INGKAR SUNAH
Makalah ini disusun
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ulumul Hadits 3
Dosen Pengampu :
Qoidatul Marhumah, M.Th.I
Disusun Oleh :
Septiani Sirojatul Khikmati (933801315)
JURUSAN USHULUDIN PROGRAM STUDI ILMU AL QUR’AN TAFSIR
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
( STAIN ) KEDIRI
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Umat Islam, baik yang ahli naql maupun yang ahli aql
telah sepakat bahwa hadits atau sunah merupakan dasar hukum Islam, yaitu salah
satu dari sumber hukum Islam dan juga sepakat tentang diwajibkannya untuk
mengikuti hadits sebagaimana diwajibkan untuk mengikuti hadits sebagaimana
diwajibkan mengikuti Al-Quran. Hal ini karena hadits merupakan mubayyin
terhadap Al-Quran. Tanpa memahami dan menguasai hadits, siapapun tidak akan
bisa memahami Al-Quran. Sebaliknya, siapapun tidak bisa memahami hadis tanpa
memahami A-Quran karena Al-Quran merupakan dasar hukum pertama, yang didalamnya
berisi garis besar syariat, dan hadis merupakan dasar hukum ke dua, yang
didalamnya berisi penjabaran dan penjelasan Al-Quran. Dengan demikian, antara
hadis dan Al-Quran memiliki kaitanyang sangat erat, yang satu sama lain tidak
bisa dipisah-pisahkan atau berjalan sendiri-sendiri.
Karena keberadaannya sebagai sumber ajaran Islam. Alquran dan
Sunnah telah menjadi fokus perhatian umat Islam sejak zaman Nabi sendiri sampai
sekarang. Namunberbeda dengan Alquran, perkembangan Sunnah tidak semulus
Alquran. Berbagai keraguan bahkan penolakan muncul seiring pertumbuhan studi
terhadap Sunnah itu sendiri. Keraguan tersebut lebih
memuncak ketika munculnya golongan yang mengingkari Sunnah
(inkarussunnah). Kelompok ini memiliki argumentasi sendiri atas sikap
mereka itu.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian ingkar sunah?
2.
Bagaimana
sejarah ingkar sunah?
3.
Bagaimana
pokok-pokok ajaran ingkar sunah?
4.
Bagaimana
argumen-argumen naqli?
5.
Bagaimana
argumen-argumen aqli?
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Alloh SWT atas rahmat, hidayah
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “INGKAR SUNAH” inii dengan baik.
Disamping itu Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad
S.A.W. beserta keluarganya dan para shahabatnya yang dengan penuh kesetiaan
telah mengobarkan syi’ar Islam yang manpaatnya masih terasa hingga saat ini.
Makalah ini sebagai syarat untuk
memenuhi tugas Ulumul Hadits 3. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penyusun harapkan. Semoga makalah ini bermanfaat
khususnya bagi penyusun dan pembaca pada umumnya.
Akhirnya, dengan segala kerendahan segala bentuk saran maupun kritik dari
pihak manapun. Juga tak lupa penyusun
sampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam
penyelesaian makalah ini.
Kediri,
05 Oktober 2016
Penyusun
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian ingkar sunah
Arti bahasa
“ingkar Sunnah” terdiri dari dua kata yaitu “ingkar dan sunnah”. Kata Ingkar
sendiri berasal dari bahasa Arab Ankara,yunkaru, yang memiliki beberapa arti
diantaranya “tidak mengakui dan tidak menerima baik lisan dan di hati, bodoh
dan tidak mengetahui sesuatu dan menolak apa yang tidak tergambarkan dalam hati[1].
dalam firman Allah Q.S Yusuf : 38
وَاتَّبَعْتُ مِلَّةَ آبَآئِـي إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ
مَا كَانَ لَنَا أَن نُّشْرِكَ بِاللّهِ مِن شَيْءٍ ذَلِكَ مِن فَضْلِ اللّهِ
عَلَيْنَا وَعَلَى النَّاسِ وَلَـكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَشْكُرُونَ -٣٨-
Artinya: “Dan
saudara-saudara yusuf datang (ke Mesir) lalu mereka masuk ke (tempat) nya. Maka
yusuf mengenal mereka, sedang mereka tidak kenal (lagi) kepadanya”[2].
Al Askari
memebedakan antara makna An Inkar dan Al Juhdu. kata An Inkar
terdpat pada sesuatu yang tersembunyi dan tidak disertai dengan pengetahuan,
Sedangkan Al Juhdu kebalikan dari An Inkari yaitu sesuatu yang
tampak dan disertai dengan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu bisa jadi orang
yang menolak sunnah atau mengikari sunnah tidak banyak mengetahui ilmu tentang
ulumul hadist. Dan dapat disimpulkan dari beberapa kata ingkar diatas bahwa
ingkar secara etimologis diartikan menolak, tidak mengakui, dan tidak menerima
sesuatu, baik itu lahir maupun lisan dan dilatarbelakangi dengan faktor
ketidaktauannya atau ada faktor lain.
Selain itu
orang yang menolak sunnah sebagai hujjah dalam beragama oleh umumnya ahli
hadist disebut ahli bid’ah[3].
Mereka itu adalah kaum khawarij, mu’tazilah, dan lain-lain karena mereka itu
umumnya menolak sunnah.
Adapun definisi
ingkar sunnah menurut istilah yang sifatnya masih sangat sederhana
pembatasannya antara lain sebagai berikut :
1.
Paham yang timbul dalam masyarakat
islam yang menolak hadist dan sunnah sebagai sumber ajaran agama islam kedua
setelah Al-Qur’an.
2.
Paham yang timbul pada sebagian
minoritas Umat Islam yang menolak dasar hukum Islam dari Sunnah shahih baik
sunnah shahih baik sunah praktis atau yang secara formal dikodifikasikan para
ulama, baik secara totalitas mutawatir ataupun ahad dan mungkin sebagian saja,
tanpa disertai dengan alasan yang dapat diterima.
Paham ingkar Sunnah bisa jadi menolak keseluruhan baik sunnah baik
sunnah mutawatir maupun ahad, atau menolak yang ahad saja dan atau sebagian
saja. demikian penolakan sunnah tidak didasari oleh alasan yang kuat, jika
dengan alasan yang kuat dan dapat diterima oleh akal sehat, seperti para
mujtahid yang menemukan dalil yang lebih kuat daripada hadist yang didapatkan,
atau hadist itu tidak sampai kepadanya, atau karena kedhoifannya, atau karena
ada tujuan yang syar’i yang lain[4].
maka itu tidak akan digolongkan ingkar sunnah.
B. Sejarah
ingkar Sunnah
Dalam sejarah
ingkar sunnah hanya terjadi dalam 2 masa, yaitu masa klasik dan masa modern.
1.
Ingkar Sunnah Klasik
Ingkar sunnah Klasik terjadi pada masa Imam Asy-Syafi’i (w. 204 H)
abad ke 2H/ 7 M. Imam syafi’i yang dikenal sebagai nashir sunnah (pembela
sunnah) pernah didatangi oleh seoramg yang disebut sebagi ahli mazhab teman-temannya
yang menolak seluruh sunnah, baik itu mutawatir atau ahad. Dia datang untuk
berdebat atau berdiskusi dengan imam Asy-Syafi’i secara panjang lebar dengan berbagai argumentasi yang diajukan[5] .
Namun segala argumentasinya dapat dipatahkan oleh As-Syafi’i, dan akhirnya ia
bertekuk lutut dan mau mengakui kehujjahan sunnah.
Muhammad Abu Zahra menarik kesimoulan secara garis besar da 3
kelompok yang mengingkari sunnah dan berhadapan dengan Asy-syafi’i.
yaitu :
1)
Menolak Al-Qur’an secara
keseluruhan, golongan ini hanya mau mengakui Al-Qur’an yang dapat dijadikan
hujjah.
2)
Tidak menerima sunnah kecuali, yang
semakna dengan Al-Qur’an.
3)
Hanya menerima sunnah mutawatir saja
dan menolak selain mutawatir yakni sunnah Ahad[6].
Dan dari beberpa penjelasan diatas kita dapat menyimpulkan bahwa
formulasi ingkar sunnah adalah mereka yang menolak sunnah secara total dan
mereka yang menolak hadis ahad dan menerima hadist mutawatir. Para ahli hadist
menyebut para kelompok ini sebagai kelompok ingkar sunnah, seperi yang dikatakan
oleh imam syafi’i sebagai kelompok snnah klasikdan untuk membedakan antara
kelompok ingkar sunnah yang muncul pada abad ke-14 yang disebut kelompok ingkar
sunnah di abad modern[7].
2.
Ingkar Sunnah modern
Al Mawdudi yang dikutip oleh khadim Husen Ilahi Najasy seorang guru
besar fakultas Tarbiyah Jamiah Ummi Al Qura Thaif, demikian juga dukutip dari
beberapa ahli hadist juga mengatakan bahwa ingkar sunnah lahir kembali di
India, setelah kelahirannya pertama di Irak masa Klasik. Tokoh-tokohnya ialah
Sayyid Ahmad Khan (w. 1897 M). Ciragh Ali (w.1898 M), Maulevi Abdullah
Jakralevi (w.1918 M), Ahmad Ad-din Amratseri (w.1933 M), Aslam Cirachburri
(w.1955 M). Ghulam Ahmad Parwez dan Abdul Khaliq Malwadah, Sayyid Ahmad Khan
sebagai penggagas sedangkan Ciragh Ali dan alinnya sebagai pelanjut ide-ide Abu
Al-Hudzail pemikiran ingkar sunnah tersebut.
Sebab utamanya pada awal timbulnya Ingkar Sunnahmodern ini ialah
akibat adanya pengaruh kolonialisme yang semakin dahsyat sejak awal abad 19 M
di dunia Islam. Terutama di India setelah terjadinya pemberontakan melawan
colonial Inggris 1857 M berbagai usaha dilakukan kolonial untuk pendangkalan
ilmu agama dan umum, pemyimpangan aqidah melalui pimpinan-pimpinan umat islam
dan tergiurnya mereka terhadap teori-teori barat untuk memberikan interpretasi
hakekat islam.
C. Pokok-Pokok
Ajaran Ingkar Sunah
Diantara
ajaran-ajaran pokoknya adalah sebagai berikut:
a.
Tidak percaya kepada semua hadits
Nabi SAW
b.
Dasar hukum islam hanya Al-Qur’an
c.
Syahadat
Syahadat mereka : Isyhadu bi anna muslimun
d.
Shalat
Shalat mereka juga bermacam-macam, ada yang shalatnya dua
rakaat-dua rakaat dan ada yang hanya eling saja
e.
Puasa Wajib
f.
Haji
Haji boleh dilakukan selama empat bulan haram yaitu Muharram,
Rajab, Zulqa’idah, dan Zulhijah.
g.
Pakaian Ihram
Pakaian Ihram adalah pakaian Arab daj membuat repot. Oleh karena
itu oara pengingkar sunnah berpendapat waktu mengerjakan haji boleh memakai
celana panjang dan baju biasa.
h.
Rasul tetap di utus sampai hari
kiamat
i.
Nabi Muhammad tidak berhak
menjelaskan tentang ajaran Al-Qur’an
j.
Orang yang meninggal dunia tidak di
shalatkan karena tidak ada perintah dalam Al-Qur’an.
D. Argumen-argumen
Naqli
Secara
totalitas banyak alasan yang dikemukakan oleh kelompok ini untuk mendukung pendiriannya,
baik dengan menguntip ayat-ayat Al-Qur’an. diantara ayat-ayat Al-Qur’an yang
digunakan mereka sebagai alasan menolak sunnah secara total adalah.
Q.S An-Nahl
ayat 89 :
وَيَوْمَ
نَبْعَثُ فِي كُلِّ أُمَّةٍ شَهِيداً عَلَيْهِم مِّنْ أَنفُسِهِمْ وَجِئْنَا بِكَ
شَهِيداً عَلَى هَـؤُلاء وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَاناً لِّكُلِّ
شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ -٨٩-
artinya: “(dan
ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi
atas mereka dari mereka sendiri dan kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi
saksi atas seluruh umat manusia. dan kami turunkan kepadamu Al-kitab
(Al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan
kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.
Lalu di lanjut
Q.S Al-Anam ayat 38:
وَيَوْمَ
نَبْعَثُ فِي كُلِّ أُمَّةٍ شَهِيداً عَلَيْهِم مِّنْ أَنفُسِهِمْ وَجِئْنَا بِكَ
شَهِيداً عَلَى هَـؤُلاء وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَاناً لِّكُلِّ
شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ -٨٩-
Artinya: “Dan
tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang
dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tidaklah kami
alpakan sesuatu dalam Al-Kitab[8]
, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.
sunnah kedua
ayat tersebut menunjukan bahwa Al-Qur’an telah mencangkup segala sesuatu
berkenan dengan agama. Menurut mereka shalat lima waktu sehari semalam yang
wajib didirikan dan yang sehubungan dengannya. Dasarnya bukanlah Sunnah atau
hadits, melainkan ayat-ayat Al-Qur’an, misalnya QS.Al-Baqarah :238, Al-Hud:
144, Al-isra: 78 dan 110, Taha: 130, Al-Hajj : 7, An-Nur: 58, Ar-Rum: 17-18.
Dalam kaitannya
dengan tata cara shalat Kassim Ahmad pengingkar sunnah dari Malaysia menyatakan
dalam bahasa Malaysia
“kita telah
membuktikan”
bahwa perintah
sembahyang telah diberi oleh Tuhan kepada Nabi Ibrahim dan kaumnya dan amalan
ini telah diperuntukkan generasi demi generasi, hingga Muhammad dan umatnya.
E. Argumen
Aqli
a.
Al-Qur’an diwayuhkan oleh Allah
kepada Nabi Muhammad (melalui malaikat jibril) dalam bahasa Arab mampu memahami
Al-Qur’an secara langsung, tanpa bantuan penjelasan dari hadits Nabi. Dengan
demikian hadits Nabi tidak diperlukan untuk memahami petunjuk Al-Qur’an.
b.
Dalam sejarah umat Islam telah
mengalami kemunduran. Umat islam mundur karena umat Islam terpecah pecah.
Perpecahan itu terjadi karena umat Islam berpegang kepada hadits Nabi. Jadi
menurut para pengingkar sunnah, hadits Nabi merupakan sumber kemunduran umat
Islam; Agar umat Islam maju, maka umat Islam harus meninggalkan hadits Nabi.
c.
Asal muasal hadits Nabi yang
terhimpun dalam kita-kitab hadits adalah dongeng-dongeng semata. Dinyatakan
demikian, karena hadits Nabi lahir setelah lama Nabi wafat. Dalam sejarah,
sebagian hadits baru muncul pada zaman tabi’in dan atba’ al tabi’in (dibaca atba’ut-tabi’in),
yakni sekitar empat puluh atau lima puluh tahun sesudah Nabi wafat. Kitab-kitab
hadits yang terkenal, misalnya shahih al-Bukhari dan shahih Muslim,
adalah kitab-kitab yang menghimpun berbagai hadits palsu. Disamping itu, banyak
matan hadits yangt termuat dalam berbagai kita hadits, isinya bertentangan
dengan Al-Qur’an ataupun logika.
d.
Menurut dikter Taufiq Sidqi, tiada
satupun hadits Nabi yang dicatat pada zaman Nabi. Pencatatan hadits terjadi
swetelah Nabi Wfat. Dlam masa itu tertulisnya hadits itu, manusia berpeluang untuk mempermainkan dan merusak
hadits sebagai mana yang telah terjadi.
e.
Menurut pengikar sunnah, ktritik
sanad yanng terkenal daalam ilmu haidits sangat lemah untuk menentukan
keshahihan hadits dengan alasan sebagai berikut:
1)
Dasar kritik sanad itu, yang dalam
ilmu hadits dikenal dengan istilah ‘Ilm al-jarh wa al-Ta’dil (Ilmu yang
membahas ketercelaan dan keterpujian pada periwayat hadits), baru muncul
setelah satu setengah abad Nabi , al-tabi’in, dan atba’ al-tabi’in tidak
dapat ditemui dan diperiksa lagi.
2)
Seluruh sahabat Nabi sebagai periwayat hadits pada generasi
pertama dinilai adil oleh ulama hadits pada akhir abad ketiga dan awal abad
ke-4 H. Dengan Konsep ta’dil al shahabah, para sahabat Nabi dinilai
terlepas dari kesalahan dalam melaporkan hadits.
Untuk menguatkan pendapatnya, mereka menggunakan beberapa ayat
Al-Qur’an sebagai dalil yaitu[9],
Q.S Yunus Ayat 36:
وَدَخَلَ
مَعَهُ السِّجْنَ فَتَيَانَ قَالَ أَحَدُهُمَا إِنِّي أَرَانِي أَعْصِرُ خَمْراً
وَقَالَ الآخَرُ إِنِّي أَرَانِي أَحْمِلُ فَوْقَ رَأْسِي خُبْزاً تَأْكُلُ
الطَّيْرُ مِنْهُ نَبِّئْنَا بِتَأْوِيلِهِ إِنَّا نَرَاكَ مِنَ الْمُحْسِنِينَ -٣٦-
Artinya:”Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti, kecuali hanya
persangkaan belaka, sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk
mencapai..”
Surat Al-Najm Ayat 28:
وَمَا
لَهُم بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِن يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنَّ الظَّنَّ لَا
يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئاً –٢٨-
Artinya: “Sesungguhnya persangkaan itu tidak berfaedah
sedikitpun terhadap kebenaran”.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ingkar Sunnah adalah paham atau pendapat perorangan atau kelompok
bukan gerakan atau aliran, ada kemungkinan paham ini dapat menerima sunnah
selain sebagai sumber hukum islam, misalnya sebagai fakta sejarah, budaya,
tradisi dan lain-lain.
Namun perlu ditekankan bahwa adanya Ingkar Sunnah setidaknya
mengharuskan dilakukannya suatu pembelajaran kembali yang lebih matang mengenai
tafsir Qur’an yang benar dan adanya peninjauan kembali untuk menghadirkan
analisa-analisa terhadap kebenara-kebenaran penyampain hadits/sunnah yang tidak
menekankan keterbukaan pemikiran yang sebenarnya dapat membantu kehidupan.
Sehingganhidup yang dilandaskan pada Al-Qur’an dapat benar-Benar terrealisasikan
tanpa adanya kekakuan pemikiran yang tidak terbuka terhadap pemahaman Al-Qur’an
itu sendiri, sebab didalam Al-Qur’an juga terdapat beberapa ayat yang
memerlukan penjelasan dari penerima wahyu itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Ali,ghafur. Hadist-hadits dan
penerapannya, 2005. Jakarta:
Graamatia Publishing
H.Abdul, Khon. Ulumul Hadits .
2012. Jakarta: Amzah
Hasbi, Ash-shiddieqy, Teungku
Muhammad. Sejarah dan pengantar ilmu hadits.2014. Palembang: Pustaka Rizki
Putra.
Nur, muhammad Susanto. Ulumul
hadits dan makannya. 2007. Yogyakarta: Citra.
Suyitno. Studi ilmu-ilmu Hadits. 2008. Palembang: IAIN Raden
Fatah Press
[1] Abdul Majid
Khon, Ulumu Hadits, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hal 27.
[2] Menurut
sejarah ketika terjadi musim paceklik di Mesir dan sekitarnya, Maka atas
anjuran Ya’qub, saudara-saudara yusuf datang dari kanaan ke Mesir menghadap
pembesar-pembesar Mesir untuk meminta bantuan bahan makanan.
[3] Ibid, hlm 28.
[4] Abdul Muhdi, Al-madhkal
ila, hlm. 323-328
[5] Asy-Syafi’i, A-umun,
hlm. 220-255
[6] Ibid.,
Hlm. 31-32
[7] Rifat, Fauzi. Al-madkhal
ila Tautsiq al-sunnah, (Mesir: Maktaba’an al sa’adah, 1987), hlm. 188
[8] sebagian mufassirin
menafsirkan Al-Kitab itu dengan Lauhul mahfudz dengan arti bahwa nasib semua
makhluk itu sudah dituliskan (ditetapkan) dalam Lauhul mahfudz. Dan ada pula
yanng menafsirkannya dengan Al-Qur’an dengan arti: dalam Al-Qur’an itu telah
ada pokok-pokok agama, norma-norma, hukum-hukum, hikmah-hikmah dan pimpinan
untuk kebahagian manusia di dunia dan akhirat, dan kebahagian makhluk pada
umumnya.
[9] Suyitno, Studi
Ilmu-Ilmu Hadits, (Palembang: Iain Raden Fatah, 2008), hlm 227-228
No comments:
Post a Comment