuk menghilangkan udzur dari
dirinya. Itulah nasib munafik dan orang yang Allah murkai. [HR Muslim].
Demikianlah keadaan tiga
jenis manusia. Yang pertama seorang mukmin, ia mendapatkan ampunan dan
kemuliaan Allah. Yang kedua seorang yang kafir dan ketiga orang munafik.
Keduanya mendapat laknat dan kemurkaan Allah
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Diriwayatkan dari ‘Abdullah ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَجْمَعُ اللهُ
الأَوَّلِيْنَ وَالآخِرِيْنَ لِمِيْقَاتِ يَوْمٍ مَعْلُوْمٍ قِيَامًا أَرْبَعِيْنَ
سَنَةً شَاخِصَةً أَبْصَارُهُمْ يَنْتَظِرُوْنَ فَصْلَ الْقَضَاءِ
“Allah mengumpulkan
semua manusia dari yang pertama sampai yang terakhir, pada waktu hari tertentu
dalam keadaan berdiri selama empat puluh tahun. Pandangan-pandangan mereka
menatap (ke langit), menanti pengadilan Allah.”
Tidak
ada yang bisa ditutupi oleh para umat di hadapan Allah SWT. Karna Allah SWT memiliki catatan
tentang amal-amal umat dan penentuan tempatnya nanti (Surga atau Neraka) berdasar
pada banyaknya catatan amal baik atau buruk umat tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Rijal Hamid, Syamsul. 2008.
Buku Pintar Agama Islam : Edisi Yang Disempurnakan. Bogor. Lembaga Pengajaran/Kajian
dan Konsultasi Agama Islam (LPKAI) “CAHAYA ISLAM”.
Al-Adnani, Abu Fatiah. 2007.
Fitnah & Petaka Akhir Zaman : Detik-Detik Menuju Hari Kehancuran Alam
Semesta. Surakarta. Granada Mediatama.
http//: www.sunatullah.com
[1] Diriwayatkan oleh Ibnu
Abi ad-Dunya dan ath-Thabrani. Hadits ini dinilai shahih oleh al-Albani
dalam Shahih at-Targhib wat-Tarhib, no.3591
[3] Syarh al ‘Aqidah al
Wasithiyah, Khalil Haras, Tahqiq Alwi Abdilqadir as Sagaf, Cetakan Kedua, Tahun
1415H, Dar al Hijrah, hlm. 209.
[5] Syarh al ‘Aqidah al
Washithiyah, Ibnu ‘Utsaimin, Cetakan ke-2, Tahun 1415 H, Dar Ibnul Jauzi, 2/152
[6] Mukhtashar Ma’arij al
Qabul Hafizh al Hakami, diringkas oleh Hisyam Ali ‘Uqdah, Cetakan Ketiga, Tahun
1413H, hlm. 246.
[7] Dar’u Ta’arudh al Aqli
wan Naqli, Ibnu Taimiyyah, Tahqiq Muhammad Rasyaad Saalim, tanpa tahun, 5/229.
[9] Diriwayatkan oleh Ahmad,
VI/48, 185, al-Hakim, I/255, dan Ibnu Abi ‘Ashim dalam Kitaabus
Sunnah, no. 885. Hadits ini dinilai shohih oleh al-Hakim dan
adz-Dzahabi
[10] Hr. Muslim no. 1054
No comments:
Post a Comment