Blog Archive

Tuesday, October 25, 2016

IH1 SEJARAH PENULISAN AL-HADIST PERIODE KEDUA



SEJARAH PENULISAN AL-HADIST PERIODE KEDUA

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata kuliah
STUDI HADITS I
Dosen Pengampu:
Qoidatul Marhumah, M.Th.I

Disusun oleh Kelompok IV :
1.Khoirun Nikmah
933201216
2.Dewi masrurotul Hidayati  
933201416
3.M. Faisol Teguh Fahmi
933202716
4.Naim Nurfana Himayatun
933202516
5.Nashrudin  Ahmad
933201716
6.Nur Afifah
933200816
7.Sabila Muhtadin
933200216



PROGRAM STUDI ILMU HADITS JURUSAN USHULUDDIN
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI                                                  (STAIN) KEDIRI
2016




KATA PENGANTAR

Puji syukur  kehadirat ALLOH  SWT,atas segala rahmat dan hidayahnya yang dilimpahkan,kami  dapat mengerjakan tugas ini dengan sebaik-baiknya.
Adapun maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas UTS mata kuliah  STUDI HADITS” di dalam makalah ini kami akan menjelaskan materi yang berjudul”SEJARAH PENULISAN AL-HADIST PERIODE KEDUA”kami menyadari akan keterbatasan dalam menyusun makalah ini,namun semua itu kami telah berusaha semaksimal mungkin,dengan demikian makalah ini jauh dari sempurna.Oleh karena itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun serta membantu sangat kami harapkan demi kesempurnaaan dalam penyusunan makalah ini.
            Akhirnya penyusun menyampaikan terimakasih kepada Ibu QOIDATUL MARHUMAH,M.Th.I,sebagai dosen pengampu yang peduli memberikan bimbingan dan wawasan yang bermanfaat bagi penyusun demi terwujudnya makalah ini.
            Kami berdo’a semoga makalah ini bermanfa’at dan dapat menjadi amal kebaikan dan mendapat balasan dari balasan dari ALLOH SWT.Amiin Yaa Robbal ‘alamin.

Kediri,11 oktober 2016


                                                                                                Penyusun



DAFTAR ISI

Halaman judul........................................................................................................................ i
Kata Pengantar...................................................................................................................... ii
Daftar isi................................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang................................................................................................................... 1
B.Rumusan Masalah.............................................................................................................. 2
C.Tujuan Pembahasan............................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A.Fenomena Waham Pada Masa Sahabat............................................................................. 3
B.Periode Sahabat (munculnya shahifah-shahifah sahabat).................................................. 6
BAB III PENUTUP
A.Kesimpulan........................................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA











BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hadits  telah ada sejak awal perkembangan Islam adalah sebuah kenyataan yang tidak dapat diragukan lagi. Sesunggunhya semasa hidup Rasulullah adalah wajar sekali jika kaum muslimin (para sahabat r.a.) memperhatikan apa saja yang dilakukan maupun yang diucapkan oleh beliau,terutama sekali yang berkaitan dengan fatwa-fatwa keagamaan. Orang-orang Arab yang suka menghafal dan syair-syair dari para penyair mereka, ramalan-ramalan dari peramal mereka dan pernyataan-pernyataan dari para hakim,tidak mungkin lengah untuk mengisahkan kembali perbuatan-perbuatan dan ucapan-ucapan dari seorang yang mereka akui sebagai seorang Rasul Allah SWT.
Di samping sebagai utusan Allah SWT, Nabi adalah panutan dan tokoh masyarakat. Selanjutnya dalam kapasitasnya sebagai apa saja (Rasul, pemimpin masyarakat, panglima perang, kepala rumah tanggal, teman) maka, tingkah laku, ucapan dan petunjuknya disebut sebagai ajaran Islam. Beliau sendiri sadar sepenuhnya bahwa agama yang dibawanya harus disampaikan dan terwujud secara kongkret dalam kehidupan nyata sehari-hari.Karena itu, setiap kali ada kesempatan Nabi memanfaatkannya berdialog dengan para sahabat dengan berbagai media, dan para sahabat juga memanfaatkan hak itu untuk lebih mendalami ajaran Islam.
Hadits Nabi yang sudah diterima oleh para sahabat, ada yang dihafal dan ada pula yang dicatat. Sahabat yang banyak menghafal hadis dapat disebut misalnya Abu Hurairah, sedangkan sahabat Nabi yang membuat catatan hadis diantaranya ; Abu Bakar Shidiq, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Amr bin Ash, dan Abdullah bin Abbas.
Minat yang besar dari para sahabat Nabi untuk menerima dan menyampaikan hadits disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya : Pertama, Dinyatakan secara tegas oleh Allah dalam al-Qur’an, bahwa Nabi Muhammad adalah panutan utama (uswah hasanah) yang harus diikuti oleh orang-orang beriman dan sebagai utusan Allah yang harus ditaati oleh mereka.
Kedua, Allah dan Rasul-Nya memberikan penghargaan yang tinggi kepada mereka yang berpengetahuan.Ajaran ini telah mendorong para sahabat untuk berusaha memperoleh pengetahuan yang banyak, yang pada zaman Nabi, sumber pengetahuan adalah Nabi sendiri.
Ketiga, Nabi memerintahkan para sahabatnya untuk menyampaikan pengajaran kepada mereka yang tidak hadir. Nabi menyatakan bahwa boleh jadi orang yang tidak hadir akan lebih paham daripada mereka yang hadir mendengarkan langsung dari Nabi. Perintah ini telah mendorong para sahabat untuk menyebarkan apa yang mereka peroleh dari Nabi.

B. Rumusan Masalah:
1.   Bagaimana sejarah penulisan Hadits pada Periode Kedua ?
2.   Apa yang  menjadi landasan para sahabat untuk mengetahui tentang penulisan hadits tersebut ?
    
C. Tujuan Pembahasan       
1.Untuk mengetahui sejarah penulisan Hadits pada periode Kedua
2. Untuk mengetahui landasan para sahabat untuk mengetahui tentang penulisan hadits  pada periode kedua












BAB II

PEMBAHASAN

A.    Fenomena Waham pada Masa Sahabat
1.    Sahabat dan Fenomena Waham
Di masa awal Islam, tidak ada satu pun sahabat yang punya niatan  mendustakan Rosululloh SAW. Mereka adalah orang-orang yang mencurahkan diri dan harta benda untuk menyebarkan agama Alloh serta membantu dakwah Rosululloh SAW.Alloh telah mengamanati mereka untuk mengemban agama ini dan menyampaikannya kepada generasi sesudahnya.
Sebagaimana suku kaumnya, walaupun para sahabat mempunyai kecerdasan rasio dan kekuatan hafalan, namun mereka tidak luput dari kesalahan dan kekeliruan.Oleh karena itu, tidak jarang sebagian sahabat mengalami waham dalam meriwayatkan beberapa hadist.Naum baiknya, para sahabat lainnya tidak tinggal diam ketika melihat kekeliruan itu.Sebagian sahabat langsung meluruskan dan menegur kesalahan itu.
Salah satunya adalah riwayat Ibnu ‘Umar bahawa sesungguhnya mayat itu disiksa karena tangisan keluarganya.Kemudian ‘Aisyah menjelaskan bahwa Ibnu ‘Umar telah waham dalam periwayatan hadist ini.Sebab, hadist ini muncul dalam konteks sorang yahudi meninggal lantas keluarganya menangisinya. Maka Rosululloh saw. mengabarkan bahwa sang mayat sedang disiksa di dalam kubur sementara keluarganya menangisinya.[1]
Kesalahan asumsi para sahabat ini tidaklah banyak, kalau dibandingkan generasi sesudahnya. Itu pun langsung dikoreksi oleh sahabat lain yang merasa terpanggil untuk mengemban sunnah Rosululloh saw.
Biasanya, reaksi sahabat tatkala mendengar sahabt lain meriwayatkan sebauh hadist yang tidak cocok dengan apa yang mereka dengarkan langsung dari Rosululloh saw., mereka cepet-cepat mengkonfirmasi kesalahan asumsi tersebut. ini-lah sikap pertama. Sikap kedua adalah, ketika mendengar sebuah riwayat hadist dari orang lain, para sahabat cepat-cepat melakukan klarifikasi dan pengecekan. Barisan Khulafa’ al-Rasyidin adalah yang paling teguh melakukan klarifikasi untuk menjaga kejernihan sunnah. Bagi mereka, kalrifikasi dan pengecekan dalam hadist ini adalah prinsip utama.

2.    Klarifikasi Khulafa’ al-Rasyidin
Para Khulafa’ al-Rasyidin telah mewariskan sebuah tradisi  klarifikasi dalam periwayatan. Sebuah tradisi yang sangat terpuji dan efektif. Karena ini cara yang paling penting dan mendasar. Sebab, riwayat dari Rosululloh saw., merupakan dalil mengikat dan tidak ada jalan untuk lari darinya. Karena itu, ketaatan kepada Rosululloh saw., wajib dilakukan berdasar teks Al-Qur’an.
Padahal tidak semua orang mendengar langsung dari Rosululloh saw. Dengan demikian, pasti ada perantara dalam periwayatan antara para sahabat dengan Rosululloh saw. Antara Rosululloh saw. dengan para sahabat. Sebab, dalam banyak kesempatan tidak mungkin semua sahabat mendengar langsung setiap ucapan Rosululloh saw. Sementara itu segala sesuatu yang dapat mengantar kepada kewajiban maka hukumnya wajib juga.Ini merujuk pada kaidah usul fiqih bahwa “Sesuatau yang kewajiban tidak bisa sempurna tanpanya maka sesuatu itu pun bernilai wajib.”
Rosululloh saw. telah menginstruksikan untuk menyampaikan semua sabdanya. Umpamanya, hadist dari Abu Bakrah bahwa Rosululloh saw. bersabda “Hendaknya orang yang hadir menyampaikan pada orang yang tidak hadir, karena sesungguhnya orang yang hadir (menyaksikan) itu kiranya lebih sadar daripada orang yang lainnya.”69
Contoh klarifikasi para Khulafa’ al-Rasyidin adalah sebagai berikut:
Pertama, klarifikasi Abu Bakar
Ibnu Ubay Dzua’ib bercerita.Suatu hari datanglah seorang nenek kepada Abu Bakar.Dia bertanya tentang bagian warisannya berapa. Abu Bakar menjawab,”Didalam kitab Alloh, Anda tidak mendapat bagian sama sekali. Dalam sunnah Rosululloh saw. aku tidak pernah mendengar Anda mendapatkan jarah. Kembalilah Anda nanti, karena aku akan bertanya kepada sahabt lain.”
Abu Bakar bertanya kepada sahabat lain. Al-Mughirah bin Syu’bah berkata,”Aku pernah melihat Rosululloh saw. memberikan bagian seperenam kepada nenek.”
“Apakah ada saksi lain selain engkau yang menyaksikan hadist ini.” Tanya abu bakar tidak langsung percaya. Maka berdirilah Muhammad bin Maslamah al-Anshari. Dia mengamini perkataan Mugharirah bin Syu’bah. Akhirnya Abu Bakar menetapkan keputusan berlandaskan hadist riwayat dua sahabat ini.”73
Kedua, klarifikasi ’Umar bin al-Khattab
Dari Miswal bin Mukharamah. Dia meriwayatkan, ‘Umar bin al-Khattab pernah bermusyawarah dengan para sahabat lainnya dalam masalah pengguguran bayi (aborsi)74 . Untuk memutuskan masalah ini, Al-Mughirah bin Syu’bah mengatakan,”Aku pernah menyaksikan Rosululloh saw. menetapkan kewajiban pemerdekaan seorang budak75 laki-laki ataupun perempuan.”
Ketiga,klarifikasi Ali bin Abi Thalib
Ali berkata, “Sesungguhnya aku adalah laki-laki yang apabila mendengar hadist dari Rosululloh saw. maka Alloh mencurahkan manfaat padaku dari sisi-Nya. Kalu ada seorang yang datang kepadaku dan menyampaikan hadist Rosululloh saw. maka aku memintanya untuk mengucapkan sumpah atas kebenaran hadist ini. Kalau dia sudah bersumpah maka aku bisa membenarkannya.”80
Dalam contoh-contoh diatas, kita bisa menyaksikan bahwa para sahabat tidak begitu mudah percaya kepada orang-orang yang meriwayatkan hadist sebelum  ada saksi lain,dan pada saat itu masih dalam Kholifah Abu Bakar As-Shiddiq,dan belum ada penerapan modifikasi hadist masih dari mulut-kemulut.




B.Perode Sahabat: Munculnya shahifah-shahifah Sahabat
1.Sikap Sahabat terhadap Dokumentasi Tertulis Hadits.
            Sejumlah sumber menyebutkan bahwa sikap sahabat terbagi menjadi dua kelompok ketika dihadapkan pada persoalan penulisan hadits.Sebagian sahabat meman dikabarkan tidak menyetujui penulisan hadits,namun sebagian lagi justru membolehkanya.Ibn al-shalah dan Ibnu Katsir menyebutkan bahwa kelompok sahabat yang tidak menyetujui penulisan Hadits adalah ‘umar ibn al-khattab,ibnu mas’ud,zaid bin Tsabit,Abu Musa al-Asy’ari,Abu sa’id al-khudriy,dan lainya.Sedangkan kelompok sahabat yang membolehkan penulisan Hadits adalah ‘Aliy ibn Abi Thalib,al-Hasan ibn ‘Aliy,Anas ibn Malik,dan lainya.
            Muhammad Shadiq Najmiy,seorang ulama’ Syi’ah,tampaknya menerima pengelompokan seperti itu.Menurutnya nama-nama sahabat seperti Abu Bakr,Umar Ibn Al-khaththab,Ibnu Mas’ud,Abu sa’id al-khudriy termasuk kelompok yang tidak menyetujui penulisan hadits,sementara nama-nama sahabat seperti ‘Aliy ibn Abi thalib dan al-Hasan ibn ‘Aliy termasuk kelompok yang membolehkan penulisan hadits.Karena itulah,sikap umat Islam dalam hal ini terbagi menjadi:(a)yang menyetujui penulisan hadits(Aliy dan pengikutnya);dan (b)yang menentangnya(Abu Bakr dan pengikutnya).Hal ini memberi kesan bahwa sejak awal kaum syi’ah telah menyetujui penulisan hadits,sementara kaum sunni pada mulanya justru menentang penulisan hadits.Asad Haidar,Ulama’ syi’ah lainya,menyetujui bahwa nama-nama sahabat seperti ‘umar ibn al-Khaththab dan Ibn Abbas termasuk kelompok yang tidak membolehkan penulisan hadits,sedangkan nama sahabat seperti Aliy Ibn Abi Thalib termasuk dalam kelompok yang membolehkanya.
            Meski telah diakui dan disebutkan dalam sumber-sumber sunni maupun syi’ah,pengelompokkan seperti itu tampaknya masih perlu dikaji ulang.Harus diakui memang ada sebagian sumber yang menyebutkan bahwa Khalifah Abu Bakr dan Umar Ibn al-Khaththab menunjukkan sikap yang menolak penulisan hadits.Sikap itu kemudian diikuti oleh sahabat-sahabat lainya.Abu bakr, misalnya,dikabarkan telah memiliki catatan yang berisi lima ratus hadits,tetapi kemudian ia membakarnya khawatir berbuat kesalahan dalam periwayatan.Begitu pula halnya,khalifah ‘Umar ibn al-khathab dilaporkan pernah menyebarkan surat edaran ke berbagai daerah untuk membakar catatan-catatan hadits.Akan tetapi,laporan pertama tentang Abu bakr,dinilai al-Dzahabi tidak benar sama sekali.Sementara laporan kedua tentang ‘umar ibn al-khathab adalah bersumber dari yahya ibn ja’dah ataupun al-qasim ibn Muhammad yang ternyata sanadnya mursal(terputus diakhir sanad).Jika demikian,maka kedua laporan itu tidak dapat dijadikan sebagai dasar argument yang sah.Barangkali sikap yang diperlihatkan oleh para sahabat dalam hal penulisan hadits ini tidaklah bersifat permanen,tetapi hanya temporer,pasalnya menurut sebagian sumber,beberapa sahabat yang semula melarang penulisan hadits,pada akhirnya membolehkan juga ketika ‘illat(alasan hukum) dari pelarangan itu sendiri sudah tidak ada lagi.Bahkan menurut hasil penelusuran al-‘umary,sejumlah sahabat yang disebut-sebut telah melarang penulisan hadits pada kenyataanya juga memiliki catatan hadits.Lebih jauh,al-‘umary berusaha menelusuri kesejumlah sumber nama-nama sahabat yang konon telah melarang ataupun membolehkan penulisan hadits dan ternyata nama-nama itu tampak tumpang-tindih.Diantara sahabat yang dikhabarkan melarang penulisan hadits misalnya(1) Abu Bakr pernah memiliki catatan berisi lima ratus hadits,tetapi kemudian ia membakarnya;(2)’umar ibn al-khathab ynag pernah merencanakan penulisan hadits,tetapi setelah beristikharah selama satu bulan,ia mengurungkan niatnya.’Umar khawatir kalau kegiatan itu dapat memalingkan perhatian umat Islam dari Kitabulloh seperti yng pernah terjadi pada umat sebelumnya;(3) Ali ibn Abi Thalib yang juga pernah menginginkan agar catatan-catatan hadits yang ada di tangan orang-orang dihapuskan.Menurutnya orang-orang(umat) terdahulu menjadi binasa lantaran hanya mengikuti perkataan-perkataan ulama mereka dan meninggalkan kitab suci dari Tuhanya;(4) ‘Abduloh Ibn Ma’ud yang pernah diberi catatan berisi hadits,tetapi kemudian ia memberinya air dan menghapuskanya.Menurutnya ahli kitab menjadi binasa lantaran mereka telah menyingkarkan Kitabulloh di belakang punggungnya yang seolah-olah mereka tidak tahu;(5) Zaid  ibn Tsabit,Abu Hurairah,’Abdulloh ibn Abbas,Abu said al-khudriy,Abdulloh  ibn ‘Umar,dan Abu Musa al-Asy’ari yang juga dikabarkan tidak menyetujui penulisan hadits karena dikawatirkan hali itu akan menyibukkan dan menjauhkan mereka dari Al-Qur’an.
            Sedangkan nama-nama sahabat yang dikabarkan membolehkan penulisan hadits juga hamper sama,diantaranya:(1)Abu bakr yang pernah menuliskan untuk Anas Ibn Malik ketentuan-ketentuan zakat yang telah ditetapkan oleh Rasululloh SAW;(2)Umar Ibn Al-khathab yang pernah menulisakan untuk ‘Utbah Ibn Furqad beberapa hadits,dan juga dalam sarung pedangnya terdapat sahifat yang memuat tentang zakat binatang ternak;(3)’Aliy Ibn Abi Thalib yang memiliki sahifah berisi tentang hukuman denda(diat),tebusan tawanan perang dan larangan menjatuhkan hukuman kisas terhadap orang Islam yang membunuh Orang kafir;(4)’Aisyah,Abu Hurairah,Mu’awiyah ibn Abu Sufyan,’Abdulloh Ibn Abbas,’Abdulloh ibn ‘umar,Abdulloh ibn ‘Amr ibn Al-ash,Barra ibn ‘Azib,Anas ibn Malik,Hasan ibn ‘Aliy,dan Abdulloh ibn ‘Aufa yang juga dikabarkan telah mengizinkan penulisan hadits.Dari sejumlah nama yang telah disebutkan,sebagaianya adalah para sahabat yang semula tidak menyetujui penulisan hadits,tetapi akhirnya membolehkanya.
Dengan memperhatikan data-data yang disampaikan al-‘Umariy diatas,diketahui dengan jelas bahwa dari seluruh nama sahabat yang dilaporkan tidak menyetujui penulisan hadits pada kenyataanya sebagian besar memiliki catatan hadits atau setidaknya mau menuliskan hadits.Karenanya tidak ada alasan yang cukup kuat untuk  menyatakan bahwa para sahabat umumnya melarang penulisan hadits.Kalaupun larangan itu memang benar ada,maka hanya bersifat sementara.Dalam sumber-sumber sunni disebutkan bahwa diantara alasan pelarangan penulisan hadits adalah:(1) adanya kekhawatiran akan mengalihkan perhatian umat Islam  kepada Sealain Al-Qur’an;dan(2) adanya kekhawatiran akan terjadi  pencampuran antara hadits dan Al-Qur’an.Sementara disisi lain,kalangan ulama’ syi’ah semisal Syaikh Ja’far Subhaniy secara khusus tidak mau menerima kabar yang menyebutkan bahwa ‘Aliy ibn Abi Thalib telah melarang penulisan hadits. Ia juga menolak argument yang diajukan oleh para ‘Ulama Sunni mengenai larangan penulisan hadits karena dikhawatirkan akan terjadi pencampuran antara hadits dan Al-Qur’an.Menurutnya,Al-Qur’an yang mulia,dilihat dari aspek gaya bahasa maupun nilai balaghahnya,umat berlainan dengan hadits.Sehebat apapun keindahan bahasa hadits,ia tidak akan mampu menandingi bahasa Al-Qur’an,dan karenanya tidak perlu dikhawatirkan akan mendistrosi al-Qur’an.
2.Dokumen-dokumen tetulis hadits dari generasi sahabat
a.al-shahifat al-shadiqah
            Sahifah ini ditulis oleh ‘Abdulloh ibn ‘Amr(w.63H).Ia bernama lengkap Abu Muhammad ‘Abdulloh ibn ‘Amr ibn al-ash ibn Wa’il ibn Hasyim Ibn Su’aid ibn Sa’ad ibn Sahm ibn ‘Amr ibn Hushaish ibn Ka’ab ibn Lu’ayy ibn Ghalib al-Qurasyiy al-sahmiy. Tokoh yang dilahirkan pada tahun 27 SH,ini termasuk salah seorang sahabat Nabi SAW.Yang dikenal alim dan ahli ibadah.Dikabarkan ia masuk Islam lebih awal dibanding bapaknya,dan hijrah ke Madina  setelah tahun ketujuh,serta mengikuti banyak peperangan.Kemampuanya dalam hal tulis-menulis tidak diragukan lagi.Selain mahir dalam bahasa Arab,iapun mampu membaca tulisan dalam bahasa Suryani.Perhatianya terhadap hadits juga sangat tinggi.Dia bukan hanya mendengarkan,tetapi sekaligus juga menuliskan hadits-hadits dari Nabi SAW.Menurut sebuah sumber,hadits yang diriwayatkan melalui ‘Abdulloh ibn ‘Amr berjumlah 700 hadits,diantaranya ada tujuh hadits yang disepakati oleh al-Bukhariy,dan 20 hadits lagi diriwayatkan oleh Muslim.Dia secara khusus diberi izin Nabi SAW.Untuk menuliskan hadits dan ia adalah orang yang pertama kali menuliskan hadits dihadapan beliau.Naskah hadits yang dicatat oleh ‘Abdullah ibn ‘Amr ini diberi nama al-shahifat al-shadiqah.
            ‘Abdulloh ibn ‘Amr ibn al-ash telah menuliskan al-shahifat al-shadiqah sejak masa hidup Nabi SAW.Berdasarkan pengakuanya sendiri sahifah itu menghimpun hadits-hadits yang didengar langsung dari Nabi SAW.Didalamnya,menurut ibn al-Atsir,berisi 1.000 hadits.Jumlah ini barangkali hanya berdasarkan perkiraan.Diriwayatkan bahwa ia hafal 1.000 hadits,sementara menurut kabar ia telah mencatat setiap hadits yang didengarnya dari Nabi saw.Maka dapat diperkirakan jumlah hadits yang ada dalam sahifah itu sekitar 1.000 hadits.Akan tetapi,riwayat lain menyebutkan bahwa sahifah itu memuat tidak lebih dari 500 hadits.
            Keberadaan sahifah itu bagi ‘Abdulloh ibn ‘amr,sangatlah berharga.Dalam kontek ini ia pernah berkata,”tidak ada yang saya senangi dalam hidup ini,kecuali al-shadiqah dan al-wahth.”. Oleh pemiliknya naskah hadits itu disimpan dalam sebuah peti kayu agar tidak rusak.Sepeninggal ‘Abdulloh ibn ‘amr sahifah tersebut dipelihara oleh keluarganya dalam waktu yang lama.Mula-mula naskah itu diwarisi oleh salah seorang cucu laki-lakinya,syu’aib ibn Muhammad ibn ‘Abdillah ibn ‘amr(w.118/120 H).Kemudian ‘Amr ibn syu’aib menukil hadits-hadits dari sahifah itu.Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa mujahid(w.102 H) pernah melihat sahifah itu.Bahkan,ada sumber yang menyebutkan bahwa naskah itu masih eksis pada masa pemerintahan’Umar ibn abdul ‘al-aziz,pada sa’at ia dikirim kepada al-Zuhriy untuk dicatat.Naskah asli dari sahifah itu sudah tidak ditemukan lagi,tetapi hadits-haditsnya banyak yang diriwayatkan oleh ibn Hanbal dalam kitab Musnad-nya.
b.Shahifat ‘Aliy ibn Abi Thalib dan al-Shahifat al-Jami’ah.
            Aliy ibn Abi Thalib(w.40 H) adalah orang yang pertama kali masuk Islam dari kalangan pemuda.Nama lengkapnya adalah Abu al-Hasan ‘Aliy ibn Thalib ‘Abdi manaf ibn Abd al-muthalib ibn Hasyim ibn ‘Abdi Manaf al-Qurasyiy al-Hasyimiy.Ia dikenal sebagai seorang sahabat yang berilmu tinggi dan sholeh.’Aliy termasuk sekretaris Nabi SAW.yang sangat di andalkan.Perhatianya terhadap hadits sangat besar.Dia adalah seorang sahabat yang sangat menyetujui penulisan hadits.Dalam hal penulisan hadits ia tidak hanya berjalan sendiri,tetapi juga mengajak orang lain untuk mengikuti langkahnya.Bahkan dilaporkan nabi Saw.Telah mendiktekan hadits kepada menantunya itu secara langsung.Ummu salamah,salah seorang isteri Nabi SAW,telah menceritakan,”Rasululloh SAW.minta diambilkan kulit dan ‘Aliy ibn Abi Thalib berada disisi Rasululloh.Lalu Rasululloh mendiktekan haditsnya dan ‘Aliy menuliskanya sampai kulit itu penuh dengan tulisan,baik luar,dalam,maupun ujung-ujungnya”.
            Sebagian kalangan bahkan menilai bahwa al-shahifat al-Jami’ah atau Kitab ‘Aliy ‘alaih al-salam tidak lain adalah Shahifat ‘Aliy ibn Abi Thalib.Akan tetapi penulisan itu tidak dapat diterima oleh al-amiliy yang menyatakan bahwa kitab ‘Aliy ‘alaih al-salam jelas bukanlah shahifat ‘Aliy seperti yang telah dijelaskan.Sebab menurutnya,kitab ‘Aliy ‘alaih al-salam adalah sebuah sahifah yang panjangnya mencapai 70 hasta,sedangakan shahifat‘Aliy amatlah kecil yang bias diikatkan pada sarung pedang.
c.Shahifat Hasan ibn ‘Aliy
            Hasan ibn ‘Aliy(w.50 H) termasuk salah seorang cucu kesayangan Rasululloh saw.suatu ketika Nabi saw. Memberitahukan bahwa ia-bersama Husain-merupakan pemimpin pemuda penghuni syurga.Nama lengkapnya adalah al-Hasan ibn ‘Aliy ibn Abi Thalib ibn ‘Abd al-Muththalib ibn Hasyim ibn abdi Manaf.Ia dilahirkan pada III Hijriyah.Sebagaimana bapaknya,ia mempunyai perhatian besar terhadap hadits.Hasan pernah berpesan kepada orang-orang yang tidak kuat hafalanya agar mencatat hadits.Muhammad  ibn ‘aban  meriwayatkan bahwa Hasan ibn ‘Aliy berkata kepada anak-anak dan kemenakan-kemenakanya,”Belajarlah kalian selagi masih muda,dan nanti kalian akan menjadipemimpin.Bagi yang tidak kuat hafalanya hendaklah mau mencatat.
            Dikabarkan bahwa Hasan ibn ‘Aliy memiliki sebuah sahifah yang menghimpun fatwa-fatwa ‘Aliy ibn Abi Thalib.Namun,tidak diketahui secara pasti apakah dalam sahifah itu juga terdapat hadits-hadits Nabi SAW.atau hanya berisi fatwa-fatwa ‘Aliy saja.Abd al-Rahman ibn Abi laila pernah bertanya kepada Hasan tentang pendapat ‘Aliy tentang masalah khiar.Iapun minta diambilkan kotak segi empat,kemudian dikeluarkan dari kotak itu sebuah sahifah warna kuning,dan ternyata didalamnya tetulis fatwa ‘Aliy tentang khiar.Kalaupun sahifah ini hanya berisi fatwa-fatwa ‘Aliy,maka hal  itu bagi kaum Syi’ah tidaklah menjadi masalah karena fatwa para imam Syi’ah telah dianggap sebagai hadits yang bersumber dari Rasululloh SAW.
d.Shahifat Jabir ibn ‘Abdillah
            Jabir ibn ‘Abdillah(w.78 H) termasuk salah seorang sahabat Nabi SAW.Nama lengkapnya adalah Abu ‘Abdillah Jabir ibn ‘Abdillah ibn ‘Amr ibn Haram ibn Tsa’labah ibn Haram ibn Ka’ab ibn Ghanm ibn Ka’ab ibn salamah al-Anshariy al-Khazrajiy al-salamiy al-madaniy.Ia termasuk sahabat yang ikut serta dalam Bai’at al-Ridlwan,menyaksikan peristiwa Aqabah II,serta ikut berperang bersama Rasululoh saw.sebanyak 16 kali.Ia adalah Imam besar,mujtahid dan mufti dimadinah pada masanya.Sebuah sumber menyebutkan bahwa hadits-hadits yang diriwayatkan melalui Jabir ibn ‘Abdillah ini mencapai 1.540 hadits,58 hadits diantaranya disepakati oleh al-Bukhariy dan Muslim,26 hadits lainya diriwayatkan oleh al-Bukhariy,dan 126 hadits lagi diriwayatkan oleh Muslim.
            Diberitahukan bahwa Jabir ibn ‘Abdillah memiliki sebuah sahifah hadits yang dikenal dengan nama Shahifat Jabir ibn ‘Abdillah.Sebenarnya Jabir tidak pernah secara khusus mencatat kumpulan haditsnya,tetapi dia selalu mempersiapkan catatan hadits yang akan didiktekan kepada murid-muridnya pada pengajian hadits yang diadakan secara teratur diMasjid Madinah.Kumpulan hadits yang dimilikinya mencapai lebih dari seribu hadits.Oleh berbagai sumber kumpulan hadis ini disebut dengan Sahifah.Seorang tabiin,Qatadah Ibn Di’amah al-Saddusiy(w.118 H) dalam sebuah riwayat mengaku bahwa dia telah hafal hadits-hadits yang ada dalam Shahifat Jabir ibn ‘Abdillah.Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Qatadah  meriwayatkan hadits dari Shahifat sulaiman al-Yasykuriy,dan sulaiman ini mempunyai sebuah kitab yang berasal dari Jabir.Kemungkina Sulaiman meriwayatkan hadits-hadits dari Jabir dalam sahifahnya-dia sendiri termasuk salah seorang murid Jabir-dan sekaligus menyalin Sahifah itu.Qatadah barangkali meriwayatkan Shahifat Jabir ibn ‘Abdillah dari Sulaiman.Selain itu, ada riwayat yang menyebutkan bahwa Jabir mempunyai sebuah kitab kecil tentang manasik Haji yang kemudian ditulis kembali oleh Muslim dalam kitab Haji.Kitab ini barangkali tidak sama dengan Shahifat Jabir.
e.Nuskhat Samurah ibn Jundub
            Samurah ibn Jundub(w.58 H) termasuk salah seorang ulama dari generasi sahabat. Ia bernama lengkap Samurah ibn Jundub ibn Hilal al-Fazariy.Ada laporan bahwa dia memiliki beberapa hadits.Sejumlah orang telah meriwayatkan hadits darinya,diantaranya adalah Sulaiman,Abu Qilabah,’Abdulloh ibn Buraidah,Abu Raja’ al-Utharidiy,Abu Nadlrah al-‘Abdiy, al-Hasan al-Basyriy,dan ibn Sirin.Iapun dilaporkan telah menghimpun hadits-hadits Nabi SAW. Dalam bentuk buku.Buku ini dinamakan dengan nuskhah,tetapi adakalanya juga dikenal dengan nama shahifah,risalah,dan kitab.Salman,putra Samurah,al-Hasan al-Basyriy,dan ibn sirin telah menerima kumpulan hadis itu dan sekaligus meriwayatkan hadits darinya.
f.Kitab dan Mushaf Fatimah al-Zahra’
            Fatimah al-Zahra(w.11 H) adalah putri Rasululloh saw. Dan istri dari ‘Aliy ibn Abi Thalib.Nama lengkapnya adalah Fathimah bint Rasulillah Shallallah ‘alaih wa Sallam Abi al-Qasim Muhammad ibn ‘Abdillah ibn ‘abd al-Muthalib ibn Hasyim ibn ‘Abdi Manaf al-Quraisyi al-Hasyimiyyah. Ia dilaporkan memiliki shohifah atau kitab yang berisi wasiatnya sendiri. Dalam wasiat itu tercantum hadis- hadis nabi. Al-Qasim ibn al-fadl mengatakan bahwa ia telah diberitahu oleh Muhammad ibn Aliy yang mengungkapkan, “Saya menyalin wasiat fatimah dan saya kirimkan kepada umar ibn ‘Abd al-aziz. Dalam wasiat itu terdapat keterangan tentang kelambu yang orang-orang menyangka bahwa ia dibikin oleh Fathimah, yaitu kelambu yang pernah dilihat oleh Nabi saw. Kemudian beliau kembali, tidak mau masuk kerumah.
            Menurut kalangan syi’ah, Fathimah al-zahra juga memiliki sebuah kitab yang berasal dari bapaknya. Kitab itu dikenal dengan nama Mushaf Fathimah ’alaiha al-salam. Ada laporan yang menyebutkan bahwa kitab itu berasal dari dikte (imla’) Nabi saw. Yang dituliskan oleh aliy.Penggunaan istilah Mushaf dalam judul kitab itu boleh jadi dapat menimbulkan salah persepsi.Istilah ini sering kali diidentikkan dengan kitab suci Al-qur’an. Padahal Mushaf sebenarnya bukanlah sebuah nama yang merujuk kaepada setiap kitab yang dicatat pada lembaran-lembaran, sebagai mana halnya istilah shohifah. Lebih jauh, dalam sejumlah hadis syi’ah diungkapkan bahwa Mushaf Fathimah jelas-jelas bukan Mushaf Al-qur’an. Sebagian hadis syi’ah menyebutkan bahwa Mushaf itu tidak lain adalah sebuah kitab yang berisi kumpulan wasiat fathimah sendiri.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dengan demikian pada sahabat  nabi sangat kritis dan hati-hati dalam  periwayatan hadis. Tradisi kritis dikalangan sahabat menunjukkan bahwa mereka sangat peduli tentang kebenaran dalam periwayatan hadis: Pertama, para sahabat sebagaimana dirintis oleh al-khulafa’ al-rasyidin, bersikap cermat dan hati-hati dalam menerima suatu  riwayat . Ini dikarnakan  meriwayatkan  hadis nabi merupakan hal penting sebagai wujud kewajiban  taat  kepadanya. Berhubung tidak setiap periwayat menerima riwayat langsung dari nabi, maka dibutuhkan perantara antara periwayat setelah sahabat, bahkan antara sahabat sendiri dengan Rosullah  saw. Karena tidak dimungkinkan pertemuan langsung dengannya. Kedua para sahabat  melakukan  penelitian  dengan  cermat terhadap periwayat maupun  isi riwayat itu sendiri. Ketiga, para sahabat, sebagai mana dipelopori abu bakar, mengharuskan adanya saksi dalam  periwayatan hadis. Keempat, para sahabat, sebagaimana dipelopori ali ibn abi thalib, meminta sumpah dari periwayat hadis. Kelima, para sahabat menerima riwayat dari satu orang yang terpercaya. Keenam, diantara para sahabat terjadi penerimaan dan periwayatan hadis tanpa pengecekan terlebih dahulu apakah benar dari nabi atau perkataan orang lain dikarenakan mereka memiliki agama yang kuat sehingga tidak mungkin berdusta.
Bukti hadis yang mereka buat antara lain hadis yang mendeskreditkan muawiyah dan  menyanjunga ali beserta pengikutnya. Mereka juga membuat hadis-hadis palsu yang mencela para sahabat khususnya abu bakar, umar ibn al-khatab, dan  sahabat-sahabat lainnya. Kaum  syi’ah yang banyak membuat hadis palsu adalah  kelompok  al-rafidhoh yang  menurut  ibn  taymiyah  seperti dikutip ‘ajjaj al-khathib, pada masa ali berkuasa di kufah  sudah ada. Mereka beranggapan bahwa berdusta untuk kebaikan diperbolehkan. John Burton, seorang orientalis menyatakan: “One of the leaders of  the shi’a was suspected of fabrication” (salah seorang pemimpin syi’ah dicurigai membuat hadis pulsa.


DAFTAR PUSTAKA

DR.Saifuddin,M.AG.ARUS TRADISI TADWIN HADITS DAN HISTORIOGRAFI ISLAM,Yogyakart:pusataka pelajar,2011
Dr.Idri,M.Ag,Studi Hadits,Jakarta:PRENADA MEDIA GROUP,2010
Salahuddin bin Ahmad al-Adlabi,Menalar Sabda Nabi,Yogyakarta:Insan madani,2010


[1]Pembahasan tentang kesalahan asumsi (waham) para sahabat,dan upaya koreksi mereka terhadap hal itu banyak dikupas pada bahasan selanjutnya.
69Shahih al-Bukhari 1/167-168
73 Sunan Ibnu Majah nomor hadist 2724 dan Sunan Abu Dawud nomor hadist 2894
74 Apa saja yang jatuh dari tangan akan gugur dan pecah. Kata asalnya adalah amlasha. Sedangkan arti kata di atas imlahs al-mar’at al-janin berarti dia telah mematiakan bayi sebelum bayi itu lahir (aborsi). Lihat al-Nihayah karya Ibnu al-Atsir 4/113.
75 Maknanya adalah budak itu sendiri baik laki-laki ataupun perempuan. Kata al-ghurah pada asalnya bermakna warna putih yang ada diwajah kuda. Sesungguhnya budak itu diwajibkan bagi mereka, terutama wanita yang menggunakan janinnya. Lihat al-Nihayah 3/174.
80 Sunan al-Tirmidzi 2/196-197 dan 11/133-134

No comments:

Post a Comment