Blog Archive

Wednesday, October 12, 2016

IAT3 TA’RIF ISTILAH DALAM PERIWAYATAN HADITS Taufiq Johan Suswantoko NIM: 933801715



TA’RIF ISTILAH DALAM PERIWAYATAN HADITS

Makalah ini disusununtukmemenuhitugasmatakuliah Ulumul Hadis 3
DosenPengampu:
Ibu Qoidatul Marhumah


Disusunoleh:
Taufiq Johan Suswantoko
NIM: 933801715

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
JURUSAN USHULUDDIN
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
KEDIRI 2016


KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan alam semesta. Sholawat serta Salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad s.a.w. Kami sangat bersyukur kepada Ilahi Robbi yang telah memberi Hidayah serta Inayah-Nya, sehingga tugas makalah ini bisa diselesaikan dengan baik.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kepada dosen pengampu mata kuliah Ulumul Hadits 3, Ibu(qaidatul marhumah). sudilah untuk mengoreksi, dan bagi para pembaca yang budiman serta para rekan-rekan, kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini dikemudian hari.Tidak lupa ucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:Dosen pengampu mata kuliah Ulumul Hadits Ibu (qaidatul marhumah) yang telah memberi tema makalah ini tentang .selanjutnya Pada rekan-rekan yang telah membantu baik masukan maupun spirit sehingga makalah ini bisa terselesaikan dengan baik.
Semoga dengan hadirnya makalah ini bisa berguna bagi kita semua Amin Yaa Robbal ‘Alamin.


Kediri, 04 Oktober 2016

                                        Penulis





DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang....................................................................................... 1
B.     Tujuan Penulisan..................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
I.     Ta’rif Istilah Periwayatan hadits............................................................2
A.     Sanad...............................................................................................2
B.     Matan...............................................................................................3
C.     Rowi.................................................................................................4
D.     Istilah dalam periwayatan.................................................................5
BAB III PENUTUP
Kesimpulan............................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 8










BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Sumber Hukum islam yang kedua ini bisa kita sebut hadits bagi pemeluk agama islam namun, dari kita sendiri terkadang kurang memahami seluk beluk dari hadits itu sendiri semisal, model periwayatannya seperti apa, para perawi hadits siapa saja, kekuatan hadits/drajat hadis itu sendiri, dan masih banyak lagi. Banyak kasus yang terjadi dikalangan kita hanya mengetahui matannya saja, tanpa mengetahui mata rantainya sampai ke Nabi Muhammad s.a.w padahal mata rantai itu penting, yang nantinya bisa mengantar kita untuk bisa memilah dan memilih mana hadits yang tergolong lemah, palsu, atau tertolak. Selain itu singkatan-singkatan dalam hadits juga diperlukan untuk lebih mengenal/tahu siapa yang meriwayatkan hadits tersebut, dengan kita tahu akan hal itu, itu akan menjadi nilai tersendiri buat kita dan juga para perowi hadits itu.
Disini penulis akan sedikit menjelaskan perihal istilah/kode yang di gunakan dalam periwayatan sebuah hadits, agar nantinya tidak kebingungan dan bisa menambah wawasan anda bagi para penikmat ilmu pengetahuan khususnya Ilmu Hadits.

B.     Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu sanad, matan rawi
2. untuk mengetahui istilah dalam periwayatan hadis






BAB II
PEMBAHASAN
Sebelum kita mengetahui lebih lanjut mata rantai hadits nabi muhammad s.a.w disini kita akan mengulaas sedikit tentang istilah yang tidak asing lagi di dunia hadits. Dan menurut saya ini sekaligus menjadi ruhnya hadits dan ilmunya yakni sanad, matan dan  rowi. Apa yang dimaksud dari ketiga poin ini? Sampai posisinya menjadi sentral di dalam dunia hadits, untuk penjelasannya mari kita ikuti dibawah ini
I.     Ta’rif Istilah dalam periwayatan hadits
A.  Sanad
Ma huwa sanad? Sanad adalah rangkaian para periwayat yang menyampaikan riwayat hadits[1] ulama ahli hadits menilai bahwa sanad ini memiliki posisi yang penting dalam meriwayatkan sebuah hadits, karena apa jikalau suatu berita yangdinyatakan sebagai hadits nabi oleh seseorang tetapi berita itu tidak memiliki sannad sama sekali maka berita tersebut di anggap tidak sah disebut hadits.
Dalam perspektif sejarah, Abdullah bin al-Mubarak (wafat 181 H/797 M) menyatakan bahwa sanad hadits merupakan bagian dari agama. Sekiranya hadits tidak ada, niscaya siapa saja akan bebas menyatakan apa yang dikehendakinya[2]. selain dari perkataaan beliau, imam Nawawi juga berkomentar soal sanad menurut beliau jika sanad suatu hadits berkualitas shahih maka hadits tersebut dapat diterima, sedang bila sanad tersebut tidak shahih maka hadits tersebut harus ditinggalkan. Saking pentingnya sanad dalam hadits, beliau sampai mengibaratkan sanad itu seperti hewan dengan kakinya.
Dilain sisi ternyata lemahnya sanad riwayat hadits tertentu sebenarnya belumlah menjadikan hadits yang bersangkutan secara absolut tidak berasal dari kanjeng Nabi. Dalam hal ini riwayat hadits yang sanadnya lemah tidak dapat memberikan bukti yang kuat, bahwa hadits yang terkait berasal dari Rosulullah atau bukan! padahal, Rasulullah itu sumber hukum ajaran islam oleh karenanya periwayatan haruslah terhindar dari keadaan yang meragukan.
Akan tetapi pada kenyataanya, tidaklah setiap sanad yang menyertai sesuatu yang dinyatakan sebagai hadits, terhindar dari keadaan yang meragukan. Hal semacam itu wajar karena orang-orang yang terlibat dalam periwayatan, selain jumlahnya yang banyak tapi juga kualitas individu dan kapasitas intelektualnya yang bervariasi. Nah, untuk menghadapi hal ini para ulama’ hadits memberikan warna baru dengan menyusun berbagai istilah yang nantinya mempermudah memahami dan menilai terhadap sanad yang bersangkutan apakah dapat dijadikan hujjah atau tidak.
Dengan pegertian diatas maka sebutan sanad hanya berlaku pada serangkaian orang-orang bukan dilihat dari sudut pribadi secara perorangan. Contoh :
اخَبَرنَا مالِكٌ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدُاللهِ بْنِ عُمَر أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
(Dikabarkan kepada kami oleh Malik yang menerimanya dari Nafi, yang menerimanya dari Abdullah ibnu Umar bahwa Rasulullah bersabda..)
B.     Matan
Kemudian yang kedua yakni matan (isi) kata matan atau al-matn menurut bahasa berarti ma shaluba wa irtafa’amin al-aradhi (tanah yang meninggi). Secara terminologis, istilah matan memiliki beberapa definisi, yang mana maknanya sama yaitu materi atau lafadz hadits itu sendiri. Pada salah satu definisi yang sangat sederhana misalnya, disebutkan bahwa matan ialah lafadz-lafadz hadits yang didalamnya mengandung makna-makna tertentu. Dari definisi diatas memberi pengertian bahwa apa yang telah tertulis setelah (penulisan) silsilah sanad adalah matan hadits. Contoh:
لا يَبِيْعُ بَعْضُكُمْ عَلىَ بَيْعِ بَعْضٍ
“Janganlah sebagian dari antara kamu membeli barang yang sedang dibeli oleh sebagian yang lainnya”

C.    Rawi
Menurut Fatchur rahman dalam ikhtisar Mushthalahul haditsnya Rawi adalah orang yang sedang menyampaikan atau menuliskan dalam suatu kitab apa-apa yang pernah di dengar dan diterimanya dari seorang (gurunya). Jamaknya kata ruwah dan perbuatannya menyampaikan hadits tersebut dinamakan me-rawi(riwayat)-kan Hadits.[3]Sebenarnya antara sanad dan rawi itu merupakan dua istilah yang hampir sama. Sanad-sanad hadits pada tiap-tiap thabaqah atau tingkatannya juga disebut para rawi. Begitu juga setiap perawi pada tiap-tiap thabaqah-nya merupakan sanad bagi thabaqah berikutnya. Misalnya; ada sebuah hadits sampai kepada kita yang telah melintasi beberapa sanad dan rawi. Rawi terakhir hadits yang termaksud dalam shahih bukhari atau muslim, ialah kedua imam tersebut
contoh
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ إِسْمَاعِيلَقَالَ حَدَّثَنِي قَيْسُ بْنُ أَبِي حَازِمٍ عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ بَايَعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى إِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالنُّصْحِ لِكُلِّ مُسْلِمٍ (رواه البخاري)
Telah menceritakan kepada kami Musaddad berkata, telah menceritakan kepada kami Yahya dari Isma’il berkata, telah menceritakan kepada Qais bin Abu Hazim dari Jarir bin Abdullah berkata: “Aku telah membai’at Rasulullah untuk menegakkan shalat, menunaikan zakat dan menasehati kepada setiap muslim”
Nah, ini berarti rawi yang terakhir bagi kita adalah imam bukhari meskipun jarak kita dengan beliau-beliau itu sangat jauh sekali dan tidak akan pernah ketemu.namun demikian kita dapat menemui sanad yang kuat bagi kita bersama.
Setelah kita mengenal persis tiga unsur dalam hadits tersebut tidak diragukan lagi hubungan antara ketiga unsur tersebut sangatlah krusial dan memiliki korelasi yang kuat serta seimbang, dan ketiga unsur tersebut menjadi kajian pokok dari pembahasan uumul hadits. Setelah ini mari kita meninjau bentuk/model periwayatan beserta contohnya yang telah di implementasikan oleh para ulama salah satunya rumusan dari Ibnu Isma’il as-Shan’any dalam kitab subulus-salam
1.      أخرجه السبعة
Jika dalam sebuah periwayatan hadits disebutkan bahwa hadits tersebut diriwayatkan oleh السبعة maka yang dimaksud adalah bahwa hadits tersebut diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Dawud Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ibnu Majah
2.      أخرجه الستة
Jika disebutkan الستةmaka yang dimaksud adalah 7 orang perawi di atas kecuali Ahmad. Dengan demikian yang dimaksud adalah Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah
3.      أخرجه الخمسة
Yang dimaksud dengan الخمسة yaitu termasuk 7 orang perowi di atas kecuali untuk Bukhari dan Muslim. Dengan demikian yang dimaksud adalah Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah
4.      أخرجه الأربعة
Yang dimaksud dengan empat orang perawi yaitu Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ibnu majah
Contoh: َ
َوَعَنْ أَبِي قَتَادَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ - فِي الْهِرَّةِ - : إنَّهَا لَيْسَتْ بِنَجَسٍ إنَّمَا هِيَ مِنْ الطَّوَّافِينَ عَلَيْكُمْ أَخْرَجَهُ الْأَرْبَعَةُ وَصَحَّحَهُ التِّرْمِذِيُّ وَابْنُ خُزَيْمَة
Dari Abu Qotadah Radliyallaahu 'anhu Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda perihal kucing -bahwa kucing itu tidaklah najis, ia adalah termasuk hewan berkeliaran di sekitarmu. (Diriwayatkan oleh Imam Empat )  dan dianggap shahih oleh Tirmidzi dan Ibnu Khuzaimah.

5. أخرجه الثلاثة
Mereka adalah empat orang perawi diatas kecuali Ibnu Majah. Dengan demikian yangdimaksud dengan tiga orang perawi yaitu Abu Dawud, Tirmidzi dan An Nasa’i.

Contoh: وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إنَّ الْمَاءَ طَهُورٌ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ أَخْرَجَهُ الثَّلَاثَةُ وَصَحَّحَهُ أَحْمَد
Dari Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya (hakekat) air adalah suci dan mensucikan, tak ada sesuatu pun yang menajiskannya." (Dikeluarkan oleh Imam Tiga ) dan dinilai shahih oleh Ahmad.

متفق عليه 6.
Jika sebuah hadits disebutan perawinya متفق عليه maka yang dimaksud adalah bahwa hadits tersebut banyak diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Dan pengertian inilah yang digunakan oleh kebanyakan ulama di dalam berbagai kitab-kitab tulisan mereka. Akan tetapi Majdud-diin ‘Abdussalam bin Taimiyyah rhimahullah (beliau adalah kakek Ibnu Taimiyyah) di dalam kitab beliau Al Muntaqa bahwa jika disebutkan istilah متفق عليهMaka yang dimaksud adalah Ahmad, Bukhari dan Muslim. Dan istilah ini adalah khusus untuk kitab-kitab yang ditulis oleh beliau.
Contoh:َوَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : جَاءَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِيطَائِفَةِالْمَسْجِدِ فَزَجَرَهُ النَّاسُ فَنَهَاهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا قَضَى بَوْلَهُ أَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذَنُوبٍ مِنْ مَاءٍ؛ فَأُهْرِيقَ عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

أخرجه الجماعة
­Maksudnya; hadits ini diriwayatkan oleh perawi-perawi hadits yang banyak jumlahnya.
Contoh; حدثنا ابن عيينة الزهري عن انس بن مالك قال: ان النبي ص.م اولم علي صفيةبتسويق وتمر. رواه الجماعة





BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, pentingnya kita mengetahui dan memahami 3 unsur pokok dalam hadits yakni sanad,matan dan rowi, ketiganya memiliki hubungan yang khusus maksudnya, saling mengisi dalam kekosongan, karena itu nanti bisa dibuat patokan untuk mendeteksi apakah hadits ini hasan, shahih, dhoif. Dan beberapa istilah seperti halnya dikatakan Ibnu Isma’il as-Shan’any ada 7 kelompok pembagian sesuai jumlah para perowi dalam meriwayatkan sebuah hadits, di antaranya: Akhrojahu As-Sab’ah, As sittah al-khomsah, muttafaq alaih dst.



















DAFTAR PUSTAKA
Ismail, Syuhudi. Metodologi Penelitian Hadits Nabi. Jakarta: Bulan Bintang, 1992.
_____________ Kaedah Kesahihan Sanad Hadis telaah kritis dan tinjauan dengan pendekatan ilmu sejarah. Jakarta: Bulan Bintang, 1995
Rahman, Fatchur. Ikhtisar Mushthalahul Hadits. Bandung: PT Al-Ma’arif, 1974.
Khon, Abdul majid. Ululum Hadis. Jakarta: Amzah, 2015



[1] Syuhudi Ismail,Metodologi Penelitian Hadits Nabi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), 23.
[2]Lihat, al-Qusyairi, al-jami’as-Shahih (shahih Muslim),disunting kembali oleh Muhammad Fu’ad Abdul-Baqi (‘Isa-al-Babi al-Halabi wa syurakah, 1375 H/1955 M) Juz I, h, 14.
[3]Facthur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadits. (Bandung: PT Ma’arif, 1974), 29.




No comments:

Post a Comment