TA’RIF ISTILAH DALAM PERIWAYATAN HADITS
Makalah
ini disusununtukmemenuhitugasmatakuliah
Ulumul Hadis 3
DosenPengampu:
Ibu
Qoidatul Marhumah

Disusunoleh:
Taufiq Johan Suswantoko
NIM: 933801715
PROGRAM
STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
JURUSAN
USHULUDDIN
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
KEDIRI
2016
Segala
puji bagi Allah SWT, Tuhan alam semesta. Sholawat serta Salam semoga selalu
tercurahkan kepada Nabi Muhammad s.a.w. Kami sangat bersyukur kepada Ilahi
Robbi yang telah memberi Hidayah serta Inayah-Nya, sehingga tugas makalah ini
bisa diselesaikan dengan baik.
Kami
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kepada dosen pengampu mata kuliah Ulumul Hadits 3, Ibu(qaidatul
marhumah). sudilah untuk mengoreksi, dan bagi para pembaca yang budiman serta
para rekan-rekan, kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun
demi kesempurnaan makalah ini dikemudian hari.Tidak lupa ucapkan terima kasih
yang tak terhingga kepada:Dosen pengampu mata kuliah Ulumul Hadits Ibu (qaidatul
marhumah) yang telah memberi tema makalah ini tentang .selanjutnya Pada
rekan-rekan yang telah membantu baik masukan maupun spirit sehingga makalah ini
bisa terselesaikan dengan baik.
Semoga
dengan hadirnya makalah ini bisa berguna bagi kita semua Amin Yaa Robbal
‘Alamin.
Kediri, 04 Oktober 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang....................................................................................... 1
B.
Tujuan
Penulisan..................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
I.
Ta’rif
Istilah Periwayatan
hadits............................................................2
A.
Sanad...............................................................................................2
B.
Matan...............................................................................................3
C.
Rowi.................................................................................................4
D.
Istilah
dalam
periwayatan.................................................................5
BAB III PENUTUP
Kesimpulan............................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 8
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Sumber Hukum islam yang kedua ini bisa kita sebut hadits
bagi pemeluk agama islam namun, dari kita sendiri terkadang kurang memahami
seluk beluk dari hadits itu sendiri semisal, model periwayatannya seperti apa,
para perawi hadits siapa saja, kekuatan hadits/drajat hadis itu sendiri, dan
masih banyak lagi. Banyak kasus yang terjadi dikalangan kita hanya mengetahui
matannya saja, tanpa mengetahui mata rantainya sampai ke Nabi Muhammad s.a.w
padahal mata rantai itu penting, yang nantinya bisa mengantar kita untuk bisa
memilah dan memilih mana hadits yang tergolong lemah, palsu, atau tertolak.
Selain itu singkatan-singkatan dalam hadits juga diperlukan untuk lebih
mengenal/tahu siapa yang meriwayatkan hadits tersebut, dengan kita tahu akan
hal itu, itu akan menjadi nilai tersendiri buat kita dan juga para perowi hadits
itu.
Disini penulis akan sedikit menjelaskan perihal istilah/kode yang
di gunakan dalam periwayatan sebuah hadits, agar nantinya tidak kebingungan dan
bisa menambah wawasan anda bagi para penikmat ilmu pengetahuan khususnya Ilmu
Hadits.
B.
Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu sanad, matan rawi
2. untuk mengetahui istilah dalam periwayatan hadis
BAB
II
PEMBAHASAN
Sebelum kita
mengetahui lebih lanjut mata rantai hadits nabi muhammad s.a.w disini kita akan
mengulaas sedikit tentang istilah yang tidak asing lagi di dunia hadits. Dan
menurut saya ini sekaligus menjadi ruhnya hadits dan ilmunya yakni sanad,
matan dan rowi. Apa yang
dimaksud dari ketiga poin ini? Sampai posisinya menjadi sentral di dalam dunia
hadits, untuk penjelasannya mari kita ikuti dibawah ini
I.
Ta’rif Istilah dalam periwayatan hadits
A. Sanad
Ma huwa sanad? Sanad adalah rangkaian para periwayat yang
menyampaikan riwayat hadits[1]
ulama ahli hadits menilai bahwa sanad ini memiliki posisi yang penting dalam
meriwayatkan sebuah hadits, karena apa jikalau suatu berita yangdinyatakan
sebagai hadits nabi oleh seseorang tetapi berita itu tidak memiliki sannad sama
sekali maka berita tersebut di anggap tidak sah disebut hadits.
Dalam perspektif sejarah, Abdullah bin al-Mubarak (wafat 181 H/797
M) menyatakan bahwa sanad hadits merupakan bagian dari agama. Sekiranya hadits
tidak ada, niscaya siapa saja akan bebas menyatakan apa yang dikehendakinya[2].
selain dari perkataaan beliau, imam Nawawi juga berkomentar soal sanad menurut
beliau jika sanad suatu hadits berkualitas shahih maka hadits tersebut dapat
diterima, sedang bila sanad tersebut tidak shahih maka hadits tersebut harus
ditinggalkan. Saking pentingnya sanad dalam hadits, beliau sampai mengibaratkan
sanad itu seperti hewan dengan kakinya.
Dilain sisi ternyata lemahnya sanad riwayat hadits tertentu
sebenarnya belumlah menjadikan hadits yang bersangkutan secara absolut tidak
berasal dari kanjeng Nabi. Dalam hal ini riwayat hadits yang sanadnya lemah
tidak dapat memberikan bukti yang kuat, bahwa hadits yang terkait berasal dari
Rosulullah atau bukan! padahal, Rasulullah itu sumber hukum ajaran islam oleh
karenanya periwayatan haruslah terhindar dari keadaan yang meragukan.
Akan tetapi pada kenyataanya, tidaklah setiap sanad yang menyertai
sesuatu yang dinyatakan sebagai hadits, terhindar dari keadaan yang meragukan.
Hal semacam itu wajar karena orang-orang yang terlibat dalam periwayatan, selain
jumlahnya yang banyak tapi juga kualitas individu dan kapasitas intelektualnya
yang bervariasi. Nah, untuk menghadapi hal ini para ulama’ hadits memberikan
warna baru dengan menyusun berbagai istilah yang nantinya mempermudah memahami
dan menilai terhadap sanad yang bersangkutan apakah dapat dijadikan hujjah atau
tidak.
Dengan
pegertian diatas maka sebutan sanad hanya berlaku pada serangkaian orang-orang
bukan dilihat dari sudut pribadi secara perorangan. Contoh :
اخَبَرنَا مالِكٌ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدُاللهِ بْنِ عُمَر أَنَّ
رَسُوْلَ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
(Dikabarkan kepada kami oleh Malik yang menerimanya dari Nafi,
yang menerimanya dari Abdullah ibnu Umar bahwa Rasulullah bersabda..)
B.
Matan
Kemudian yang kedua yakni matan (isi) kata matan atau al-matn
menurut bahasa berarti ma shaluba wa irtafa’amin al-aradhi (tanah yang
meninggi). Secara terminologis, istilah matan memiliki beberapa definisi, yang
mana maknanya sama yaitu materi atau lafadz hadits itu sendiri. Pada salah satu
definisi yang sangat sederhana misalnya, disebutkan bahwa matan ialah
lafadz-lafadz hadits yang didalamnya mengandung makna-makna tertentu. Dari
definisi diatas memberi pengertian bahwa apa yang telah tertulis setelah
(penulisan) silsilah sanad adalah matan hadits. Contoh:
لا يَبِيْعُ بَعْضُكُمْ عَلىَ بَيْعِ بَعْضٍ
“Janganlah
sebagian dari antara kamu membeli barang yang sedang dibeli oleh sebagian yang
lainnya”
C.
Rawi
Menurut Fatchur
rahman dalam ikhtisar Mushthalahul haditsnya Rawi adalah orang yang
sedang menyampaikan atau menuliskan dalam suatu kitab apa-apa yang pernah di
dengar dan diterimanya dari seorang (gurunya). Jamaknya kata ruwah dan
perbuatannya menyampaikan hadits tersebut dinamakan me-rawi(riwayat)-kan
Hadits.[3]Sebenarnya
antara sanad dan rawi itu merupakan dua istilah yang hampir sama. Sanad-sanad
hadits pada tiap-tiap thabaqah atau tingkatannya juga disebut para rawi. Begitu
juga setiap perawi pada tiap-tiap thabaqah-nya merupakan sanad bagi thabaqah
berikutnya. Misalnya; ada sebuah hadits sampai kepada kita yang telah melintasi
beberapa sanad dan rawi. Rawi terakhir hadits yang termaksud dalam shahih
bukhari atau muslim, ialah kedua imam tersebut
contoh
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ إِسْمَاعِيلَقَالَ حَدَّثَنِي قَيْسُ بْنُ أَبِي حَازِمٍ عَنْ جَرِيرِ
بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ بَايَعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَلَى إِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالنُّصْحِ لِكُلِّ
مُسْلِمٍ (رواه البخاري)
Telah menceritakan kepada kami Musaddad berkata, telah menceritakan
kepada kami Yahya dari Isma’il berkata, telah menceritakan kepada Qais bin Abu
Hazim dari Jarir bin Abdullah berkata: “Aku telah membai’at Rasulullah untuk
menegakkan shalat, menunaikan zakat dan menasehati kepada setiap muslim”
Nah, ini berarti rawi yang terakhir
bagi kita adalah imam bukhari meskipun jarak kita dengan beliau-beliau itu
sangat jauh sekali dan tidak akan pernah ketemu.namun demikian kita dapat
menemui sanad yang kuat bagi kita bersama.
Setelah
kita mengenal persis tiga unsur dalam hadits tersebut tidak diragukan lagi
hubungan antara ketiga unsur tersebut sangatlah krusial dan memiliki korelasi
yang kuat serta seimbang, dan ketiga unsur tersebut menjadi kajian pokok dari
pembahasan uumul hadits. Setelah ini mari kita meninjau bentuk/model
periwayatan beserta contohnya yang telah di implementasikan oleh para ulama
salah satunya rumusan dari Ibnu Isma’il as-Shan’any dalam kitab subulus-salam
1.
أخرجه السبعة
Jika
dalam sebuah periwayatan hadits disebutkan bahwa hadits tersebut diriwayatkan
oleh السبعة
maka yang dimaksud adalah bahwa hadits tersebut diriwayatkan oleh Ahmad,
Bukhari, Muslim, Abu Dawud Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ibnu Majah
2.
أخرجه الستة
Jika
disebutkan الستةmaka yang dimaksud
adalah 7 orang perawi di atas kecuali Ahmad. Dengan demikian yang dimaksud
adalah Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah
3.
أخرجه الخمسة
Yang
dimaksud dengan الخمسة yaitu termasuk 7 orang perowi di atas kecuali untuk Bukhari dan
Muslim. Dengan demikian yang dimaksud adalah Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi,
An-Nasa’i, dan Ibnu Majah
4.
أخرجه الأربعة
Yang
dimaksud dengan empat orang perawi yaitu Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasa’i dan
Ibnu majah
Contoh: َ
َوَعَنْ أَبِي قَتَادَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ - فِي الْهِرَّةِ - : إنَّهَا لَيْسَتْ بِنَجَسٍ إنَّمَا هِيَ مِنْ الطَّوَّافِينَ عَلَيْكُمْ أَخْرَجَهُ الْأَرْبَعَةُ وَصَحَّحَهُ التِّرْمِذِيُّ وَابْنُ خُزَيْمَة
َوَعَنْ أَبِي قَتَادَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ - فِي الْهِرَّةِ - : إنَّهَا لَيْسَتْ بِنَجَسٍ إنَّمَا هِيَ مِنْ الطَّوَّافِينَ عَلَيْكُمْ أَخْرَجَهُ الْأَرْبَعَةُ وَصَحَّحَهُ التِّرْمِذِيُّ وَابْنُ خُزَيْمَة
Dari
Abu Qotadah Radliyallaahu 'anhu Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
bersabda perihal kucing -bahwa kucing itu tidaklah najis, ia adalah termasuk
hewan berkeliaran di sekitarmu. (Diriwayatkan oleh Imam Empat ) dan dianggap shahih oleh Tirmidzi dan Ibnu
Khuzaimah.
5. أخرجه الثلاثة
Mereka adalah empat orang perawi diatas kecuali Ibnu Majah.
Dengan demikian yangdimaksud dengan tiga orang perawi yaitu Abu Dawud, Tirmidzi
dan An Nasa’i.
Contoh: وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ
الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إنَّ الْمَاءَ طَهُورٌ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ أَخْرَجَهُ الثَّلَاثَةُ
وَصَحَّحَهُ أَحْمَد
Dari Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya (hakekat) air
adalah suci dan mensucikan, tak ada sesuatu pun yang menajiskannya."
(Dikeluarkan oleh Imam Tiga ) dan dinilai shahih oleh Ahmad.
متفق عليه 6.
Jika
sebuah hadits disebutan perawinya متفق عليه maka yang dimaksud adalah bahwa hadits
tersebut banyak diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Dan pengertian inilah
yang digunakan oleh kebanyakan ulama di dalam berbagai kitab-kitab tulisan
mereka. Akan tetapi Majdud-diin ‘Abdussalam bin Taimiyyah rhimahullah (beliau
adalah kakek Ibnu Taimiyyah) di dalam kitab beliau Al Muntaqa bahwa jika
disebutkan istilah متفق عليهMaka yang
dimaksud adalah Ahmad, Bukhari dan Muslim. Dan istilah ini adalah khusus untuk
kitab-kitab yang ditulis oleh beliau.
Contoh:َوَعَنْ
أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : جَاءَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ
فِيطَائِفَةِالْمَسْجِدِ فَزَجَرَهُ النَّاسُ فَنَهَاهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا قَضَى بَوْلَهُ أَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذَنُوبٍ مِنْ مَاءٍ؛ فَأُهْرِيقَ عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ
عَلَيْهِ
أخرجه الجماعة
Maksudnya; hadits ini diriwayatkan oleh perawi-perawi hadits yang
banyak jumlahnya.
Contoh; حدثنا ابن عيينة الزهري عن انس
بن مالك قال: ان النبي ص.م اولم علي صفيةبتسويق وتمر. رواه الجماعة
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan
uraian diatas, pentingnya kita mengetahui dan memahami 3 unsur pokok dalam
hadits yakni sanad,matan dan rowi, ketiganya memiliki hubungan yang khusus
maksudnya, saling mengisi dalam kekosongan, karena itu nanti bisa dibuat
patokan untuk mendeteksi apakah hadits ini hasan, shahih, dhoif. Dan beberapa
istilah seperti halnya dikatakan Ibnu
Isma’il as-Shan’any ada 7 kelompok pembagian sesuai jumlah para perowi dalam
meriwayatkan sebuah hadits, di antaranya: Akhrojahu As-Sab’ah, As sittah
al-khomsah, muttafaq alaih dst.
Ismail, Syuhudi. Metodologi
Penelitian Hadits Nabi. Jakarta: Bulan Bintang, 1992.
_____________ Kaedah Kesahihan
Sanad Hadis telaah kritis dan tinjauan dengan pendekatan ilmu sejarah.
Jakarta: Bulan Bintang, 1995
Rahman, Fatchur. Ikhtisar Mushthalahul Hadits. Bandung: PT
Al-Ma’arif, 1974.
Khon, Abdul majid. Ululum Hadis. Jakarta: Amzah, 2015
[1] Syuhudi
Ismail,Metodologi Penelitian Hadits Nabi, (Jakarta: Bulan Bintang,
1992), 23.
[2]Lihat, al-Qusyairi,
al-jami’as-Shahih (shahih Muslim),disunting kembali oleh Muhammad Fu’ad
Abdul-Baqi (‘Isa-al-Babi al-Halabi wa syurakah, 1375 H/1955 M) Juz I, h,
14.
[3]Facthur Rahman,
Ikhtisar Mushthalahul Hadits. (Bandung: PT Ma’arif, 1974), 29.
No comments:
Post a Comment