INKAR AL-SUNNAH
Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
“ULUMUL HADIS 3”
Dosen Pembimbing
Qaidatul Marhumah,
M.Th.I

Oleh:
Tutut Fatmawati
(933801115)
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
JURUSAN USHULUDIN
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI
JAWA TIMUR
2016
KATA PENGANTAR
Assalamu ‘alaikum
Wr, Wb.
Alhamdulillah, Puji syukur
kehadirat Alloh SWT yang telah melimpahkan rahmat,taufik serta hidayahnya
sehingga saya sebagai penulis dapat menyusun makalah ini untuk memenuhi tugas
mata kuliah “Ulumul Hadits 3”.
Sholawat serta serta salam tetap
tercurahkan kepada junjungan kita Nabi agung Muhammad SAW,yang telah menuntun
kita dari jalan kegelapan menuju jalan terang benerang yakni Addinul islam.
Dan tak lupa kami sebagai penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung
penyusunan makalah ini.
Kami sadar dalam penulisan makalah
ini masih jauh dari kata sempurna maka dari itu kritik dan saransangat kami
harapkan untuk memperbaiki penyusunan makalah berikutnya.
Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.
Kediri, 04 Oktober 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Islam adalah
sistem nilai dan ajaran illahiyah yang bersifat transendental. Sebagai suatu
sistem universal, Islam akan selalu hadir dinamis dan menyegarkan serta akan
selalu mampu menjawab berbagai tantangan zaman. Hal ini didasarkan pada sumber
ajaran Islam yang kokoh yaitu Alquran, Hadits, dan Ijtihad.
Alquran adalah
firman Allah SWT yang di dalamnya terkandung ajaran pokok untuk keperluan
seluruh aspek kehidupan. Sunnah adalah segala sesuatu yang diidhafah-kan kepada
Muhammad Saw yang berisi petunjuk (pedoman) untuk kemaslahatan hidup umat
manusia.
Karena
keberadaannya sebagai sumber ajaran Islam. Alquran dan Sunnah telah menjadi
fokus perhatian umat Islam sejak zaman Nabi sendiri sampai sekarang. Namun berbeda dengan Alquran, perkembangan
Sunnah tidak semulus Alquran. Berbagai keraguan bahkan penolakan muncul seiring
pertumbuhan studi terhadap Sunnah itu sendiri.
Keraguan
tersebut lebih memuncak ketika munculnya golongan
yang mengingkari Sunnah (inkarussunnah). Kelompok ini memiliki argumentasi sendiri
atas sikap mereka itu. Berdasar dengan argumen di atas maka dibuatlah makalah
ini agar kita dapat memahami tentang sunnah menurut para pengingkarnya.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian Inkar al-Sunnah ?
2. Bagaimana
perkembangan Inkar al-Sunnah ?
3. Bagaimana
argumentasi kelompok inkar al-Sunnah ?
4. Bagaimana
Inkar al-Sunnah di wilayah regional ?
5. Apa
penyebab terjadinya Inkar al-Sunnah ?
C.
Tujuan
Penulisan
1. Untuk
mengetahui pengertian Inkar al-Sunnah ?
2. Untuk
mengetahui perkembangan Inkar al-Sunnah ?
3. Untuk
mengetahui argumentasi kelompok inkar al-Sunnah ?
4. Untuk
mengetahui Inkar al-Sunnah di wilayah regional ?
5. Untuk
mengetahui penyebab terjadinya Inkar al-Sunnah ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Inkar Al-Sunnah
Inkar al-Sunnah terdiri dari dua kata
yaitu Inkar dan Sunnah. Inkar, menurut bahasa, artinya “menolak atau mengingkari”, berasal dari kata kerja, ankara-yunkiru. Sedangkan sunnah,
menurut bahasa, mempunyai beberapa arti diantaranya adalah, “jalan yang dijalani, terpuji atau tidak, “ suatu tradisi yang
sudah dibiasakan dinamai sunnah, meskipun tidak baik.
Secara definitif Inkar al-Sunnah dapat
diartikan sebagai suatu nama atau aliran atau suatu paham keagamaan dalam
masyarakat Islam yang menolak atau mengingkari sunnah untuk dijadikan sebagai
sumber dan dasar syariat islam[1].
Dari definisi diatas dapat dipahami
bahwa Inkar Sunnah adalah paham atau pendapat perorangan atau paham kelompok,
bukan gerakan atau aliran, ada kemungkinan paham ini dapat menerima sunnah
selain sebagai sumber hukum islam, misalnya sebagai fakta sejarah, budaya, tradisi
dan lain-lain.
Sunnah yang diingkari adalah sunnah yang
shahih baik secara substansial yakni sunnah praktis, pengalaman Al-Quran (Sunnah ‘amaliyah) maupun sunnah formal
yaitu sunnah dikodifikasikan para ulama meliputi perbuatan, perkataan, dan
persetujuan Nabi SAW, bisa jadi mereka menerima sunnah secara substansial
tetapi menolak sunnah formal atau menolak seluruhnya[2].
B.
Sejarah Perkembangan Inkar Al-Sunnah
Sejarah perkembangan Inkar Sunnah hanya
terjadi dua masa, yaitu masa klasik dan masa modern. Menurut Prof. Dr. M.
Mushthafa Al-Azhami sejarah Inkar Sunnah klasik terjadi pada masa Asy-Syafi’i
(w. 204 H) abad ke-2 H/7 M, kemudian hilang dari peredarannya selama kurang
lebih 11 abad.
Kemudian pada abad modern inkar sunnah
timbul kembali di India dan Mesir dari
abad 19 M./13 H sampai pada masa sekarang. Sedangkan pada masa pertengahan
inkar sunnah tidak muncul kembali, kecuali Barat mulai meluaskan kolonialisme
ke negara-negara Islam dengan menaburkan fitnah dan mencoreng-coreng agama
islam.[3]
a. Inkar Sunnah Klasik
Inkar
Sunnah klasik terjadi pada masa Imam Asy-Syafi’i, yang menolak kehujjahan
sunnah dan menolak sunnah sebagai sumber hukum islam baik mutawatir atau pun
ahad. Imam Syafi’i yang dikenal sebagai Hashir
As-Sunnah (pembela sunnah) pernah didatangi oleh seseorang yang disebut
sebagai ahli tentang madzhab teman-temannya yang menolak seluruh sunnah, baik
mutawatir maupu ahad. Ia datang untuk berdiskusi dan berdebat dengan
Asy-Syafi’i secara panjang lebar dengan berbagai argumentasi yang ia ajukan.
Namun, semua argumentasi yang dikemukakan orang tersebut dapat ditangkis oleh
Asy-Syafi’i dengan jawaban yang argumentatif, ilmiah, dan rasional sehinnga
akhirnya ia mengakui dan menerima sunnah Nabi[4].
Begitulah, jika kita jauh dari Nabi saw,
semakin banyak orang-orang yang mencari pemecahan masalah-masalah yang mereka
hadapi hanya dengan Al-Quran saja. Sampai tokoh ahli Hadis Ayyub al-Syakhtiyani
berkta: “ Apabila anda mengajarkan hadis kepada seseorang, kemudian ia berkata,
“Ajarilah kami dengan Al-Quran saja, tidak usah memakai hadis”, maka ketahuilah
bahwa orang tersebut adalah sesat dan menyesatkan”.[5]
Ada
beberapa golongan yang menyikapi sunah Nabi secara universal, dan ada pula yang
menolak hadis karena diriwayatkan oleh sahabat tertentu. Golongan yang pro dan
kontra terhadap sunah ialah golongan Khawarij,
golongan Mu’tazilah, dan golongan Syi’ah. Mengenai sikap-sikap glongan
tersebut di bawah ini akan diuraikan secara sekilas, yaitu sebagai berikut:[6]
1. Golongan Khawarij
Dari
bentuk kebahasaan, kata khawarij adalah
bentuk jamak dari kata kharij, yang
berarti (sesuatu yang keluar). Sementara menurut pengertian terminologis, khawarij adalah kelompok atau golongan
yang keluar dan tidak loyal kepada pemimpinnya yang sah. Dan yang dimaksud
khawarij di sini adalah golongan tertentu yang memisahkan diri dari
kepemimpinan Ali bin Abi Thalib.
Apakah
khawarij menolak sunnah? Menurut Musthfa al-Siba’i menuturkan bahwa Hadis-hadis
yang diriwayatkan oleh para sahabat sebelum fitnah (perang saudara antara Ali
bin Abu Thalib dan Muawiyah) diterima oleh kelompok khawarij. Dengan alasan
bahwa sebelum kejadian itu para sahabat dinilai sebagai orang-orang yang ‘adil (muslim yang sudah akil-baligh,
tidak suka berbuat maksiat, dan selalu menjaga martabatnya). Namun sesudah
kejadian fitnah tersebut, kelompok khawarij menilai mayoritas sahabat Nabi
sudah keluar dari islam. Akibatnya, hadis-hadis yang diriwayatkan oleh para
sahabat sesudah kejadian itu ditolak oleh kelompo khawarij.[7]
2. Golongan Syi’ah
Sebagian
besar golongan Syi’ah, yang
dimaksudkan di sini ialah mereka yang masih berbeda dalam lingkungan islam,
mendiskualifikasikan (menanggap tidak cakap dan mampu) kepada Abu Bakar, Umar,
Utsman, serta umumnya para sahabat yang menjadi pengikut mereka ini, Mu’awiyah
dan Amr ibnu ‘Ash, serta sahabat lain yang terlibat dalam perampasan
kekhalifahan Ali.
Lebih
jauh, kaum Syi’ah sesungguhnya mendiskualifikasikan umumnya para sahabat,
kecuali beberapa orang yang dikenal kecintaannya kepada Ali. Mereka menolak
al-sunnah umumnya dari sahabat, kecuali yang diturunkan oleh para pengikut Ali.
Jadi jelas, bahwa sejak masa lalu, umat islam sepakat untuk menerima hadis dan
dijadikannya sebagai sumber hokum islam yang wajib dipatuhi.
Pada
masa lalu juga sudah terdapat sejumlah orang atau kelompok yang menolak hadis,
tetapi hal itu lenyap pada akhir abad ke-3. Penolakan hadis ini muncul kembali
pada abad ke-13 hijriah yang lalu, akibat pengaruh penjajahan Barat.[8]
3. Golongan Mu’tazilah
Arti
kebahasaan dari kata mu’tazilah
adalah “sesuatu yang mengasingkan diri”. Sementara yang dimaksud di sini adalah
golongan yang mengasingkan diri dari mayoritas umat islam karena mereka
berpendapat bahwa seorang muslim yang fasiq
(berbuat maksiat) tidak dapat disebut mukmin atau kafir.
Apakah
mu’tazilah menolak sunnah? Syeikh Muhammad al-Khudhari Bik berpendapat bahwa
mu’tazilah menolak sunnah. Pendapat ini berdasarkan adanya diskusi antara Imam
al-Syafi’i dengan kelompok yang mengingkari Sunnah. Sementara kelompok atau
aliran yang ada pada waktu itu di Bashrah Iraq adalah Mu’tazilah. Imam syafi’i
memang menuturkan perdebatannya dengan orang yang menolak sunnah, namun beliau
tidak menjelaskan siapa orang yang menolak sunnah itu.
Sementara
sumber-sumber yang mnenerangkan sikap mu’tazilah terhadap sunnah masih terdapat
kerancuan, apakah mu’tazilah menerima sunnah secara keseluruhan, menolak
seluruhnya, atau hanya menerima sebagian saja.[9]
Dalam
kajian Ilmu Kalam, mu’tazilah dikenal sebagai aliran akidah rasional. Karenanya
tidak mengherankan bila kelompok yang tidak senang dengan kelompok mu’tazilah
menuduh bahwa aliran ini mengingkari sunah Rasul. Ulama mu’tazilah yang
tampaknya menolak sunah, yaitu Abu Ishaq Ibrahim bin Sayyar, yang populer
dengan sebutan al-Nazham, al-Nazham mengingkari kemu’jizatan Al-Quran dari segi
susunan bahasanya, mengingkari kemu’jizatan Nabi Muhammad, dan mengingkari
hadis yang tidak dapat memberikan pengertian yang pasti untuk dijadikan sebagai
sumber syari’at islam.[10]
b. Inkar Sunnah Modern
Pada
abad ke-4 hijriah inkar sunnah muncul kembali, kali ini dengan bentuk dan
penampilan yang berbeda dari inkar sunah klasik. Apabila inkar sunah klasik
muncul di Bashrah Iraq akibat ketidaktahuan sebagian orang terhadap fungsi dan
kedudukan hadis, maka inkar sunah modern muncul di Cairo Mesir akibat pengaruh
pemikiran kolonialisme yang ingin melumpuhkan dunia islam.[11]
Inkar
Sunnah Modern banyak yang bersifat kelompok yang teroganisir, sementara
tokoh-tokohnya banyak yang mengklaim dirinya sebagai mujtahid dan pembaharu.
Para penginkar sunnah pada masa modern banyak yang bertahan pada pendiriannya,
meskipun mereka telah diterangkan urgensi sunnah dalam islam. Bahkan diantara
mereka ada yang tetap menyebarkan pemikirannya secara diam-diam, meskipun
penguasa setempat telah mengeluarkan larangan resmi terhadap aliran tersebut.
Syeikh Muhammad Abduh adalah salah seorang
yang pertama kali melontarkan gagasan Inkar Sunnah pada masa modern. Beliau
pernah berkata, “ umat islam pada masa sekarang ini tidak mempunya imam
(pemimpin) selain al-Quran, dan islam yang benar adalah islam pada masa awal
sebelum terjadinya fitnah”. Beliau juga berkata, “ umat islam sekarang tidak
mungkin bangkit selama kirab-kitab ini (kitab-kitab yang diajarkan di al-Azhar
dan sejenisnya) masih tetap diajarkan. Umat islam tidak mungkin maju tanpa
dengan semangat yang menjiwai umat islam abad pertama, yaitu al-Quran. Dan
semua hal selain al-Quran akan menjadi kendala yang menghalangi antara
al-Quran, ilmu serta amal.[12]
C.
Argumentasi Inkar Al-Sunnah
Memang
pemahaman Inkar Sunnah mempunyai beberapa argument yang dikemukakan
untuk meyakinkan alirannya, baik pada zaman imam Syafi’i maupun yang hidup pada
zaman sesudahnya. Dari berbagai argument itu ada yang berupa argument-argumen naqli (al-quran dan hadis) dan ada pula
yang berupa argument aqli (selain
al-quran dan hadis).[13]
a. Naqli
Yang
dimaksud dengan argument-argumen naqli
tidak hanya berupa ayat-ayat al-quran saja. Tetapi, juga berupa sunnah atau
hadis Nabi. Memang agak ironis juga bahwa mereka yang berfaham inkar sunnah
ternyata mengajukan sunnah dan hadis sebagai arguemen untuk membela faham
mereka. Dari argument naqli yang mereka ajukan
salah satunya ialah:
1. Al-Quran surat an-Nahl ayat 89:
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ
تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ
Artinya: “dan kami turunkan kepadamu al-Kitab
(al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu.”
2. Dan Al-Quran surat al-An’am ayat 38
Menurut
para pengingkar sunnah, kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa semua persiapan
agama telah tercakup, terperinci dan telah dijelaskan di dalam al-quran.
Sehingga untuk menjelaskan agama tidak diperlukan keterangan dari selain
al-quran yaitu sunnah atau hadis.
Kalau masih
memerlukan keterangan yang lain selain al-quran, maka bertentangan
dengan kandungan surat al-An’am diatas.[14]
Menurut pengingkar sunnah, tata cara shalat tidaklah penting, jumlah rakaat,
cara duduk, sujud, bacaan yang dibaca diserahkan kepada masing-masing pelaku
shalat. Jadi, ibadah shalat boleh saja dilakukan dengan bahasa daerah.
Dari argument yang dikemukakan diatas dapat dipahami
bahwa para pengingkar sunnah yang mengajarkan argument tersebut adalah
orang-orang yang berpendapat bahwa Nabi Muhammad tidak berhak sama sekali untuk
menjelaskan al-quran kepada umatnya.
Dalam al-quran dinyatakan bahwa orang-orang
yang beriman diperintahkan unutk patuh kepada Rasulullah. Hal itu menurut para
penginkar sunnah hanyalah berlaku pada zaman Rasulullah masih hidup, yakni
ketika menjabat Ulul Amri berada di
tangan beliau. Setelah beliau wafat, maka jabatan ulul amri berpindah kepada
orang lain. Dan karenanya, kewajiban orang-orang yang beriman patuh kepada Nabi
Muhammad menjadi gugur.[15]
b. Aqli
Argument
aqli adalah argument yang selain
al-quran dan hadis. Walaupun sebagian dari argumen itu ada yang menyinggung
sisi tertentu dari ayat-ayat al-quran ataupun hadis Nabi, namun karena yang
dibahasnya bukanlah ayat ataupun matan hadisnya secara khusus, atau
argument-argumen tersebut dimasukkan dalam argument aqli. Salah satunya adalah
sebagai berikut:
1. Al-Quran diwahyukan oleh Allah kepada
Nabi Muhammad melalui malaikat jibril dalam bahasa arab. Orang-orang yang
memilik pengetahuan bahasa arab maupun memahami al-quran secara langsung, tanpa
memerlukan bantuan penjelasan dari hadis Nabi. Dengan demikian, hadis Nabi
tidak diperlukan untuk memahami petunjuk al-quran.
2. Menurut Kasim Ahmad yang mengutip
pernyataan Juynbol seorang orientalis. Bahwasannya banyak matan-matan hadis itu
isinya bertentangan dengan al-quran, dan logika.
3. Sedangkan menurut Taufiq Sidqi, tidak
satupun hadis pada masa Nabi yang tercatat. Pencatatan terjadi setelah Nabi
wafat, dalam masa tidak tertulisnya hadis itu, manusia berpeluang untuk
memainkan dan merusak hadis sebagai mana yang telah terjadi.[16]
D.
Inkar Al-Sunnah di berbagai wilayah regional
a. India
Pada
abad yang lalu, india seluruhnya berada di bawah kekuasaan Inggris. Kaum
muslimin india pernah mengumumkan jihad untuk melepaskan diri dari belenggu
penjajahan. Meskipun perjuangan dapat dipatahkan, namun agaknya Inggris waspada
terhadap bahaya semangat jihad senjata. Oleh karena itu, inggris lalu membentuk
kelompok ulama muslimin yang fatwanya antara lain mengingkari adanya jihad
dengan senjata dalam islam.
Caranya adalah dengan mengkritik dan menolak
hadis-hadis yang membicarakan masalah jihad. Tokoh-tokoh kelompok muslimin ini
adalah Garragh Ali dan Mirza Ghulam Ahmad.
b. Mesir
Paham
inkar sunnah pada masa modern ini lahir di Mesir dan India, dimana dua negeri
tersebut merupakan pusat-pusat penyebaran ilmu dan peradaban islam pada masa
modern. Sejak Baghdad di hancurkan oleh Hulagu pada abad ke-7 H, Cairo
merupakan pusat penyebaran ilmu dan peradaban islam sampai sekarang. Karenanya
agar ilmu dan peradaban islam itu tidak tersiar ke seluruh dunia, maka “Menara Pemancar” itu harus diruntuhkan
lebih dulu.
c. Indonesia
Faham
inkar sunnah ini muncul di Indonesia sekitar tahun 1980-an yang lalu dengan
mengadakan pengajian yag mereka sebut dengan kelompok Qur’ani (kelompok
pengikut al-quran). Pengajian tersebut dipimpin oleh Haji Abdurrahman, yang
bertempat tinggal di Pedurenan, Kuningan, Jakarta Selatan.
Pengajian
dimulai setelah maghrib. Pengikutnya banyak, lama kelamaan pengajian tersebut
tidak mau memakai adzan dan iqamah karena menurut mereka tidak ada rujukannya
dalam al-quran, serta seluruh shalat
menjadi dua rakaat saja.
Ajaran
lain kelompok tersebut adalah tidak mau berpuasa pada bulan ramadhan kecuali
bagi mereka yang langsung melihat bulan, berdadasarkan pemahaman mereka tentang
ayat
“Karena itu, barang siapa diantara kamuhadir
(dinegeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada
bulan itu”. (al-baqarah:185).
Mereka
memahami ayat tersebut bahwa yang wajib berpuasa hanyalah orang yang melihat
bulan saja (kemunculan bulan baru yang menunjukkan awal Ramadhan), sedangkan
bagi yang tidak melihat bulan tidak wajib berpusa.
Akhirnya
mereka tidak ada yang berpuasa pada bulan Ramadhan karena mereka tidak melihat
bulan. Pengajian tersebut, ternyata setelah dilacak tokohnya adalah orang
Indonesia, yaitu saudara Lukman Saad yang bersasal dari Padang Panjang Sumatera
Barat dan lulusan IAIN Yogyakarta.[17]
E.
Penyebab Inkar Al-Sunnah
Dalam uraian tentang perkembangan inkar
sunnah, latar belakang timbulnya inkar sunnah adalah karena beberapa faktor,
antara lain sebagai berikut:
1. Salah paham terhadap penafsiran al-quran
2. Faktor dari sebab-sebab adanya inkar
sunnah ialah terkait dengan adanya larangan Nabi, yang notabenya adalah sabda
Nabi saw.
3. Mereka merasa angkuh dan gengsi.[18]
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Secara
definitif Inkar al-Sunnah dapat diartikan sebagai suatu nama atau aliran atau
suatu paham keagamaan dalam masyarakat Islam yang menolak atau mengingkari
sunnah untuk dijadikan sebagai sumber dan dasar syariat islam.
2.
Sejarah
inkar sunnah terjadi dua masa yaitu:
a.
Masa
klasik
b.
Masa
modern
3.
Argument-argumen
inkar sunnah
a.
Aqli
b.
Naqli
4.
Inkar
sunnah sudah terjadi di wilayah regional yaitu:
a.
India
b.
Mesir
c. indonesia
DAFTAR
PUSTAKA
Akib
Muslim, Moh. Ilmu Mustalahul Hadis
(kajian historis metodologis). Jawa Timur: Stain Kediri Press, 2010.
Khaeruman,
Badri. Ulum Al-Hadis. Bandung:
Pustaka Setia, 2010.
Mustafa
Yaqub, Ali. Kritik Hadis. Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1995.
Majid
Khon, Abdul. Ulumul Hadis. Jakarta:
Amzah, 2008.
Zuhri, Muh. Hadis Nabi .Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2003.
Sulaiman,
Noor. Antologi Ilmu Hadits. Jakarta:
Gaung Persada Press, 2008.
Sahrani,
Sohari. Ulumul Hadis. Bogor: Ghalia
Indonesia, 2015.
Ismail, Syuhudi. Hadis
Nabi Menurut Pembela, Pengingkar, dan Pemalsunya . Jakarta: Gema Insani
Press, 1995.
[13] Syuhudi
Ismail, Hadis Nabi Menurut Pembela,
Pengingkar, dan Pemalsunya (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), 15.
mengapa dibedakan menjadi inkar sunnah klasik dan modern?
ReplyDelete